11. Badai

147 26 5
                                    

Chapter 11

Badai

Bianca dan Evander keluar dari toko bunga lalu masuk ke dalam mobil, mereka menuju China Crown di Salamaca. Sementara hujan mulai membasahi jalanan dan gedung kota Madrid, Evander memeriksa perkiraan cuaca di layar yang terdapat di dasbor mobilnya.

“Akan ada badai,” kata Evander.

“Semoga tidak terjadi,” sahut Bianca.

“Cuaca tidak menentu sekarang.”

“Benar.”

“Aku benci hujan.”

“Karena memengaruhi jadwal penerbangan?”

“Ya, salah satunya,” jawab Evander. “Bagaimana denganmu?”

“Aku menyukainya. Mendengarkan rintik hujan seperti mendengarkan alunan musik klasik, ada kedamaian di sana.”

Evander tersenyum mendengar alasan Bianca. “Kau masih suka musik klasik?”

“Kukira kau melupakannya.”

Tidak ada yang dilupakan Evander, bahkan ciuman pertama mereka di perpustakaan pun Evander masih jelas mengingatnya. Itu adalah ciuman pertama Evander, juga Bianca. Mereka melakukannya di lorong perpustakaan, di antara jejeran rak-rak buku dan bersembunyi dari banyaknya orang di perpustakaan.

Ketika tiba di China Crown, Evander mengambil payung yang ada di mobilnya lalu membukakan pintu untuk Bianca dan mereka memasuki China Crown dengan bernaung di bawah satu payung. Evander merasakan sesuatu yang terulang lagi, dulu mereka juga pernah berjalan di bawah satu payung bersama saat pulang sekolah menuju rumahnya untuk belajar bersama.

Kenangan-kenangan seperti itu muncul kembali ke permukaan bak jamur yang tumbuh di muism hujan dan Evander diam-diam menyunggingkan senyumnya.

Setelah melepaskan mantel hangatnya dan meletakkannya di tempatnya Evander membawa Bianca ke tempat yang menurutnya strategis.

“Di sini ada berbagai macam teh, kau harus mencobanya,” kata Evander.

Bianca mengamati tempat yang bernuansa China klasik lalu mengangguk-angguk kecil. “Kau sering ke sini?”

“Tidak, ini pertama kali,” jawab Evander seraya menarik sebuah bangku untuk Bianca.

“Jadi, dari mana kau bisa tahu di sini tersedia berbagai macam teh?”

“Aku meminta sekretarisku mencari tempat yang unik dan tentu saja menyenangkan untuk minum teh,” jawab Evander seraya menarik bangku di sebelah Bianca lalu duduk. "Dan ini salah satu rekomendasinya, ada berbagai tempat bernuansa klasik. Tapi, kurasa ini layak dicoba terlebih dahulu."

Bianca tersenyum. “Apa ini juga salah satu cara kau meminta maaf?”

“Anggap saja begitu.”

Seorang pelayan datang membawakan buku menu makanan yang lumayan tebal. Bianca membaca keseluruhan menu di sana dan ketika tiba di bagian minuman ia berhenti. Ada puluhan macam teh yang ditawarkan di sana dan yang paling memukau adalah teh Longjing yang harganya cukup fantastis untuk sebuah teh.

“Kau mau mencicipi itu?” tanya Evander karena jemari Bianca berhenti di tulisan teh Longjing.

“Harganya tidak masuk akal.” Bianca menggeleng. “Kurasa aku ingin mencicipi teh ini saja,” ucapnya sembari menunjuk tulisan teh Huansan Maofeng.

“Kurasa kita harus mencicipi teh Longjing karena belum tentu ada waktu lain kali mencicipinya, bukan?” kata Evander seraya menaikkan sebelah alisnya.

1001 LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang