16. Welcome back, My Kiska.
Jane tahu ia terlalu menganggap enteng keadaannya saat ini, terlalu besar kepala bahwa ia bisa melewati semuanya sendirian bahkan dengan pengelihatannya yang bermasalah.
Menjalani hidupnya dengan kedua mata yang berfungsi dengan sempurna saja Jane sudah sangat kesulitan, sekarang depan pandangannya yang hanya melihat siluet bayangan orang dan benda saja Jane lebih kesulitan.
Jane tidak bisa menggunakan ponselnya, Jane tidak bisa menyewa tempat tinggal tanpa ditipu soal biaya sewanya yang potongannya diambil dua kali lipat saat Jane membayar deposit dan biaya sewanya menggunakan kartu miliknya.
Jane tahu ada yang tidak beres, Jane bahkan merasa tidak aman berada di apartemen barunya, mengingat kondisinya yang vulnurable bisa jadi sasaran empuk bagi orang-orang jahat di luar sana.
Belum lagi Jane yang selama seminggu ini kerap mendengar suara langkah kaki di sekitar pintu apartemennya, yang mengetuk pintu apartemen Jane namun tak bersuara untuk menganggap Jane, bahkan ketika Jane berteriak bertanya siapa yang berada di luar itu, orang tersebut tidak menjawab.
Jane menunggu gilirannya untuk mendapat donor kornea, Jane bukan satu-satunya yang membutuhkan transplantasi kornea, ada ribuan pasien lain yang juga sudah menunggu lebih dulu dibandingkan Jane, ketika Jane berada di rumah sakit dokter mengatakan kemungkinan Jane perlu menunggu selama delapan belas bulan untuk mendapatkan donor kornea.
Bisa jadi lebih cepat, bisa jadi lebih lama dari estimasi.
Tapi dua minggu hidup sendirian dengan keadaan pandangannya bermasalah, Jane sudah merasakan serangan panik berkali-kali, Jane kesulitan tidur saat malam, nafsu makannya menurun, tak mendapat visualisasi dari makanan yang masuk ke dalam mulutnya membuat makanan yang masuk ke dalam mulut Jane jadi terasa hambar dan bertekstur aneh.
Jane tengah berbaring di ranjangnya ketika ia kembali mendengar suara langkah kaki yang sama yang selalu Jane dengar sejak ia pindah ke apartemen kecilnya yang barunya ini dua minggu yang lalu.
Sejenak suara langkah kaki itu berhenti, Jane sempat menarik nafas lega namun jantung Jane kembali berdegup kencang begitu mendengar suara pintu apartemennya yang seolah tengah dibuka dari luar.
"Dalton?" Pekik Jane dengan suara gemetar, sebelumnya Dalton pernah membobol apartemen Jane dengan mudahnya, bisa jadi yang kali ini melakukannya adalah Dalton.
Jane meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas, sedikit meraba sebelum ponsel tersebut berhasil berada dalam genggamannya, Jane berusaha mendial 911 walau memakan waktu dan handphone miliknya itu bersuara setiap kali Jane sentuh, fitur talkbalk yang membantu Jane untuk menggunakan handphonenya karena jarak panjangnya terbatas.
Dengan tangan gemetar Jane mencoba untuk menghubungi 911, namun langkah besar terdengar ke alahnya dan handphone Jane dirampas dari tangan Jane, Jane mengerjapkan matanya untuk melihat siapa yang masuk secara paksa ke dalam apartemennya namun percuma, wajahnya buram, Jane hanya bisa melihat siluetnya yang tinggi dan warna rambutnya yang berwarna hitam, bukan blonde seperti milik Dalton.
Tinggi siluet itu juga setara dengan tinggi Dalton.
Jane mundur, tangannya terkepal siap untuk melawan jika sosok yang berdiri di hadapannya itu sekali lagi menyentuhnya.
"Kau siapa?!" Teriak Jane pada siluet yang berdiri di hadapannya, "Apa yang kau inginkan dariku? Pergi sebelum aku berteriak minta tolong dan penghuni kamar lain akan datang menyeretmu ke kantor polisi."
Alih-alih mendengar jawaban, Jane justru mendengar suara decihan kemudian suara tawa, tawa yang tidak asing, tawa yang dua minggu lalu Jane dengar saat ia bertemu dengan pemilik bangunan dari apartemen yang ia sewa saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHATTERED
RomanceDalton Ludovic Konstantine bertemu kembali dengan cinta pertamanya semasa SMA yaitu Jane Austyn yang sekarang bekerja sebagai petinju dengan nama samaran Rabbit Punch. Dalton dibuat bingung namun juga terpesona untuk ke sekian kalinya oleh Jane saat...