✨بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ✨
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
[Allahumma Sholli Ala Sayyidina Muhammad Wa Ala Ali Sayyidina Muhammad]
•
•
•"Allah tidak akan pernah salah dalam memilih takdir untuk setiap hambanya. Lantas, apalagi yang kamu khawatirkan?"
—Bumi Kinanah—
°°*°°
Gadis pemilik wajah teduh itu sedari tadi termenung di balkon kamarnya, memikirkan syarat yang diajukan sang abi padanya pagi tadi. Sungguh, syarat yang abinya berikan berat sekali untuk ia penuhi.
Diusianya yang baru menginjak kepala dua, disaat dirinya hanya menginginkan ruang untuk sendiri justru sang abi memberinya pilihan yang Syaima sendiri tak bisa menentukannya.
Menikah? Tak pernah sedikitpun terbesit dalam pikirannya, sedari dulu yang gadis itu pikirkan hanya keinginan untuk menimba ilmu lebih dalam dan menapaki setiap negara yang memiliki jejak peradaban islam.
Sekelebat percakapan antara dirinya dan juga abi Faisal pun tiba tiba terputar kembali.
"Abi izinkan kamu pergi ke Mesir, tapi dengan satu syarat." Abi Faisal menjeda ucapannya, pria paruh baya itu menatap lekat wajah kearaban milik putri semata wayangnya.
"Menikahlah dengan laki-laki pilihan abi." Lanjut abi Faisal, sontak membuat kepala Syaima mendongak dengan spontan.
Syaima menatap abinya penuh protes. "Abi, Syaima enggak mau!" bantah Syaima dengan intonasi nada rendah.
Abi Faisal bangkit dari posisi duduknya, menatap sekilas kearah Syaima yang kembali menunduk. "Kamu hanya punya dua opsi, Syaima. Menerima syarat dari abi, dan menikah dengan Zevan, atau tetap tinggal disini." Abi Faisal berlalu meninggalkan ruang tamu.
Dari sekian banyaknya syarat, kenapa abinya memilih syarat yang sedari dulu sangat Syaima hindari. Menikah. Sungguh, Syaima belum siap untuk mengarungi kehidupan rumah tangga, apalagi dengan laki-laki yang ia sendiri tak mengenalnya.
"Pilihan yang bener bener bikin gue stres." Gumam Syaima sembari memijat pelan keningnya yang mulai berdenyut pusing.
Syaima mendongakkan kepalanya, sejuknya semilir angin malam sedikit membuat dirinya tenang. Sembari menatap cantiknya hamparan bintang yang berkilau di langit Jakarta, Syaima kembali memikirkan keputusan yang akan ia ambil.
"Kalo gue pilih opsi kedua, sudah pasti semua impian gue sirna, tapi gue bener bener belum siap ngejalanin opsi pertama." Syaima bimbang.
Helaan nafas kembali mengudara di tengah sunyinya suasana malam balkon, gadis berdarah Arab–Indonesia itu akhirnya bangkit dari kursi sofa. "Bismillah, semoga ini keputusan yang benar." Melangkah keluar kamar, tujuannya sekarang adalah menemui sang abi dan memberitahu keputusan yang diambilnya.
"Abi.."panggil Syaima saat melihat abi dan umma nya tengah duduk sembari berbincang ringan di ruang tamu.
"Syaima sudah putuskan." Ucap gadis itu setelah mendudukkan dirinya di kursi yang berhadapan langsung dengan abinya.
"Jadi, apa keputusanmu?"
"Bismillah, ya Allah, semoga keputusan yang hamba ambil hari ini adalah keputusan yang benar." Batin Syaima, memohon keyakinan hati akan keputusan yang ia ambil untuk masa depannya.
"Syaima memilih opsi pertama. In syaa Allah, Syaima mau menikah dengan laki-laki pilihan abi." Ucap Syaima menyampaikan keputusannya dengan lugas tanpa keraguan yang menyelimuti.
Tanpa Syaima sadari, Faisal yang merupakan abinya mengulas senyum tipis. "Keputusan yang bagus." Cetus abi Faisal, yang kemudian bangkit dari posisi duduknya.
"Abi akan telfon om Salman, dan besok kita akan mengadakan pertemuan dua keluarga untuk membahas ini lebih lanjut." Sambung abi Faisal lalu berjalan menuju teras rumah.
Sementara Syaima menatap kepergian abinya dengan raut yang tak dapat di deskripsikan. "Harus secepat itukah."gumamnya dengan nada sedikit tak rela, ya bagaimanapun dirinya belum sepenuhnya menyetujui syarat tersebut.
Dirinya merasakan usapan lembut pada bahunya, kala terdiam merenung. Hal itu kontan membuat Syaima menoleh, detik itu netra hitam pekatnya bersitubruk dengan tatapan lembut nan meneduhkan milik wanita yang usianya hanya berjarak dua puluh tujuh tahun darinya.
"Bersabarlah, sesungguhnya tidak ada kesabaran yang sia sia." Wanita berumur empat puluh delapan tahun yang kerap di panggil 'umma' oleh putrinya itu tersenyum.
"Nak, Allah nggak akan salah dalam memilih takdir untuk setiap hambanya. Kuncinya cuma satu, sabar dan ikhlas, maka kamu akan merasakan indahnya rencana Allah."
Mendengar nasihat yang umma Shafiyyah lontarkan, kontan membuat senyum Syaima terbit di tengah suasana hatinya yang gundah. Direngkuhnya wanita yang telah berjasa didalam hidupnya.
"Umma, terimakasih." Bisiknya lirih penuh ketulusan.
°°*°°
15 Oktober 2024
Secretly7ou
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI KINANAH
Teen Fiction"Menikah demi kuliah di Mesir? Lo yakin?" •••• Syaima Noureena Adzqiana. Si gadis ambis yang berusaha mengejar mimpinya berkuliah di Kairo, Mesir. Syaima yang notabenenya sudah menguasai bahasa arab tak lantas membuat ia dengan mudah meraih mimpinya...