Yogyakarta dilanda hujan deras tepat pada jam dua siang. Arum masih berada di dalam toko, mengikat beberapa bunga Daisy sambil menikmati suara air yang gemericik. Bau khas tanah basah memanjakan hidungnya.
Hujan yang membuat Arum merindukan kampung halamannya. Hujan yang mengingatkannya pada suasana syahdu pedesaan, teh hangat, selimut merah jambu bermotif bunga-bunga di kamarnya, suara radio di ruang tamu, juga tanah di depan halaman rumahnya yang basah akibat hujan. Ia merindukan semua itu.
Terkadang, ia ingin pulang ke tempat kelahirannya. Kembali melihat Lasmi yang pasti—pada siang ini—sedang memasak, atau sedang menyetrika baju. Tapi, apakah Cirebon juga dilanda hujan?
Saat sedang asik merenung, Arum dikejutkan dengan suara lonceng kecil di atas pintu yang berbunyi. Tanda bahwa ada seseorang yang masuk ke dalam toko. Arum tidak terlalu peduli, sebab di dekat pintu, sudah ada Marisa yang siap menyambut pelanggan.
Gadis itu kembali pada lamunannya.
Kota tempat lahirnya jauh lebih menyenangkan dibanding dengan kota ini. Bukan, bukan berarti kota ini tidak ramah. Tetapi, ah, ayolah, Arum cuma sedang dilanda rindu. Paham kah kalian tentang rindu? Ketika yang dipikirkan pagi, siang, sore dan malam hanya hal yang sama saja, besoknya tetap begitu sampai nanti rindu itu akan menghilang dengan sendirinya.
Hujan di kota ini, nyatanya mengantarkan Arum kepada rindu. Rindu kepada tanah kelahirannya, rindu kepada rumah sederhananya, rindu kepada Lasmi dan mendiang ayahnya.
"Rum, jangan melamun terus." Seorang wanita berumur sekitar empat puluh delapan tahun menegurnya. Alin namanya. Seorang 'tangan kanan' toko yang begitu ramah nan baik hati.
Arum terkesiap. Dia mengusap wajah kasar. Sudah berapa jam ia melamun?
"Kau buatkan coklat panas dulu untuk mas Samudra. Kasihan dia kehujanan." Bisik Alin. Arum mengernyitkan dahi. Samudra? Samudra siapa? Batin Arum bertanya.
Meskipun batinnya bertanya, Arum tetap melaksanakan apa yang di perintahkan oleh Alin.
"Nanti, kau berikan coklat panasnya pada lelaki yang sedang duduk itu." Tangan Alin menunjuk kearah seorang lelaki dengan baju pendek berwarna putih yang sedang duduk di kursi dekat pintu masuk.
Arum mengangguk kecil.
Agak menyebalkan sekali manusia bernama Samudra itu. Masuk ke dalam toko bunga lalu duduk, dan kini meminta untuk dibuatkan coklat panas. Memangnya ini restoran?
***
Kesalahan Arga Seto hari ini adalah: tidak mengajak Rona ke Yogyakarta.
Saat ia menelepon Rona dan memberitahu bahwa dirinya berada di Yogyakarta, anak berumur delapan tahun itu menangis lalu merajuk. Terang-terangan saat berbicara lewat telepon, Rona mengatakan tidak mau membukakan pintu rumah apabila Arga Seto tidak membawakan boneka kucing untuknya.
Anak itu memang begitu manja.
Niat awal Arga Seto kesini sebenarnya untuk mencari keberadaan salah satu sanak saudara Aryo. Seingat Arga Seto, dulu, ketika masih duduk di bangku SD, Aryo memang pernah mengatakan bahwa dia memiliki seorang paman yang tinggal di Yogyakarta. Arga Seto juga ingat dimana alamat paman Aryo tersebut.
Rupanya, hujan lebih dahulu datang di kota ini. Mau tidak mau, Arga Seto harus berteduh lebih dulu di toko bunga milik ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]
RomanceBagi Mahajana, Arum adalah salah satu mimpi yang harus ia wujudkan. Arum, dan Arum. Tetap dan selalu Arum. "Arum, panjang umur selalu. Sebab salah satu mimpiku ada pada dirimu." ©Rahmaayusalsabilla Publish, 08 Januari 2024.