We are..

110 18 1
                                    

Suara lonceng berbunyi menandakan ada yang membuka pintu cafe. Aku menoleh dan melihatnya ada disana. 

Tatapan lega dan bahagia terlihat jelas di matanya menggantikan tatapan lelah yang selama ini terlihat karena kurang tidur untuk belajar. 

Jere dan Ste sudah berlari ke arah sahabatnya itu dan memeluknya erat. Ste mengacak rambut Sandy seperti anak kecil sementara Jere menepuk nepuk pundak Sandy. Mereka sangat bangga pada sahabatnya itu 

"Aku bilang juga apa, pasti diterima!" Ste menggebu gebu saat mengatakannya. Sandy sudah tertawa "Iya iya.. makasih ya" ia merangkul kedua sahabatnya itu. 

Kuambil handphone ku dan berjalan ke arah mereka

"Lihat kesini" ku arahkan kamera handphone ku ke arah tiga sahabat itu. Namun Jere masih sibuk menghapus air matanya. 

"Cengeng banget. Kaya mau kemana aja" Sandy sudah menepuki pundak Jere. Ste disamping Sandy hanya diam.. aku tahu ia sudah menahan air matanya sedari tadi. Mereka bertiga selalu bersama sejak SMP. Selalu bersama, hanya mereka bertiga. Pasti sangat sedih karena setelah ini, hanya ada Jere dan Ste di Denpasar.. sementara Sandy akan pergi jauh dari mereka. 

"Uda lihat kamera. Ayo" Sandy menepuk pundak Ste dan Jere dan mulai melihat ke arah kamera. Saat ini, ia sudah merangkul kedua sahabatnya itu

Ste sudah nyengir dan membuat tanda "V"  dengan jarinya sementara Jere mencoba tersenyum dan mengangkat jempolnya. 

"Satu.. dua.. tiga.." aku memberi aba aba dan akhirnya mengambil foto Sandy, Jere, dan Ste bersama

Tawa, bahagia, kelegaan, kesedihan semua terlihat jelas di foto itu

Kuturunkan handphone ku.. Jere kemudian terlihat mendorong Sandy pelan ke arahku

"Uhukkk" terdengar suara batuk buatan Rene dari belakangku, diikuti tawa kecil Gio

Sandy mulai berjalan ke arahku lalu berhenti saat kami sudah berdiri berhadapan 

Ia menatapku erat.. senyum nya penuh kelegaan seakan mengatakan berulang kali padaku kalau ia berhasil.. ia sangat bahagia.. ia lega

"I made it. I really made it" ucapnya dengan nada suara yang sama seperti saat ia mengatakannya padaku di telepon

Sama seperti yang kukatakan dalam hati saat mendengar suaranya di telepon, aku akan memeluknya erat jika ia ada di dekatku

Dan Sandy ada di hadapanku saat ini

Aku melangkah ke arahnya lalu memeluknya, erat.. sangat erat... "Selamat kamu berhasil"  bisikku..

Sandy membalas pelukanku

Empat pasang mata di sekitar kami tidak mengatakan apapun untuk beberapa saat sebelum akhirnya Ste mulai mendekat dan meledek "Aku juga mau dipeluk"ia memeluk Sandy dari belakang.. setelahnya Jere juga ikut bergabung. 

"Dihh apaan" Sandy risih namun Ste dan Jere masih bercanda memeluknya

Rene dan Gio datang dari belakang lalu merangkulku. Kami tertawa melihat tingkah laku kekanakan Jere, Ste, dan Sandy dihadapan kami. 

"Jadi uda pacaran nih?" tanya Rene cukup keras, membuat Sandy melihat ke arah kami

Aku terdiam di posisiku, bingung menjawab apa

"Iya.." jawab Sandy tiba tiba dengan tatapan sepenuhnya padaku. "uda enam bulan" tambahnya lagi. 

Aku menatapnya kebingungan. Kami pacaran? Sejak kapan? Enam Bulan?

"Ahhh ciyeeeeee" goda Rene, Jere, Ste, Gio bersamaan

"Terus nanti kamu ke California gimana?" gantian Gio yang bertanya

"Gak masalah, masih bisa video call setiap hari. Itu juga kalau Oliv gak keberatan" jawab Sandy yang lagi lagi mengagetkanku

"Awwwwwww asik bener orang pacaran" ledek Ste. "Jadi sirik" tambahnya

Jere  melihat ke arahku "Dulu aja pada ribet.. finally ya. Congrats kalian bedua" lalu melihat ke arah Sandy

"Awas aja kalau sampai jahatin Oliv ya San" ancam Rene dengan nada bercanda

"Iya, ga akan" jawabnya cepat

Aku dan Sandy berpandangan untuk beberapa saat. Semua kebingungan selama ini ternyata hanya ada di pikiranku. Baginya, hari dimana kami saling mengatakan kami menyukai satu sama lain adalah hari dimana kami mulai bersama. 

Hari itu, di lapangan basket, saat pertama kali Sandy mengatakan ia menyukaiku. Hari dimana bagi Sandy kami memulai semuanya. 


ETERNAL SKIES OF YOU (Dear Sandy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang