Di sudut jendala kayu kamar seorang anak sedang melihat hamparan sawah membentang luas sejauh mata memandang di belakang rumahnya. Dengan matahari yang terbit hingga menerangi seluruh bagian wajah Uma. Terlihat pula beberapa tas kain dan rantang terjejer rapi di dekat pintu kamar itu. Pagi itu merupakan hari perpisahan uma dengan kamar berserta isinya, terutama orang tuanya. Uma terlihat termenung sambil meletakkan dagunya di papan kayu yang mulai lapuk di makan rayap. Ia sangat tidak mempercayai bahwa seorang anak yang terlahir dari keluarga sederhana mampu menjadi mahasiswa. Perasaan sedih dan bahagia sangat terasa terlihat di raut wajah uma pagi itu. Tak disadari ia bermenung dari subuh hingga terbit matahari, uma bergegas memanggil apak untuk segera mengantarkan ia di dekat simpang tugu. Karena di simpang itu lah ia akan menaiki sebuah bus untuk menuju kota Jakarta. Sebelum uma pergi dengan apak ke simpang tugu ia berpamitan dengan amak agar mendapatkan restu selama perjalananya. Amak yang sangat sedih dengan mata yang berbinar-binar menahan kesedihan agar anaknya tidak berat hati meninggalkannya.
"elok-elok diratau urang yo nak" amak berpesan sambil memeluk uma.
"iyo mak" cakap uma sambil memeluk kembali amak sambil menahan air mata.
Setelah mereka mengucapkan perpisahan,uma segara menaiki motor dan apak mengengkol motor bututnya dengan penuh tenaga hingga kenalpot motor itu mengeluarkan asap. Walaupun motor itu sangat butut tetapi bagi keluarga Uma motor itulah yang menjadi sejarah selama uma mengejar pendidikan dari Tk hingga menjadi mahasiswa pada saat itu. Uma tak pernah sekalipun merasa malu atas kesederhanan yang kelurganya miliki. Ia sangat senang bahwa ia memiliki keluarga yang sangat mendukung apapun yang Uma usahakan di dunia pendidikan. Di sepanjang jalan bersama apak, uma melihat sekeliling jalan sempit berbatuan yang hanya bisa di lewati dua motor. Apak yang memiliki kekurangan tidak bisa berbicara atau tuna wicara sedang fokus mengendarai motor dijalan yang sempit itu. Tak bosan dengan kanan kiri terbentang sawah yang menyejukkan mata dan udara desa yang sejuk uma hirup sebelum ia merasakan udara kota yang berpolusi.
Hingga tibanya mereka di simpang tugu itu terlihat sebuah bus yang panjang berwarna merah sedang ramai orang-orang naiki. Uma segera berpamitan dengan apak dengan mencium tangan apak. Dengan rasa sedih, apak mengelus bagian kepala Uma ungkapan kasih sayang apak kepada Uma. Walaupun apak tidak dapat mengungkapkan isi hati melalui kata-kata, namun apak selalu berusaha membuat Uma mengerti bahwa apak sangat menyayangi Uma.
Belum sampai 1 menit uma berpamitan dengan apak kernet supir itu berteriak sangat kencang
"Anak muda yang disana.....,ayo segera naik kau mau aku tinggal?'
Mendengarkan perkataan kernet itu Uma hanya melambaikan tangan ke arah apak sambil berjalan menuju ke arah pintu masuk bus. Baru saja melangkahkan kaki kanan ke atas bus hati uma langsung merasa kesedihan yang mendalam. Jantungnya berdebar dari pada biasanya,matanya yang tak kuasa menahan derai air mata yang ingin membahasahi pipinya. Saat ia masuk kedalam bus, terlihat banyak penumpang di bagian depan hingga blakang. Terlihat hanya dua kursi yang tersisa di bus itu, yang satu di dekat jendela dan yang satu di pinggir. Karena uma ingin melihat apak kembali saat bus mulai jalan, ia memilih duduk di dekat jendela. Lalu uma membuka jendela sambil berderai air mata. Terlihat apak yang melihat ke arah bus menunggu uma sampai tak terlihat dari matanya lagi.
"pakk Uma di duduk disini" sambil melambaikan tangan di luar jendela bus
Apak hanya tersenyum pada saat itu, dan aku pun tak tahu apa yang di rasakan apak juga pada saat itu. Dia terlihat sangat tegar dan kuat dibalik perpisahan ini. Di saat uma menghampus air mata yang ada di pipinya tibalah seorang wanita berambus pendek dengan pakaian serba mini. Uma sangat terkejut atas kehadirannya. Tentunya dia anak bapak kepala desa dikampung uma. Tak beberapa lama kemudian bus mulai berjalan lurus, Uma tetap melambaikan tangan ke apak hingga apak dan sepeda motor butut itu semakin mengecil dan terus mengecil. Tampak semakin jauh apak di mata uma,hingga akhirnya uma menutup jendelanya dan melihat orang di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keadilan Rakyat
Short Storyseorang anak perempuan yang penuh dengan harapan besar pergi dari desa tempat ia tinggal untuk pergi ke kota untuk mengurus lebih lanjut pendidikannya, namun harapan itu pupus akibat negaranya sendiri yang menyulitkan anak bangsa untuk meraih dan...