Mata sipit itu mengintip cemas ke dalam ruangan. Ada rasa bersalah yang menghujam kala seseorang meringis di dalam sana. Ia hendak melangkah sebelum tangannya dicekal kuat. Membuatnya menoleh, mengamati mata elang yang menatapnya dengan tajam, menyiratkan benci dan ketidaksukaan.
"Lepas, Ji."
"Kau masih mau menambah masalah?! Tidak lihat kalau semua member sekarang enggan berinteraksi denganmu? Lebih baik kau diam, bodoh!"
Chenle mengulum bibirnya, membiarkan Jisung pergi sementara ia kembali mengintip Haechan yang sedang diobati. Sebelumnya Chenle tak sengaja tersandung hingga menabrak Haechan, membuat Haechan terjatuh dengan tangan terkilir karena menahan bobot tubuhnya.
Sudah pasti hal itu membuat para member menatap Chenle bengis. Terlebih lagi saat tahu bahwa ia baik-baik saja sementara Haechan yang kena imbasnya.
"Apa?! Kau itu tak dibutuhkan, sialan!" Haechan menemukan Chenle berjalan masuk, membuatnya spontan melempar kipas portabel yang entah milik siapa. Kipas itu terlempar kuat hingga melukai wajah Chenle. Ia tak mau minta maaf, apalagi bertanya.
"Aku hanya ingin tahu keadaan Hyung. Maaf karena aku, Hyung jadi terluka." Chenle menahan perih di pipinya.
"Kau memang pembawa sial. Pergi! Tak ada seorang pun dari kami yang menginginkanmu di sini!"
Chenle mengedarkan pandangan, ada Mark dan Renjun di sana, mereka hanya menonton pertengkarannya dan Haechan. Bahkan staf NCT Dream pun tidak ada yang melerai. Ini bukan pertama kali Chenle dimarahi, dibentak, dan dikucilkan di belakang panggung. Semua staf sudah sering melihatnya, hanya manajer yang tak tahu tentang ini. Mereka semua bungkam dengan apa yang dilihat dan didengar.
"A-aku keluar dulu."
Tak ada yang peduli dengan kalimat pamit itu, ia segera pergi dari ruang tunggu. Memutuskan pergi ke toilet dan membersihkan darah yang tak seberapa di pipinya, tapi rasa sakit dan perih sangat kuat dirasakan.
Setelah bersih, Chenle membuka plester yang tadi sempat ia ambil. Dengan pelan ia menutupi luka dengan plester putih yang hampir menyerupai warna kulitnya. Mungkin dari kejauhan plester itu akan terlihat samar. Berharap saja penggemar tak ada yang menyadarinya nanti.
"Aku ingin pulang," gumamnya sambil menatap pantulan diri di cermin. Namun, sedetik kemudian ia menyunggingkan senyum untuk menguatkan. "Semangat! Ini tempat terakhir!"
Chenle hendak kembali ke ruang tunggu, belum ada lima langkah, manajer Dream keluar dari toilet sambil memanggil namanya.
"H-hyung?? Sejak kapan di sana?"
"Sebelum kau masuk pun aku sudah di sini."
"Ah..hahaha, kalau gitu aku duluan, Hyung."
"Kenapa ingin pulang?"
Pertanyaan itu membuat Chenle menghentikan langkahnya dan berbalik. Otaknya memutar kejadian beberapa detik yang lalu, berharap ia tidak bicara macam-macam yang berujung diinterogasi manajer.
"Kau sakit lagi?"
"Tidak!"
Pekikan Chenle membuat sang manajer terlonjak kaget.
"H-Haechan hyung yang sakit! Aku tidak sengaja menabraknya, sekarang dia tengah diobati."
"Aku tau. Jisung sudah melapor. Lain kali kau harus berhati-hati."
"Iya."
"Ayo kembali ke ruangan."
Chenle mengangguk dan berjalan beriringan dengan pria itu. Tak ada percakapan apa-apa lagi sampai mereka masuk ke ruang tunggu. Di sana Haechan sudah kembali melempar canda tawa dengan yang lain, membuatnya menghela napas lega sekaligus iri melihat kedekatan mereka tanpanya.
"Bersiaplah! Sebentar lagi konser akan dimulai."
ㅡ🐬ㅡ
Selepas pulang dari konser terakhir, Dreamies segera memasuki kamar hotelnya masing-masing. Mereka bersyukur tidak ada kejadian aneh-aneh selama konser tadi. Pun dengan Haechan yang bisa profesional menjalani konser dengan baik walau tangannya terkilir.
Chenle mengamati pemandangan dari jendela kamarnya. Tempat yang dikunjunginya sedang kejatuhan hujan sekarang. Membuat cuaca yang tadinya panas berubah menjadi sejuk.
Tok! Tok!
Jam dinding menunjukkan pukul 7 malam, sudah waktunya makan malam. Kebetulan mereka memang makan di kamar masing-masing, mengingat Haechan yang meminta saat di perjalanan.
"Terima kasih," ujar Chenle setelah pelayan hotel membawakan beberapa makanan ke mejanya.
"Selamat menikmati."
Setelah pintu kembali ditutup, Chenle menatap makanannya dengan lapar. Berbagai macam hidangan tersaji di sana, tapi sup hangat menjadi satu-satunya menu yang membuatnya tak sabar untuk makan.
Sementara itu, di sisi lain, Dreamies berkumpul di kamar Haechan tanpa Chenle. Mereka menikmati makan malam bersama, sesekali tertawa saat scene lucu ditayangkan. Mereka sepakat menonton film sebelum kembali ke kamar masing-masing, sekaligus menunggu makanan dicerna oleh lambung.
"Manajer hyung bertanya kenapa tidak ada Chenle di fotonya," kata Mark.
Haechan, si pengusul mengirim foto pada manajer, menoleh. "Bilang saja sedang panggilan alam di toilet."
"Hm."
Jeno mengernyit mendengar balasan Mark yang singkat. Sejak dulu, mereka tahu memang Mark yang paling dekat dengan Chenle. Mungkinkah sekarang Mark masih menyayangi Chenle dan menganggapnya adik? Karena sejujurnya Jeno sudah tidak mau mengakui anak itu.
"Apa?" Mark menangkap raut wajah Jeno yang masih memperhatikannya.
"Kau khawatir dengan anak itu?"
Mark memutar bola matanya dengan jengah. Selalu Jeno yang menanyakan hal itu, membuatnya semakin lama semakin bosan.
"Sepertinya aku tidak harus selalu menjawab?" Pertanyaan retoris.
Jeno membiarkan Mark keluar dari kamar Haechan. Ia semakin yakin bahwa Mark masih kasihan pada anak itu, anak yang sekarang dibenci olehnya dan yang lain.
"Jeno! Bisa tidak usah bahas anak itu?" Haechan mengutarakan pendapatnya. "Kau membuat atmosfer ruangan jadi suram."
"Terserah. Aku kembali ke kamar!"
Haechan mengedikkan bahunya tak peduli. Kini di ruangan hanya ada dirinya, Renjun, Jaemin, dan Jisung. Renjun dan Jaemin masih asik menonton tanpa menghiraukan perdebatan sebelumnya. Sementara Jisung sibuk mengambil konsol game miliknya.
"Pes?" ajak Jisung yang langsung diangguki Haechan. Meluapkan kekesalan melalui game adalah salah satu caranya selama ini.
"Jangan macam-macam. Tanganmu masih sakit, Haechan!" omel Renjun.
"Ck, aku lupa! Gara-gara anak sialan itu."
Jisung mengerucutkan bibirnya, tidak seru jika bermain sendiri. Tapi tetap saja ia butuh hiburan dan pelampiasan dari kondisi mereka sekarang.
Jujur, kadang Jisung merasa sedih dengan para hyung-nya yang bertengkar karena Chenle. Seperti Mark dan Jeno tadi, walaupun bukan pertengkaran hebat tapi ia yakin mereka akan saling berdiam diri entah berapa lama. Ini bukan hal yang terjadi satu dua kali saja di grupnya, sudah sesering itu.
Di luar kamar, Chenle menatap punggung Mark dan Jeno bergantian. Ia bersembunyi di balik tembok di mana lift berada, kembali dari mengambil pesanan minuman isotonik di manajernya.
Beberapa detik setelah mereka menghilang, Chenle baru keluar dari persembunyiannya. Ia menatap sendu pintu kamar Haechan sebelum kembali masuk ke kamarnya sendiri. Ia mendengar dari manajer hyung tentang Dreamies yang makan malam bersama. Bersyukur manajernya tak bertanya banyak setelah ia memberikan beberapa alasan. Dalam hatinya berharap bahwa ia bisa kembali berbaikan dengan yang lain secepatnya.
• FAKE || CHENLE •
KAMU SEDANG MEMBACA
FAKE || CHENLE
Фанфик- Idol life - NCT Dream fanfiction - Tanpa menjelekkan tokoh mana pun Berkisah tentang Chenle yang dijauhi member Dream, dan tentang Chenle yang berusaha memperbaiki semuanya. Happy reading~ Enjooyy! Don't forget to follow, vote, and comment 🌱 Star...