Elano : 2

1.3K 64 1
                                    

"Sekolah kita dapat bantuan lagi?" Gumam Zora. Setelah libur dua hari itu, hari ini ia berdiri di tengah lapangan bersama murid lain karena upacara.

Kepala sekolah mengumumkan kalau akan ada perbaikan baru untuk membuat gedung olahraga lagi. Karena murid-murid disini banyak yang mengikuti kegiatan olahraga sampai sering mendapatkan juara nasional, para guru dan kepala sekolah berniat membangun gedung baru.

Kabar baiknya ada seorang donatur yang membiayai segala keperluan untuk membangun gedung itu. Kepala sekolah merasa sangat terbantu. Zora juga tidak heran karena sekolah ini merupakan sekolah terbesar, semua murid-murid disini terkenal akan kepintarannya, baik dibidang olahraga maupun materi.

"Gue penasaran seberapa kaya Mr. Tylander itu, dia sudah beberapa kali mendonasi sekolah ini kan?" Tanya Mae pada kedua sahabatnya yang berdiri didepannya.

"He em, kemaren dia juga mendonasikan tempat sekolah adik gue" jawab Vio.

"Bukannya bagus ya? Dia ngebuat sekolah kita lebih maju dari pada sekolah sebelah" ucap Zora.

"Iya ra tapi gue cuma penasaran, kok bisa sih ada orang sekaya itu, mereka bisnis apa yaa?"

"Alamatnya juga ga pernah ada yang tau ga sih? Tapi gue denger dia punya anak cowok tunggal" ucap Vio.

Pembicaraan mereka terhenti karena kepala sekolah menegurnya. Padahal mereka sudah bicara sangat pelan bahkan hampir berbisik, tapi kenapa kepala sekolah bisa tau? Seperti mempunyai ilmu ke enam saja.

Upacara berjalan dengan lancar. Walaupun selesai upacara banyak murid yang mempertanyakan tentang kekayaan yang dimiliki Mr. Tylander. Orang yang sering berdonasi pada sekolah mereka.

Pelajaran juga berjalan dengan sempurna. Mungkin hanya Zora yang tidak bisa fokus, karena Samuel selalu menganggunya.

Akibat tempat duduk yang tidak lumayan jauh, hanya berjarak satu bangku saja, Samuel tidak bosan mempertanyakan Zora tentang apakah gadis itu paham akan pelajaran yang dijelaskan oleh guru didepan.

Selalu saja pertanyaan itu yang memenuhi pikiran Zora. Akibatnya ia tidak bisa mendengarkan penjelasan guru dengan fokus.

Saat istirahat pun Samuel mendekatinya. Bahkan kemanapun Zora pergi cowok itu selalu mengikutinya. Hanya di toilet perempuan saja ia bisa terlindungi, tidak mungkin kan kalau Samuel mengikutinya juga ke dalam toilet perempuan? Kalau cowok itu melakukannya juga berarti dia sudah gila.

>>>

Zora celingak-celinguk di ambang pintu kelasnya. Ia berharap Samuel sudah pulang, jadi hari ini tidak akan ada kelas tambahan lagi darinya.

Setelah melihat lorong kelas yang sepi tanpa mendengar derap kaki siapapun. Zora perlahan menutup pintu kelasnya lalu berjalan mengendap-endap sambil terus berwaspada, jaga-jaga jika Samuel masih berada diarea sekolah ini.

Sampai ditaman depan Zora juga tidak melihat batang hidung cowok itu. Ia bernafas lega namun sedetik berikutnya nafasnya tercekat.

"Mau kabur?" Tanya Samuel yang tiba-tiba berada dibelakangnya.

Zora tersenyum kesal melihat cowok itu, Samuel malah tersenyum hangat hingga pipinya membentuk cekungan, sangat manis.

"Sam keknya hari ini jangan belajar dulu deh" ucap Zora, tangannya meremas rok sekolahnya menahan kesal.

Samuel mengernyit heran lalu mengangkat satu alisnya "kenapa?" Tanyanya.

"Perut gue sakit banget dan kepala gue juga pusing, jadi belajarnya ditunda dulu ya" ucap Zora dengan ekspresi menahan sakit diperut, kedua tangannya pun ikut memegangi perutnya, supaya dramanya terlihat natural.

Samuel menatapnya dengan tatapan iba, ia pun mengantarkan gadis itu pulang. Dan saat mendengar deru motor cowok itu yang pergi meninggalkan apartemennya, Zora dengan cepat mandi dan berganti baju untuk pergi bekerja. Kalau tidak berbohong tadi mungkin Samuel akan memaksanya untuk tetap belajar dan bolos bekerja hari ini.

"Katanya sakit?" Tepat saat mengunci pintu apartemennya, Zora terkejut melihat Samuel yang masih mengunakan seragam sekolah lengkap berdiri dibelakangnya.

Samuel menatap Zora dengan alis yang terangkat. Menunggu jawaban yang sebenarnya dari gadis itu.

"Lo kok masih ada disini sih" kesal Zora.

"Gue tau lo bohong, makanya gue tungguin lo disini, masuk lagi dan belajar" ucap Samuel, tangannya bergerak ingin mengambil kunci dari gadis itu namun Zora memilih mundur.

"Gue kerja Sam! Hidup lo enak tinggal minta ortu, lah gua?" Oke Zora tidak bisa menahan amarahnya sekarang. Ia kesal pada Samuel yang terus menerus memaksanya untuk belajar sedangkan ia mempunyai masalah dalam keuangan.

"Nilai lo lebih penting"

"Kebutuhan gue yang terpenting!" Samuel diam menatap gadis itu. Baru kali ini ia dibentak oleh Zora.

Karena badan Zora yang sangat kecil jika dibandingkan dengan tubuhnya, ia berhasil merebut kunci kamar apartemen gadis itu. Menyeretnya masuk lalu mengambil buku pelajaran yang diajarkan hari ini. Samuel akan mengajarkannya lagi pada Zora.

Zora memberontak. Samuel melepaskan cekalan tangannya setelah mengunci pintu itu kembali lalu mengantongi kunci itu kedalam saku celananya.

"Apa sih mau lo?!" Zora marah.

"Lo harus belajar!" Tegas Samuel.

Samuel membuka bukunya dan menyuruh Zora untuk duduh dihadapannya. Gadis itu sama sekali tidak beranjak dari tempatnya berdiri.

Ia mengambil kunci serep yang berada digantungan baju dekat dengan pintu, setelahnya ia keluar dengan menutup pintu itu sangat keras.

Samuel menghela nafas kasar, Zora menguras kesabarannya. Ia akan disalahkan oleh pak Wono besok akibat nilai gadis itu yang sama sekali tidak ada kemajuan. Ia bertindak seperti ini karena teguran guru itu juga.

Zora menuju halte dengan nafas yang terengah-engah karena marah. Beruntunglah ia, busnya sampai lebih awal. Zora menaiki bus itu menuju tempatnya bekerja.

>>>

Pukul sebelas malam, Samuel baru pergi dari apartemennya Zora. Ia tadi tidur disana dulu karena merasa lelah, tak lupa juga sebelum pergi ia meninggalkan sebuah catatan di meja ruang tamu gadis itu.

Setelah keluar dari area apartemen dan melewati sebuah gang yang menuju rumahnya. Motornya tiba-tiba mati total. Ia mengecek fuel meter motornya dan ternyata jarum merah itu berada pada ujung kotak merah. Sial, dia kehabisan bensin!.

Samuel menepi pada gang tersebut untuk menghubungi temannya. Dari ujung gang itu terdapat siluet seperti laki-laki yang mungkin badannya lebih besar dari badan Samuel. Ia terlihat seperti memakai hoodie dan kedua tangannya dimasukkan dalam saku hoodie itu.

Samuel acuh. Ia masih mengotak-atik ponselnya. Kenapa temannya sama sekali tidak bisa dihubungi

"Butuh bantuan kawan?" Samuel dikejutkan dengan tiba-tiba munculnya suara bariton yang sekilas membuatnya takut.

"Ah iya, motor gue kehabisan bensin" ucap Samuel.

"Didaerah ini ga ada tempat bensin terdekat, lo harus menuntunnya lima belas menit dari sini"ucap orang itu.

Samuel memperhatikan orang itu. Dia memakai hoodie berwarna abu-abu. Wajahnya bahkan lebih tampan darinya. Tubuhnya juga sangat atletis. Samuel merasa insecure, ia adalah pemain basket di sekolahnya namun tubuhnya masih kalah tinggi dari laki-laki ini.

Sedangkan laki-laki itu menatapnya dengan mata tajam penuh amarah. Namun saat mata mereka bertubrukan, ia kembali menatapnya dengan tatapan datar. Kedua tangannya menggenggam kuat knuckle sampai buku-buku jarinya memutih. Matanya menatap sekitar untuk memastikan bahwa keadaan sudah sepi.

.
.
.
Next>>

Untuk cerita kavish, nunggu ini tamat dulu yaa, atu atuuuu

ElanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang