11. Pertarungan dibalik Kelahiran

764 115 13
                                    

Beberapa jam setelah kelahiran kedua bayi Jessica, rumah sakit masih terasa sibuk. Suara langkah para perawat yang hilir-mudik di lorong-lorong menciptakan suasana yang kontras dengan ketegangan di dalam ruangan tempat Jessica beristirahat. Jennie, setelah melalui momen yang penuh ketakutan, tetap duduk di samping ibunya.

Beberapa saat kemudian, setelah kedua bayi dibersihkan dan diperiksa, Jennie memutuskan untuk menghubungi ayahnya, Jaejoong, dan juga Jisoo. Dia memberi tahu mereka bahwa ibunya sudah melahirkan dengan selamat meskipun Jessica mengalami pendarahan hebat. Jisoo segera datang bersama Jaejoong, tapi ketika mereka tiba di rumah sakit, semuanya berubah menjadi kekacauan.

Alih-alih merasa lega, wajah Jaejoong mengeras. Dia tidak mengatakan apa-apa pada awalnya, namun ada ketegangan yang terlihat jelas di wajahnya. Jennie merasa ada yang salah, dan perasaannya itu terbukti ketika tiba-tiba Jaejoong menatapnya dengan marah.

"Ini semua salahmu!" Jaejoong meledak, suaranya begitu keras hingga membuat ruangan itu terdiam. Jennie hanya bisa menatap ayahnya dengan mata lebar, tak percaya.

"Kalau kau bawa ibumu ke rumah sakit lebih cepat, ini tidak akan terjadi! Kau bahkan tidak bisa melakukan satu hal dengan benar, Jennie!"

Jennie merasa seluruh tubuhnya membeku, hatinya berdegup kencang, sementara matanya mulai berkaca-kaca.

"Daddy, aku sudah berusaha…" suaranya bergetar, mencoba menjelaskan. Tapi sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, Jaejoong, dalam kemarahan yang tak terkontrol, mengangkat tangannya dan menampar wajah Jennie dengan keras.

Tamparan itu sangat kuat, membuat Jennie terhuyung mundur dan hampir jatuh ke lantai. Air matanya langsung mengalir, bukan hanya karena rasa sakit fisik yang ia rasakan, tetapi juga karena luka batin yang lebih dalam. Hatinya terasa hancur, dan dunia seakan runtuh di sekitarnya.

"Keluar dari sini!" bentak Jaejoong lagi, masih dengan amarah yang meledak-ledak. "Aku tidak mau melihat wajahmu!"

Jennie, yang sudah terlalu lelah secara fisik dan emosional, tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dengan air mata yang terus mengalir di pipinya, dia berlari keluar dari ruangan itu, tidak tahu harus pergi ke mana. Langkahnya terhuyung-huyung melewati koridor rumah sakit hingga dia menemukan pintu tangga darurat. Di sana, dia duduk di anak tangga, menggenggam erat lututnya sambil menangis sejadi-jadinya. Isak tangisnya teredam oleh gemuruh emosi yang tak bisa dia tahan lagi.

Di dalam ruangan, Jessica yang masih terbaring lemah menyaksikan seluruh kejadian itu dengan mata berkaca-kaca. Ia merasakan sakit di hatinya, bukan hanya karena kondisinya yang belum pulih, tetapi karena melihat putrinya dilukai oleh suaminya sendiri. Tangannya yang lemah mengepal, mencoba bangkit, namun tubuhnya masih terlalu lemah untuk melakukan lebih dari sekadar berbicara.

"Jaejoong!" panggilnya dengan suara serak namun penuh kemarahan. Matanya menatap tajam suaminya yang masih berdiri dalam kebingungan.

"Kamu gak tahu apa yang sudah terjadi! Kalau bukan karena Jennie, mungkin aku dan bayi-bayi kita gak akan selamat. Jennie yang membawaku ke sini! Dia yang menyelamatkan nyawa kami!"

Jessica tidak berhenti di situ. "Kamu bahkan gak ada di sini! Saat aku butuh kamu, kamu gak ada! Jennie yang ada di sampingku sepanjang waktu, dia yang menemani aku ketika aku hampir menyerah karena rasa sakit. Dan sekarang kamu menyalahkannya? Kamu sudah menyakiti anakku, Jaejoong!" Suaranya, meskipun lemah, penuh dengan rasa duka dan kekecewaan yang dalam.

Jaejoong akhirnya duduk di kursi di samping ranjang Jessica, wajahnya tertunduk, namun egonya masih menguasai dirinya. Di satu sisi, ia merasa bersalah, tapi di sisi lain, harga dirinya terlalu tinggi untuk mengakui kesalahannya.

Jessica menghela napas panjang, lelah dengan segala emosi yang bergejolak. Meskipun tubuhnya masih lemah, dia bertekad untuk memperbaiki keadaan. "Jisoo-ya tolong cari adikmu nak, lalu bawa dia kembali ke sini"

Jisoo mengangguk dan segera keluar dari ruangan, mencari Jennie. Setelah beberapa saat mencari di lorong-lorong, Jisoo akhirnya menemukan Jennie duduk sendirian di tangga darurat, tubuhnya gemetar karena menangis. Pemandangan itu membuat hati Jisoo perih. Ia tahu betapa berat beban yang dipikul oleh adiknya.

Dengan lembut, Jisoo mendekati Jennie, duduk di sampingnya dan merangkulnya dengan pelukan yang hangat.

"Jennie-ya , gue tahu ini berat. Tapi Lo gak sendirian, oke? Mommy nyariin Lo tuh" Suaranya lembut, namun penuh ketegasan.

Jennie tidak segera menjawab. Dia hanya terisak, merasakan pelukan Jisoo yang menenangkan, seolah-olah mencoba menahan semua perasaan yang bercampur aduk di dalam dirinya. Setelah beberapa saat, Jennie mengangguk pelan, meskipun hatinya masih terasa sangat terluka. Dia bangkit dengan bantuan Jisoo, dan bersama-sama mereka kembali ke ruangan tempat Jessica beristirahat.

Ketika mereka masuk, Jennie terkejut melihat bahwa member SNSD sudah berada di dalam ruangan itu. Taeyeon, Sunny, Tiffany, Yoona, dan yang lainnya datang untuk memberikan dukungan. Begitu mereka melihat Jennie, mata mereka dipenuhi dengan simpati dan kasih sayang. Mereka tahu bahwa Jennie telah melalui sesuatu yang berat, dan mereka ingin ada di sana untuknya.

Jessica, yang masih terbaring di ranjang, memanggil Jennie dengan suara lembut. "Jennie sini, duduk di samping Mommy"

Dengan ragu-ragu, Jennie berjalan mendekat, merasa canggung dengan semua tatapan yang tertuju padanya. Namun begitu dia mendekati ibunya, Jessica segera mengulurkan tangan dan menariknya ke dalam pelukan. "Maafin Mommy, Mommy gak bisa belain kamu tadi"

Jennie hanya diam. Dia terlalu lelah, terlalu hancur untuk bisa berbicara. Air mata mengalir di pipinya saat Jessica terus memeluknya dengan erat, seolah berusaha menyalurkan seluruh kekuatan dan cinta yang ia miliki kepada putrinya yang terluka. Jennie merasa nyaman dalam pelukan ibunya, meskipun rasa sakit emosional masih menyisakan bekas yang dalam.

Jessica menatap Jennie dengan penuh kasih sayang.

"Kita akan bicara dengan Daddy nanti. Tapi untuk sekarang, Mommy ingin kamu tahu betapa Mommy bangga sama kamu. Kamu adalah alasan Mommy bisa bertahan tadi"

Jennie akhirnya mengangguk pelan. Meskipun rasa sakit di hatinya masih ada, dia merasa sedikit lebih baik dengan dukungan semua orang di sekitarnya. Perlahan, dia bersandar ke pelukan ibunya, membiarkan rasa aman itu mengalir ke dalam dirinya.

Dalam keheningan yang penuh makna, mereka semua duduk bersama, saling mendukung, sementara Jessica terus memeluk Jennie, berjanji dalam hati bahwa dia akan selalu melindungi putrinya dari apa pun yang terjadi di masa depan.



















Tbc

Trouble Maker Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang