00. Prolog

11 0 0
                                    

Kehidupan itu benar-benar sebagai sebuah misteri yang kita tidak akan pernah tau bagaimana 5 detik berikutnya, kejutan apa yang akan diberi semesta kepada kita pun tidak tahu. Bahkan tidak jarang kadang berfikir perjanjian apa yang sudah dibuat dengan tuhan, sampai akhirnya harus terlahir di dunia dan menjalani setiap apa yang menjadi takdir sebagai manusia. Yang mana menjadi manusia yang penuh dengan ketidakpastian, yang kadang di lambungkan tinggi lalu di jatuhkan kembali.

Kadang diberikan suasana ramai, bahkan kadang pun sendiri. Satu yang harus disadari oleh kita sebagai manusia, adalah sebanyak apapun manusia disekitar kita pada akhirnya sepi sendiri itu adalah pasti. Seperti yang dialami oleh Kaiya Maheera seorang anak perempuan yang dipaksa semesta untuk tegap dan menghadapi banyak hal sendiri, gadis berumur 25 tahun yang sudah kehilangan arahnya, orang tua yang keduanya sudah dipanggil dan dipangku sang maha kuasa. Kaiya yang semua hal harus ia pikir sendiri, perasaan yang harus ia pendam sendiri. Jika dipikir bagaimana hidup tanpa orang tua, yang jelas jawabannya adalah gelap, tersesat dan tak tau arah.

Kaiya hanya mampu terpaku melihat gundukan tanah baru disamping gundukan tanah yang lain yang terlihat sudah ditumbuhi rumput hijau yang sepertinya sudah ada terlebih dulu disana. Ia sudah biasa sendiri, tapi tidak pernah terbayang jika ia benar-benar sendiri setelah ini, tanpa ada suara ibunya yang ia usahakan banyak hal. yang ia usahakan mimpinya. Kaiya hanya mampu terdiam tanpa sepatah kata. Yang ada di benaknya adalah bagaimana hari-harinya setelah ini. Tanpa telvon ibunya, tanpa makanan masakan ibunya.

"Selelah itukah bu menemani Kai berjalan, sampai ibu memilih untuk berhenti dan berisitirahat?" Tanyanya lirih pada gundukan tanah itu. Air matanya seakan sudah tak mampu untuk mengalir kembali sekarang.

"Serindu itu ibu ke ayah ya.. Kai sendirian bu." Kaiya menarik nafasnya berat dan dalam. "siapa yang akan mengajari kai ilmu ikhlas Bu.." Lirihnya lagi.

Suasana sekitar tempatnya berdiri saat ini semakin menggelap karna mendung, mungkin semesta mengerti perasaan kaiya yang sedang sedih-- ralat bukan sedih tetapi sedang hancur lebur sejak saat dokter menyatakan bahwa Ibunya sudah tidak bernapas malam kemarin. Kaiya meraung dan berusaha membangunkan ibunya, tapi usahanya sia-sia, ibunya tidak lagi bangun hanya menutup mata saja. Ibunya benar-benar lelah. itu benaknya. Mungkin lelah melihat anak yang di usahakan banyak hal ini banyak gagalnya, melihat anak perempuan yang katanya sangat di banggakan ini, sepatutnya tidak di banggakan.

Setelah ini tuhan akan uji apa lagi, ujian kaiya saat ini benar-benar sudah berada di puncak, yaitu kehilangan dan kesepian adalah hal yang sangat ia takutkan, hal yang sangat ia ingin skip dalam hidupnya. Namun ia di hadapkan dengan kehilangan lagi.

"Bu, Kai gak sanggup.. Kai sendiri, Kai kesepian, Kai Pulang kemana Bu setelah ini??" Tanya Kaiya lagi di tengah kacaunya pikirannnya. Bahunya mulai bergetar diikuti dengan air mata yang perlahan mulai membasahi pipinya lagi, entah ini air mata keberapa yang sudah ia keluarkan sejak kemarin. Yang jelas ia hanya ingin ibu hebatnya kembali bukan seperti ini. Kaiya jatuh bersimpuh di sebelah pusara ibunya, ia menangis sejadi-jadinya lebih dari yang kemarin dan tadi. Ia ingin mengungkapkan rasa hancur dan sakitnya saat ini juga. Kaiya berfikir bahwa ia ingin menuntaskan perasaannya saat ini, besok ia ingin bangkit dan kembali mejadi Kaiya seperti biasanya. Tangguh dan tak bisa di kalahkan.

***

Waktu sudah menunjukkan waktu 17.18, dan ia baru saja kembali dari makam ibu dan ayahnya dengan langkah gontai ia masuk ke dalam rumah yang tidak terlalu besar yang dulu sangat hangat saat ada ayah dan ibunya masih hidup. Saat ini hanya sepi dan dingin, tanpa sapaan dari dua manusia yang sangat ia sayangi itu. Kaiya memperhatikan setiap sudut rumah itu, sofa, tv, karpet meja dan semua hal yang ada di sana adalah kenangan yang tidak akan pernah ia dapatkan lagi sekarang.

"Jangan merasa paling kehilangan Kai, semuanya kehilangan ibu bukan hanya kamu.." Suara itu memecah memori Kaiya yang merekam banyak momen yang pernah terjadi, dan memaksa untuk menoleh kearah sumber suara.

"Maksud mbak apa??" Tanya Kaiya yang berusaha tenang.

"Sudah jelas Kai yang mbak maksud, jangan sok paling kehilangan Ibu.. yang jelas-jelas ibu pergi gara-gara kamu.." Ucap seorang yang Kaiya palinggil Mbak itu.

Kaiya mengepalkan erat tangannya menahan semua emosi yang ada dalam dirinya. "Kematian adalah suatu takdir yang tidak bisa di tolak mbak, bagian mana dari diri ku yang menyebabkan ibu pergi?" Tanya Kaiya

"Banyak kai, kamu yang sudah berpendidikan tinggi tapi tidak jadi apa-apa, dan kamu yang selalu membuat ibu selalu berfikir tentang kamu" Jawabnya

"Apakah mbak Kanaya sudah menjadi apa-apa?? apakah mbak kanaya merasa bahwa mbak sudah sangat membahagiakan ibu? jangan selalu menyalahkan orang lain mbak, kalau diri mbak sendiri banyak salah.. bahkan aku berdiri di depan mbak kanaya ini dengan kaki ku sendiri tanpa harus di topang oleh ibu atau ayah untuk hidup." Ucap Kaiya dengan berani mampu membungkam Kanaya kakak perempuannya. Dalam batin Kaiya hanya mampu menahan semua emosinya, agar peredebatan segera seleai ia benar-benar lelah hari ini untuk mencerna semua hal yang datang di hidupnya. Kaiya meninggalkan Kanaya begitu saja karna dia merasa bahwa jika ia terus disana akan terjadi perdebatan yang semakin panjang. Kaiya mengakhiri semua hal yang terjadi hari ini begitu saja, dan selalu itu yang terjadi padanya hanya itu yang selalu akan terjadi, karena sejak kecil walaupun ayah dan ibunnya adalah orang yang selalu terbuka tapi tidak untuk kaiya yang dapat membagi semuanya kepada orang tua atau sauudaranya. karena menurut kaiya jika ia berbagi cerita akan semakin membuat beban kepada orang-orang sekitarnya.

Karna beberapa kali ia mencoba meneluarkan perasaannya yang ada hanya mendapatkan hal yang tidak sesuai dengan ekspektasinya, bukan ke ayah atau ibunya tetapi ia berbagi kepada sesama yang memiliki peran sebagai anak di rumah itu yang justru membuatnya beradu nasib, yang awalnya ingin tenang semakin menjadi beban.

Kaiya memasuki kamarnya yang hening, kemudian tanpa membersihkan diri rasanya ia snaat lelah dan lemas hari ini, yang akhirnya ia merebahkan diri dengan pakaian yang sejak pagi ia pakai, dengan deraian air mata ia memejamkan matanya, dan ia berharap bahwa segala yang terjadi dalam dirinya hanya sebagai bentuk mimpi buruk esok saat ia bangun kembali seperti kemarin dan semua baik-baik saja.

Kehancuran perasaan seseorang tidak pernah ada yang tahu seberapa banyaknya, karna apa yang terlihat akan selalu hal yang harus di perlihatkan bukan yang ada dibalik yang terlihat. Perasaan adalah misteri yang nyata hanya penghakiman orang terhadap apa yang mereka lihat, dengan mengabaikan berbagai perasaan seseorang.

To be continuee..

see youu next part..


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BERTARUH  (NCT 127X OC)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang