Sesi pemotretan telah berakhir beberapa jam lalu, tapi para murid sepakat untuk tetap berada di sini sampai malam hari. Banyak hal dilakukan, mulai dari berjalan-jalan, berburu kuliner, shopping baju dan segala pernak-pernik khas pinggiran laut bahkan ada juga yang berenang—niat sekali membawa baju ganti dari rumah. Ini sungguhan pemotretan berkedok liburan.
Malam hari akan segera tiba, tapi seseorang disana dengan pemikiran gilanya masih saja berenang tanpa peduli situasi. Itu Revan, yang disaat orang lain keluar dari air dirinya malah baru menceburkan diri.
Pria itu tersenyum ketika satu entitas berdiri memperhatikan tak jauh dari tempatnya. Berjalan menghampiri temannya itu, Revan semakin melebarkan senyum. Dirinya lantas duduk di atas pasir pantai yang halus dan sedikit hangat, menepuk tempat kosong di sebelahnya agar si teman ikutan duduk.
“Gila ya berenang jam segini?”
Revan mengendik, “Habisnya tadi penuh banget. Kalo sekarang kan berasa pantai pribadi.”
Lontaran kalimat itu membuat Shaka tertawa kecil, ada-ada saja. Perhatiannya kemudian ia alihkan pada matahari yang perlahan bergerak semakin turun seolah akan tenggelam ke dasar laut. Kilauan oranye yang terpantul pada air laut menimbulkan refleksi yang menakjubkan. Sungguh memanjakan mata.
Untuk sejenak Shaka terpaku. Keheningan mengambil alih, membiarkan waktu terus berjalan dan tak mengizinkan pandangannya berpaling barang sedikit, tidak ingin menyia-nyiakan keindahan alam yang terpampang jelas di depan mata.
Namun, ketika celetukan asal terlontar dari mulut orang di sebelahnya, Shaka total mengalihkan pandangan dengan mata membola.
"Di momen begini enaknya ciuman gak, sih?"
"Ngaco!!"
Seakan itu bukanlah hal tabu untuk diucapkan, Revan tampak santai.
"Beneran! Liat aja tuh!" dirinya kemudian menengok belakang, pun Shaka ikut melakukan hal yang sama. Disana ada sepasang kekasih, tepat beberapa meter di dekat mereka tengah berciuman mesra seakan dunia hanya milik berdua.
Shaka cepat-cepat mengalihkan pandangan, merasa tak seharusnya melihat kejadian tidak senonoh itu. Jantungnya tiba-tiba berpacu kencang. Ditambah dengan pertanyaan Revan selanjutnya hanya menjadikan debaran itu semakin kuat.
"Lo pernah ciuman gak?"
Pikiran Shaka melayang jauh. Kejadian malam itu di kediaman Karel kembali hinggap di benaknya. Bagaimana Karel yang menciumnya, bagaimana dirinya yang hanya diam saat Karel menekan belakang kepalanya untuk memperdalam ciuman mereka. Semua itu masih tercetak jelas.
Walau ia berusaha keras untuk melupakannya, meski ia sebisa mungkin bersikap biasa saja saat berhadapan dengan Karel, kenyataannya sungguh bertolak belakang.
Nyatanya malam itu Shaka mengakui, perasaannya teruntuk sang sahabat bukan hanya sebatas kasih sayang seorang teman. Walau sempat beberapa kali menyangkal, kendati sudah membangun benteng tinggi dan menyakinkan dalam diri bahwa itu hanyalah perasaan semu, malam itu semua benteng pertahanannya runtuh.
Shaka akui dirinya telah jatuh cinta. Dan ciuman itu seakan memperjelas semuanya. Bagaimana degup jantungnya berdetak kencang, juga sensasi menggelikan di perut seakan ribuan kupu-kupu tengah berterbangan di dalamnya kala itu, membuat Shaka kalah telak melawan egonya.
"Pernah, ya? Sama siapa??"
Shaka terkesiap, tepukan di bahu menyadarkannya kembali pada realita. Di sampingnya, Revan menunggu jawaban dengan mata mengerjab antusias.
Namun, jawaban yang ditunggu tak kunjung diberikan. Shaka membuang muka, berdiri dan mengusap-usap kedua lengannya sendiri saat merasakan angin yang mulai menusuk kulit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best (Boy) Friend
Ficção AdolescenteMereka yang harus berpura-pura asing antara satu sama lain. Apa yang sebenarnya terjadi? ‼️P E R H A T I A N‼️ Cerita ini mengandung unsur boyslove, yang tidak suka harap menyingkir, terimakasih 😊 ©thursdayliu Start : 06/08/24 End : ?