Part 35

56 16 2
                                    

Darren dengan hati-hati menyusuri jalan menuju sekolah adiknya itu. Nampak tak fokus mengendarai sepeda motornya hampir menabrak pengendara lain. Matanya jelalatan melihat sekeliling, barangkali sosok yang ia cari ada di sekitar sana. Tak peduli  rintik hujan semakin deras mengguyarnya, Ia hanya butuh adiknya saat ini. Tiga puluh menit berlalu akhirnya ia sampai di tempat tujuan. 

Gerbang sekolah belum tertutup sepenuhnya karena jam masih menujukkan pukul 15.30 sore. Perlahan ia membawa motornya masuk dan bertanya pada penjaga 

"Permisi pak mau tanya, anak-anak udah pulang semua?"Tanya Darren pada penjaga.

"Cari siapa ya masnya?" tak menjawab Darren justru mengajukan tanya

"Cari adik saya pak" jawab Darren

"Laki-laki atau perempuan mas? Kalau perempuan sudah pulang semua, di dalam hanya ada anak-anak yang berlatih futsal untuk pertandingan" jelas penjaga

"Begitu ya pak? saya boleh masuk untuk memastikan tidak pak?" tanyanya lagi

"Boleh mas, silahkan motornya tingga di sini saja" ucap penjaga itu kemudian membuka lebih lebar gerbang agar Darren dapat membawa motornya masuk. 

"Terimakasih pak saya masuk dulu" ucapnya kemudian berjalan masuk memasuki gedung sekolah Reyna. 

Dengan langkah pasti ia memasuki gedung tersebut, mencari di setiap ruang yang dapat ia masuki. Semua nampak kosong, bahkan kantor guru pun sudah sepi. Perpustakaan sudah terkunci, kantin sudah tutup, hanya tersisa lapangan futsal yang nampak ramai. Ia perlahan masuk mencoba mengedarkan pandangan, namun nihil sosok yang ia cari tak ada di sana. 

Dengan gontai ia keluar , mengusak rambutnya frustasi. Bajunya sudah teramat basah, badannya mulai mengigil. Darren tak peduli, bahkan jika esok ia harus mengorbankan kuliahnya akan ia lakukan asal sang adik dapat ia temukan. Dengan enggan ia berjalan menuju motornya mengucapkan terimakasih kemudian pergi dari sana. Mencoba peruntungan lain, kembali menyusuri jalan tanpa tujuan. 

"Reyna, kamu di mana? Abang khawatir" ucapnya sungguh pilu. 

Pikirannya mulai membayangkan hal yang tidak-tidak, nampak sekali enggan berkompromi.

"Sial" umpatnya setiap ia hampir menabrak pengendara lain. Entah sudah berapa kali ia tak fokus, rasanya benar-benar kalut. Ia tak ingin kejadian lama terulang kembali. 

Rasa sesal mulai menghantui, merutuki kebodohan yang untuk kedua kalinya tak bisa menjaga sang gadis. Menganggap dirinya tak layak disebut sebagai abang. Dadanya terasa perih, air matanya mengalir tak permisi. Sungguh! Ia benar-benar menyesal.

•••

Jeffran masih asik memandangi rupa ayu dari kedua gadis yang masih enggan membuka mata itu, hingga suara langkah mengintrupsinya membuatnya menoleh dengan senyum merekah. Orang yang sedari tadi ia tunggu telah tiba. Hanya sesaat, senyuman itu luntur seketika. 

Dia bukan sosok yang ia tunggu.

KEVIAN

Mengapa kakaknya ada di rumah? Bahkan sudah sebulan kakaknya tak pernah menginjakkan kaki di rumah ini. Ini sungguh di luar perkiraannya.

"Bang Ian? Kok ke sini tumben?" tanya Jeffran sembari tersenyum simpul.

"Ada urusan bentar, btw itu siapa?" tanya Kevian melihat dua gadis tertidur di sofa "Loh Reyna kan dia? Kirana? Kok bisa mereka di sini?"

"Itu tadi ketemu di jalan, abang kan tau Kirana mantannya Arseno jadi gue ajak mampir" jawab Jeffran beralibi.

"Ooh.. tapi kok tidur?"

Sadewa || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang