Aku tidak paham, mengapa Boboiboy memutuskan untuk berpecah, padahal di situasi ini, akan lebih mudah jadinya kalau dia tak membelah diri.
Tak tanggung-tanggung, satu suamiku bertambah jadi tujuh jumlahnya. Dalam keadaan biasa, kalau dia iseng, okelah, aku masih mengerti kenapa dia senang berpecah di luar misi menyelamatkan galaksi. Tapi sekarang, aku rasa, waktunya tidak tepat.
Karena Boboiboy sedang sakit. Bukan sakit parah. Hanya demam. Hidungnya mampet. Mereka bertujuh mengalami kenaikan suhu tubuh dan pilek sejak tadi malam. Bahkan Ice, seseorang yang seharusnya tidak bisa kedinginan, malah mengeluh menggigil kedinginan—dia panas dingin.
"Pekerjaanmu yang di TAPOPS itu sepertinya berat sekali," Kataku. Ya. Aku menyindir pekerjaannya di TAPOPS. Mereka menggaji Boboiboy dengan layak, tapi risiko dan beban kerjanya banyak. Akhir-akhir ini, Boboiboy memang diberangkatkan ke misi lebih banyak dari minggu-minggu sebelumnya. Boboiboy selalu pulang dengan peluh, lapar, dan dia sering membawa pulang keluhan.
Pekerjaannya sebagai superhero TAPOPS, merupakan pekerjaan musiman. Sebetulnya itu hanya dilakoninya kalau ada misi saja. Tapi gara-gara pencurian power sphera lagi ngetren, Boboiboy kerepotan. Dan selain menjadi superhero, Boboiboy juga bekerja di bumi, selayaknya manusia pada umumnya; tidak, pekerjaannya di bumi tidak begitu sulit, itu hanya tipe pekerjaan yang mengharuskannya duduk, ongkang-ongkang kaki, makan siang di kantor, dan pulang tanpa beban, jadi aku yakin, dia tidak sakit karena setiap hari pergi ke kantor.
Aku mengelus rambutnya Boboiboy rasa strawberry. Dia setengah tertidur.
"Jadi, menurutku," Kataku. "Kamu libur saja dulu."
Mereka tidur seperti pindang tongkol. Berdempet-dempetan, dan saling menumpuk. Meski kami sudah menyatukan dua kasur ukuran king size—berjaga untuk kepentingan pribadi—tapi para bayi ini tetaplah perlu berdesakan.
Tangan Boboiboy rasa strawberry meraba-raba udara, dan aku menangkapnya. Blaze ialah salah satu elemen, yang kalau dia terserang sakit, dia akan berubah jadi sangat ingin diperhatikan.
"(Nama)," Di sebelahnya Blaze, terbaringlah Boboiboy rasa blueberry tanpa daya. Dia tidur menyamping. Kantung mata tebalnya terlihat lebih hitam dari tadi malam. Hidungnya merah. Mata sayunya menatapku tanpa ekspresi.
Gejala cemburu.
Aku segera menangkap tangannya si pangeran Puak Es juga. Meski aku perlu menggeser tubuhku, dan aku tahu pose ini akan pegal.
Setelah aku memegangi tangan Ice, dia baru menutup mata, mencoba mengistirahatkan diri.
Tanpa aku sadari, aku merasakan sesuatu yang menggeliat di balik punggungku. Aku memang sedang memakai piyama berbahan satin, dan karena ACnya dingin, aku menyelimuti tubuhku dengan selimut dari bedcover. Gerakannya tidak lama. Hanya sedikit hentakan kecil, dan disertai oleh rangsangan geli karena sesuatu sepertinya melilit pinggangku.
Selimutnya tebal, dan mengembang. Warnanya abu-abu polos. Aku memergoki ada gerakan-gerakan janggal dari selimut yang melapisi area belakang punggungku. Aku hampir lupa, aku juga menyimpan satu bayi di dalam situ. Dia tidur pulas. Dia tidak mau keluar dari selimutnya. Dia menumpang mencari kehangatan di punggungku sambil bersembunyi di dalam selimutnya.
Kedua tangan Taufan mengeratkan pegangannya pada perutku.
Dari luar, aku seperti wanita berpakaian piyama warna putih, yang memakai selimut di pagi hari, dan berpunuk bak unta—itu karena Taufan menempel di tubuhku, dan enggan melepaskan aku sama sekali. Bayi ini sudah seperti benalu. Dia merekat erat di tubuhku, tidak mau diusir, dan dia mencuri suhu tubuhku, dan berpotensi menularkan flu Rimbaranya padaku.