Jordan mengarahkan kelima anak buahnya. Tidak akan ia biarkan Dion memenangkan pertarungan ini dan memiliki Cassie.
"Kill them! (Bunuh mereka!)" perintahnya pada anak buahnya.
Para pengawal itu segera memburu.
Dion dan Cassie nyaris mencapai gedung sebelah, tapi pengawal Jordan mulai menembakkan pistol.
DORRR
"Cassie! Awas!" Dion segera menarik Cassie untuk berlindung di balik dinding. Keduanya terengah-engah. "Kita kalah jumlah! Mereka berlima, dan bawa pistol. Sedangkan kita nggak punya senjata!"
Cassie melihat ke sekeliling, melihat apakah ada sesuatu yang bisa ia gunakan untuk melawan.
"Kita alihin perhatian mereka dulu!" kata Cassie.
"Gimana caranya?"
"Lo lari. Ke seberang. Ke balik dinding itu. Dan saat mereka merhatiin lo lari, gue bakal lemparin batu ke mereka!"
"Lo yakin?" Dion menatap tidak percaya. "Kita jelas-jelas kalah jumlah dan mereka bersenjata!"
"Inget, pelajaran pertama self defense: tenang. Pelajaran kedua self defense: gunakan apa pun yang bisa lo pakai buat ngelawan!" perintah Cassie pada Dion.
Dion menelan ludah. Ini mengingatkannya pada saat ia tertembak di gedung BCJ beberapa pekan lalu. Luka tembak di lengannya saja belum pulih sepenuhnya, dan sekarang ia harus kembali berada di situasi perang penuh hujan tembakan itu.
"Oke!" Dion mengangguk yakin. Ia sudah memilih untuk melawan Jordan. Demi Dinda, demi Bella, demi Cassie. Maka ia segera berlari sesuai arahan Cassie, dan di saat yang sama Cassie segera melempar keras-keras batu-batu ke kepala para pengawal itu.
BUGGGHH... dua pengawal langsung jatuh dengan kepala berdarah.
Cassie segera berlari ke seberang menyusul Dion. "Ayo!" Ia menggandeng Dion. Tiga pengawal tersisa dan masih mengejar mereka.
"Lewat sini!" Dion menarik Cassie dan berbelok di sebuah lorong kecil untuk memotong jalan sekaligus bersembunyi. Beruntungnya ketiga pengawal Jordan itu kehilangan jejak mereka.
"Ada jembatan kayu penghubung gedung. Kita bisa lewat sana! Mereka pasti nggak kepikiran kita lewat sana!" kata Dion.
"Oke!"
Keduanya kembali berlari menuju jembatan kayu itu. Tapi, jembatan itu sudah cukup tua, dan sialnya ketika mereka berlari di atas jembatan kayu itu, tiba-tiba struktur jembatan itu goyah. Roboh. Membuat Cassie jatuh terperosok ke bawah.
"DION!" Cassie berteriak. Beruntung ia masih bisa berpegang sedikit ke ujung patahan jembatan. Ia bergelantungan di ujung jembatan itu.
"Cassie!" Dion kembali lagi untuk menolong Cassie. Ia segera menarik tubuh Cassie. Tapi dengan tangannya yang belum sembuh total dari luka tembak, ditambah gaun pesta Cassie yang cukup besar dan berat, mengangkat tubuh Cassie dari patahan jembatan itu sungguh sangat sulit.
"Cassie, tahan sebentar!" Dion mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengangkat Cassie.
Cassie memegang tangan Dion erat-erat, satu-satunya tempat bergantungnya saat ini. Ia melihat sendiri betapa Dion bersusah payah menariknya, menyelamatkannya, hingga urat syarat di kening laki-laki itu tercetak keluar, bercampur peluh keringat, membuat Cassie terenyuh serta merasa berhutang nyawa pada Dion.
"Dion..." Cassie semakin terenyuh saat darah tiba-tiba mengalir dari lengan tangan Dion, dan menetesi wajah Cassie. Rupanya, jahitan luka tembak Dion terbuka karena Dion susah payah mengangkat tubuh Cassie. Bahkan, melihat dari banyaknya darah yang menetes, sepertinya luka itu robek semakin lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
New York in Love
Teen FictionNessa alias Cassie, jago bela diri, jago menembak, dan sangat independen. Ia kini tinggal di New York, untuk melupakan kisah cintanya yang sangat menyedihkan di tanah air. Lalu, suatu ketika ia bertemu musuh lamanya yang membuatnya terancam dan jadi...