....Udara dingin pagi ini telah menyentuh kulit Alesha. Sebagai Morning People ia pagi-pagi telah beraktivitas. Bersepedah, sejak magang ia sudah jarang menaiki sepedah milik Gio. Stevan, ayahnya pernah menawari kepada Alesha agar membeli sepedah baru, karena Gio sering menggunakan mobilnya. Tetapi Alesha menolak, lagipula orang rumah jarang menggunakan sepedah dan jumlah sepedah di rumah Hoesen ada 4.
Siang ini ia akan mengikuti Emma dan Marvin yang akan melakukan kontrol cederanya. Semalam, Emma menghubunginya untuk ikut mendampingi Marvin. Karena Emma juga harus menjenguk rekanya. Selagi Emma menjenguk rekanya, Alesha bisa menjadi teman ngobrol untuk Marvin saat di rumah sakit. Makin hari kedekatan antara keluarga Eijden dengan Alesha semakin erat. Emma merasa memiliki anak perempuan dengan adanya kehadiran Alesha yang memang dikenalnya sejak kecil.
Meskipun hari ini Alesha libur magang, tapi tidak dengan keluarganya yang masih juga sibuk dengan urusan masing-masing. Rumahnya sepi, hanya ada dia sendiri.
MARVIN
You're coming, right?
Ya.
Okay
Pesan singkat yang terkesan tidak jelas dari Marvin tetap saja Alesha jawab, retoris. Ia sudah siap, menggunakan jeans hitan dengan sweater warna cream serta sepatu sneaker putih. Tak lupa dengan rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai indah.
Alesha melangkahkan kakinya menuju kediaman Eijden. Disana ia melihat Marvin yang sedang dibantu memasuki mobil oleh ibunya. Mereka akan berangkat pukul 09.30, sedangkan jadwal kontrol Marvin pukul 10.15.
"Goedemorgen, Mom." (Selamat Pagi) Sapa Alesha dengan senyum indahnya dengan dua lesung pipi yang terlihat.
Emma menoleh ke arah Alesha berada, "Ook goedemorgen. Kom Alesha binnen." (Selamat pagi juga, masuklah Alesha)
Alesha belajar sangat keras agar dapat berbahasa Belanda dengan cepat. Hal ini sebagai salah satu tuntutanya dalam pekerjaan tentunya. Meskipun di bagian kantornya mereka dibebaskan menggunakan bahasa Inggris tapi tetap saja, mereka wajib menguasai bahasa Belanda. Alesha bukanya tidak bisa, hanya saja ia memang perlu mempelajari dan mengingat lagi. Ini tidak akan lama, Alesha yakin itu.
Alesha duduk disamping Emma yang menyetir, sedangkan Marvin dengan muka lempengnya duduk diam di belakang Emma sambil memainkan ponselnya. Emma dengan wajah cerianya membuka topik mengenai pengalaman Alesha selama magang. Alesha menyambut baik, ia bercerita dengan exited. Tanpa diketahui 2 perempuan yang sedang asyik berbincang itu, Marvin yang di belakang beberapa kali mencuri pandang kepada Alesha. Bagaimana ekspresi gadis itu saat cerita sungguh mencuri perhatianya. Rasanya ingin berlama-lama menatapnya, tapi tidak bisa.
Sesampainya di rumah sakit mereka semua berjalan menuju gedung poli ortopedi dan traumatologi. Sebenarnya Marvin sudah mulai mudah dalam berjalan, tidak seperti dulu saat Alesha baru menemui Marvin.
Emma mengurus administrasi terlebih dahulu. Alesha dan Marvin duduk di tempat tunggu. Mata coklat gelap Alesha melihat suasana sekitar untuk menghilangkan rasa canggung. Marvin hanya diam dengan memainkan ponselnya. Argh, Alesha tidak bisa jika hanya berdiam saja.
"Why don't you just invite Laura? If she finds out about this she'll pounce on me, you know!" Ucap Alesha mengingat kelakuan agresif Laura. Entah mengapa Alesha jadi lebih nyaman berbahasa inggris jika berkomunikasi dengan Marvin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Offside Cinta di Negeri Kincir Angin
Teen Fiction"Kalau di duniamu, cinta kita menggambarkan situasi offside, artinya tidak sah." Kisah cinta yang tidak mudah antara Alesha Bianca Hoesen perempuan blasteran Indo-Belanda dengan Marvin Frans Eijden, seorang bintang sepak bola asal Negara Belanda. �...