45. Sandiwara (Eli)

793 118 17
                                    

~ ~

Seorang gadis terbangun dari tidur nyenyaknya di pagi hari. Ia melirikkan matanya ke arah jam kecil yang ada di meja tempat tidurnya.

Pukul 05.45.

Ternyata ia bangun 15 menit lebih awal dari biasanya. Gadis bernama Helisma atau biasa dipanggil Eli itu mendudukkan dirinya di tepi ranjang lalu merenggangkan otot-ototnya yang terasa lebih segar dibanding kemarin malam. Bekerja paruh waktu memang cukup menguras tenaganya. Apalagi ia harus mengatur waktunya dengan jadwal kuliah yang padat.

Selesai melakukan peregangan, Eli melirik ke arah ponselnya yang tergeletak di atas kasur. Gadis itu menghela nafas. Sudah dua hari ini ia tidak kunjung mendapat kabar dari seorang Gita, temannya sejak kecil sekaligus seseorang yang ia sukai. Dimana? Kapan? Sedang apa? Eli bahkan sudah lelah selalu menanyakan hal tersebut kepadanya. Ia juga lelah, selama ini selalu menjalani hubungan tanpa status yang jelas dengan Gita. Gita selalu dekat dengannya, namun di sisi lain juga terasa sangat jauh darinya.

Eli berpikir mungkin Gita memang tidak pernah menaruh hati padanya.

Haahhhhhhhh.........

Dengan helaan nafas panjang, Eli bangkit dari kasurnya dan berjalan menuju ke arah dapur.

"Hmm... Makan apa ya pagi ini?" Gumamnya sambil menguncir kuda rambut panjangnya.

Ia terus melangkahkan kakinya semakin dekat ke dapur. Tepat sebelum memasuki area dapur, gadis itu mengernyit heran. Pasalnya ia mencium aroma harum sebuah makanan yang tengah dimasak. Aroma dari masakan kesukaannya dan juga ia tau siapa yang sedang memasak makanan itu.

"Pagi, El." Sapa seseorang yang tengah asik memasak itu tanpa menoleh. Ia sepertinya mengetahui kedatangan Eli, meskipun gadis itu tidak mengeluarkan suara apapun.

"Pagi juga, Gita." Jawab Eli sambil tersenyum. Ia kemudian menarik salah satu kursi di meja makan lalu duduk di atasnya dengan tenang. Memandang penuh arti ke arah Gita yang entah datang darimana. Gita tampak masih sibuk memasak sesuatu, terlihat dari tangannya yang sibuk mengaduk wajan penggorengan dengan spatula.

"Kita menikah besok."

"Ha-?!"

Gita berbalik dengan dua piring berisi sarapan. Ia tersenyum lembut sambil menatap Eli.

"Kita perjelas status ini."

"E-eh, G-Git... A-aku...." Eli berbicara dengan terbata-bata. Wajahnya merona dan tampak sangat gugup sekali.

"Pfffttttt... Hahahaha... Wajahmu lucu sekali hahaha...."

Dalam sepersekian detik semua perasaan bahagianya lenyap begitu saja. Eli sadar dirinya pasti bertampang bodoh sekali. Sekali lagi ia terjebak dalam permainan bodoh seorang Gita. Lagi dan lagi Gita berhasil mempermainkannya dengan sesuatu yang menyakitkan seperti ini.

Kenapa tuhan? Kenapa ia bisa semudah ini terjebak? Apa itu karena ia baru bangun tidur? Karena nyawanya masih belum terkumpul? Tidak, Eli tau pasti apa penyebabnya.

Itu karena ia selalu berharap Gita memiliki perasaan yang sama dengan yang dirasakannya.

"Pfftt hahahaha.... Harusnya kau lihat wajahmu tadi, El."

"Itu tidak lucu."

"Hey, kau marah?"

"........"

"Oke, oke maaf. Aku baru saja menonton sebuah potongan video di tiktok. Ada scene seperti yang kuperagakan tadi. Dan... Aku tidak menyangka kau akan percaya... Kau mudah sekali ditipu, tau..."

Lagi-lagi hanya sebuah sandiwara?

Eli pernah mendapatkan pengalaman yang sama dua Minggu lalu. Hari itu, Gita memberinya sebuah mawar dan meminta ia untuk menjadi kekasihnya. Tentu saja ia senang. Namun, Gita malah mengambil kembali bunga itu dan mengembalikannya ke Oniel yang rencananya ingin menembak Indah saat itu. Gita meminjam bunga itu hanya untuk mengerjainya!

Benar-benar bodoh! Dan harusnya Eli mulai sadar siapa disini yang lebih pantas disemati kata bodoh tersebut.

"El?"

"Aku mandi dulu."

"H-hey, El...."

Eli mengabaikan panggilan Gita. Ia menyeka air matanya sambil setengah berlari ke arah kamar mandi. Ia membasuh wajahnya beberapa kali dengan gemetar. Ia benar-benar muak dengan Gita. Demi apapun, ia benar-benar muak dengan perasaannya sendiri. Ia berjanji akan menghapus perasaan sialannya ini. Terlalu menyakitkan baginya.

Dari awal Gita memang hanyalah harapan semu baginya.

.
.
.

Setelah beberapa menit berlalu, Eli keluar dari kamarnya lengkap dengan pakaian rapinya. Ia melirik ke arah meja makan dan melihat Gita tengah menelungkupkan kepalanya di atas meja. Ia menunduk dalam lipatan lengannya. Sesuguh makanan tampak siap diatas meja, minta untuk disantap. Namun, Eli tidak merasa lapar apalagi berselera. Ia justru ingin muntah menatap makanan yang semula menjadi kesukaannya itu.

"El....."

Eli meletakkan gelas air minumnya lalu melirik malas ke arah Gita lewat ekor matanya.

"Apa?"

"Aku minta maaf soal tadi."

"Hm.. aku berangkat." Jawabnya singkat.

Gita ingin berbicara kembali namun ia urungkan ketika ia melihat Eli yang tampak sekali enggan berinteraksi dengannya. Jangankan berbicara, menatapnya saja tampak begitu enggan di mata Eli. Ia merasa semakin bersalah. Dengan sayu, Gita hanya diam mengamati gerak lincah Eli yang tampak terburu-buru mencari sesuatu.

"Kau mencari apa?"

"Bukan urusanmu, tidak perlu ikut campur. Aku muak melihat keberadaanmu." Balas Eli dengan datar namun sukses menembus relung hati Gita.

"Maaf....." Gumam Gita sambil menatap kepergian Eli. Sepersekian detik, gadis itu sudah menghilang dari balik pintu. Gita hanya berdiri diam dengan hampa.

Drrtttttt drrtttttt drrtttttt

Bunyi ponsel memecah lamunannya. Gita mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Sebuah panggilan masuk. Ia menghela nafas dengan berat.

Tut...

'Gimana hasilnya?' Tanya seseorang dari seberang sana.

"Lagi-lagi aku membuatnya seolah sedang bersandiwara......"

'hahhhh... Nyerah aja deh Git. Eli pasti membencimu.'

.
.
.

~ Sandiwara ~
.
.
.


Ada batasan dimana kau harus berhenti bersandiwara, Gita 🙂

Jangan lupa vote ya babi 🐷

Adiosss

© MgldnMn

Gita & Cerita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang