30: Keterkejutan yang Menjadi Kecemasan

363 84 13
                                    

















#### Awal Cerita
Gito dan Chika duduk di ruang tamu, tertawa dan berbincang tentang rencana liburan mereka. Tanpa sadar, Chika mengungkapkan sebuah rahasia yang seharusnya tidak diketahui oleh ibu Gito. "Tapi, sampai kapan lu nyembunyiin status lu ke ibu?"

"Entahlah Chik. Gua masih bingung gimana cara memberitahukan ke Ibu. Dan gua juga masih takut soal kesehatannya."

"Lalu bagaimana dengan keluarga Shani? Keluarganya sudah percaya kalau lo nikah dengan Shani karna Cinta bukan karna uangnya Shani!" Emosi Chika kepada Gito.

"Gua...."

Tiba-tiba, mereka mendengar suara ibu Gito dari pintu. Wajah ibunya berubah pucat, terkejut mendengar rahasia itu.

"Gito..."

suaranya serak, dan seketika, dia memegang dadanya.


Gito merasakan jantungnya berdegup kencang.

"Ibu?!"

teriaknya, berlari ke arah ibunya. Ibu Gito terjatuh, wajahnya semakin pucat.

"Ibu, tolong!" Gito berteriak panik, sementara Chika melongo, tidak tahu harus berbuat apa.

Gito mengangkat tubuh ibunya, berusaha menjaga kepanikan agar tidak terlihat.

"Chika, cepat! Telepon rumah sakit!" Gito memerintahkan dengan suara bergetar. Chika segera meraih ponselnya dan menekan nomor darurat dengan tangan yang gemetar.

"Ibu Gito pingsan! Dia sulit bernafas!" Chika berteriak ke telepon, suara paniknya membuat Gito semakin cemas.

Gito berlutut di samping ibunya, menggenggam tangannya. "Ibu, tolong bangun. Bertahanlah!" Dia merasakan dingin di kulit ibunya, dan rasa takut mulai menyelimuti pikirannya.

"Chika! Cepat ambil AED di kamarku!" teriak Gito, suaranya bergetar. Chika melesat ke arah kamar Gito dengan cepat, sementara Gito tetap di samping ibunya, mencoba menjaga kepanikan agar tidak terlihat.

Dia menggenggam tangan ibunya, merasakan getaran dingin dari kulitnya. "Ibu, bertahanlah, tolong!"

Chika kembali membawa AED, dan Gito segera menghidupkannya. "Pasang elektroda ini, Chika!" Gito membantu Chika menempelkan elektroda di dada ibunya, matanya tidak pernah lepas dari wajah pucat ibunya. Alat itu mulai menganalisis.

"Jangan menyentuh pasien!" suara AED terdengar, membuat Gito dan Chika mundur. Alat itu menganalisis irama jantung.

"Analisis sedang berlangsung," suara alat itu terdengar. Gito merasakan detak jantungnya berdegup sangat cepat, khawatir menunggu hasil analisis.

Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, AED memberikan instruksi. "Shock diberikan." Gito menekan tombol, dan tubuh ibunya sedikit terangkat. Namun, ibunya masih tidak bergerak.

"Chika, kita harus melakukan CPR!" teriak Gito. Dia segera berlutut di samping ibunya dan mulai melakukan kompresi dada. Dia menempatkan kedua tangan di tengah dada ibu dan mulai menekan, berusaha sekuat tenaga. Setiap kompresi terasa berat, dan dia terus menghitung.

"Satu, dua, tiga..."

Chika membantu memberikan napas buatan setelah 30 kompresi. Gito merasa lelah, tetapi dia tidak boleh menyerah.

Suara sirene ambulans akhirnya terdengar, dan Gito merasa sedikit lega. Tim medis masuk dengan cepat, membawa alat-alat mereka.

"Apa yang terjadi?" seorang petugas bertanya.

Gito menjelaskan dengan cepat, suaranya penuh kecemasan.

Mereka segera memeriksa ibu Gito, merasakan nadi dan memonitor pernapasannya. "Kami perlu menghubungkan dia ke monitor," salah satu petugas berteriak. Mereka melanjutkan CPR lebih lanjut, mengganti Gito dan Chika untuk memberikan tekanan.

CERITA DIBALIK KONTRAK (GITSHAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang