Gemini as North
Fourth as Night"North, gue mau gugurin anak ini."
North yang tengah menyantap makan malamnya itu hampir sesak nafas karena tersedak, mendengar ujaran spontan lelaki di depannya itu, seluruh persendian North mendadak lesu, "Sejak lo pacaran sama Rome, kenapa lo jadi tolol banget sih?!" North mengumpat. Lelaki tinggi itu berseru, menyatakan tidak setuju kepada Night yang terkesan buru-buru mengmbil keputusan.
Kemudian ia meletakkan sendoknya, menatap Night lurus, "Gue loh ada di sini! Bakal nikahin lo setelah anak kita lahir, dia nggak bakal kekurangan, ada gue, Night!"
Night menggeleng, "Gue beneran udah nggak sanggup, North! Lo liat aja orang tua gue yang nendang gue gitu aja! Gue anak mereka! Tapi bisa-bisanya mereka milih belain Rome dan nendang anaknya sendiri!" Seru Night, "Gue korban di sini! Tapi gue yang paling sengsara! Sedangkan Rome bisa semakin bebas! Kenapa?!"
Tangis itu kembali pecah, setelah hampir tujuh bulan berlalu, Night mengadu kepada orang tuanya bahwa ia dianiaya sampai hamil, tetapi orang tuanya justru menyalahkan Night sendiri dan membuangnya, Night benar-benar hancur. Hanya North tumpuannya saat ini, bahkan kini ia tinggal di indekos North.
Kandungan Night sudah lebih dari tujuh bulan, bukannya Night semakin tenang dan fokus menyambut kelahiran anaknya, Night justru semakin stress karena mengingat kembali kenangan buruknya sampai hadirlah si jabang bayi. Sosok di dalam perutnya yang akan lahir nanti, akan Night ingat selalu sebagai tanda kebodohan dirinya sendiri.
Night menangis lagi, "Gue beneran nggak kuat, North! Dia darah dagingnya Rome yang udah perkosa gue! Gue nggak mau!" Seru Night sambil tersedu-sedu, dan kemudian melampiaskan kemarahannya dengan memukuli perutnya yang membuncit itu.
"Mati! Mati aja lo! Jangan siksa gue kayak gini! Mati lo! Atau lo bunuh gue aja! Cepet! Bayi sialan! Akh!" Seru Night berkali-kali, memukuli dengan sekuat tenaga perutnya sendiri, frustasi dan depresi menghadapi semuanya meskipun North ada di sisinya.
North yang melihat hal tersebut tak bisa diam saja, ia mengambil tindakan dengan menahan kedua tangan Night di udara, mencegah Night menyakiti dirinya sendiri, "Night! Udah gila lo?! Dia nggak salah apa-apa!"
Keduanya terdiam, saling berhadapan menatap satu sama lain, dengan kondisi Night yang tidak baik-baik saja.
Tapi tiba-tiba Night meringis, "North, perut gue sakit!" Keluh Night seiringan kepalan tangan Night menguat, "Gue udah nggak kuat lagi."
***
Sirine ambulan itu mulai terdengar sepuluh menit semenjak North menekan dial darurat, menandakan bantuan telah datang demi menyelamatkan Night dan bayinya. Seketika indekos North diserbu para tetangga, mulai dari tetangga kamar hingga tetangga indekos para warga lokal. Mereka penasaran apa yang telah terjadi.
Namun North tidak peduli, ia terus fokus kepada Night yang tak sadarkan diri ketika paramedis membawa Night masuk ke dalam mobil.
Di dalam ambulan, North duduk di pojok terbelakang mobil, tangannya yang berlumuran darah Night itu berdoa, berharap Tuhan menyelamatkan Night dan bayi yang dikandungnya. Berharap agar monitor kehidupan itu terus menunjukkan hasil baik, berharap Night dan bayinya tidak bermasalah.
"North.."
Ketika Night membuka matanya dan memanggil North, paramedis berhenti melakukan tindakan penyelamatan, dan North pun segera mendekat dan menggenggam tangan Night, "Gue di sini."
Night mengangguk lemah, seraya tersenyum di balik alat bantu nafas yang terpasang di wajahnya. Lelaki itu membawa tangan North ke perutnya, "Say goodbye lo sama anak gue, makasih ya udah jagain kita, padahal bapaknya aja nggak tau kemana," Ujar Night lemah yang disambut gelengan keras oleh North.
"Gak! Kalian harus selamat! Gue sayang sama kalian! Kalo kalian pergi, gue sama siapa?" North meraung, tidak ingin kehilangan sang sahabat yang ia cintai, padahal tinggal selangkah lagi untuk Night menjadi miliknya.
Tangan Night yang lainnya ikut menggenggam tangan North, keduanya saling menggenggam, "Gue sama anak gue bakalan terus sakit kalo tinggal lebih lama, izinin kita berdua bahagia di surga, ya?"
North terdiam, sorot matanya mengatakan jelas jika ia tidak ingin kehilangan sahabatnya. Namun di sisi lain, disaat Night mengatakan dirinya kesakitan, North tidak bisa berbuat apa-apa. North menatap Night dalam-dalam, memohon kepada sang sahabat.
"Night, gue pengen lo denger ini. Gue suka dan cinta sama lo, gue sayang sama lo, apa lo nggak bisa bertahan buat gue?" North memelas, "Gue janji bakalan lindungi kalian dari Rome, keluarga lo, semuanya! Ya?"
Lagi-lagi Night tersenyum lemah, "Gue tau, terima kasih udah sayang sama gue. Tapi gue udah nggak kuat lagi, tolong ikhlasin gue, ya?"
Lelaki tinggi itu terdiam, melihat keadaan Night yang tidak baik-baik saja itu membuatnya sedikit teriris, namun dirinya juga tidak sanggup jika harus hidup tanpa Night. North menjadi bimbang, antara membiarkan Night pergi dan dirinya hancur, atau membuat Night kesakitan lebih lama dengan menahan lelaki itu tetap berada bersamanya.
Namun tiba-tiba bahu North di tepuk pelan, "Rumah sakit udah tinggal beberapa meter lagi, ayo ambil keputusan, nak!" Tutur sang paramedis.
"Night..." North menahan nafasnya, menggenggam Night semakin kuat, "Gue ikhlasin lo pergi, setelah ini lo akhirnya bahagia, kan?" Kemudian North mengecup perut buncit Night dan terakhir kening Night, dikecupnya lama sang sahabat sambil ia mengikhlaskan dalam hati, Night nya tengah beranjak pergi meninggalkannya.
Monitor kehidupan berbunyi panjang, suara sirine ambulan berubah, pasien menghembuskan nafas terakhirnya dengan senyum damai di dalam pelukan sang sahabat yang ia cintai.
North mulai menangis, meraung, menggoncang tubuh Night berkali-kali, berharap Night membohonginya dan tidak pergi meninggalkannya. Namun semuanya sia-sia, Night tidak merespon sedikitpun panggilan North. Adegan itu terjadi ketika mobil ambulan yang membawa mereka itu tiba di rumah sakit, di saat paramedis lainnya membuka pintu ambulan, hanya ada tubuh Night yang dipeluk North, pasien tidak selamat.
***
Tanahnya masih basah, pun wajah North yang masih dibasahi air mata kesedihannya, kehilangan sahabat kecil yang ia sayangi dan ia cintai itu begitu berat. Sejak beberapa jam yang lalu, North terduduk sendirian di samping pusara, mengabaikan orang-orang yang telah pergi setelah mendoakan Night agar tenang di sana.
North memeluk foto Night erat, seakan foto tersebut adalah Night yang sebenarnya. Karena Night di dalam foto tersebut nampak sangat ceria, itu foto kelulusannya beberapa bulan yang lalu. Night berhasil diwisuda meski tanpa didampingi orang tuanya, hanya ada orang tua North yang mendampingi.
Night adalah pribadi yang ceria, penyemangat hidup North ketika ia sendirian tak punya saudara. Kini Night nya sudah pergi, pada siapa North bersandar?
"Makasih banyak North, udah nolongin gue disaat keluarga dan pacar gue malah buang gue gitu aja. Gue juga sayang sama lo. Jangan khawatir, gue sama anak gue bahagia di sini, lo juga ya!"
Angin yang berhembus kencang itu menerpa wajah North tiba-tiba, Night baru benar-benar pergi saat itu, dengan perasaan damai sambil juga menimang anaknya, pergi melanjutkan kehidupan di alam sana.
Sedangkan North, semakin tersedu ketika menyadari angin tersebut adalah tanda Night benar-benar telah pergi meninggalkannya.
Selesai! Vee nangis beneran waktu nulis bagian penutupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gado-gado (GeminiFourth Oneshoots)
FanfictionBerisi kumpulan cerita-cerita pendek Gemini dan Fourth beserta kawan-kawannya yang gado-gado banget. Selain GeminiFourth, bakal ada TinnGun, HeartLiMing, sama NorthNight juga deh biar seru! Yang seneng-seneng, happy-happy, yang bikin ketawa ngakak...