0018 - Perangkap Mematikan Babah untuk Si Bungsu!

24 7 1
                                    

Perwira Jepang itu, Baribeh dan si Juling jadi heran, sebab tak satu pun terdengar buah dadu yang jatuh ke piring. Tak satu pun. Kepandaian babah ini bukan main.

Baribeh jadi kagum sebab selama ini babah itu belum pernah melakukan hal itu. Kini buah dadu itu menyentuh piring tanpa terdengar sedikit pun suaranya.

"Pasanglah...!" babah itu berkata perlahan. Sementara tangannya masih tetap memegang tabung yang tertelungkup itu.

Perwira Jepang itu sejenak memandang pada si Bungsu. Tapi karena si Bungsu masih diam, dia segera memasang taruhannya diangka empat. Baribeh memasang taruhannya diangka lima dan satu. Si Juling memasang di angka dua. Si Bungsu masih diam. Babah gemuk itu menatap padanya.

"Tidak ikut memasang...?" babah itu bertanya.

Si Bungsu menatap Cina itu. Mereka saling menatap.

"Tidak ikut bertaruh...?" babah itu kembali bertanya.

Sementara yang lain termasuk tiga orang perempuan – perempuan cantik yang kini duduk dekat Baribeh, Juling dan perwira Jepang itu, menatap padanya dengan diam.

"Pasang saja taruhannya," babah itu berkata lagi.

"Taruhan baru saya pasang kalau dadunya sudah jatuh di piring," Si Bungsu berkata perlahan.

Perwira Jepang itu serta Baribeh saling pandang. Mereka jadi ragu atas ucapan anak muda ini. Apakah buah dadu itu memang belum jatuh ke piring? Masakan belum. Mana bisa dadu itu tergantung atau tertahan di atas dalam tabung bambu itu. Mustahil.

"Jatuhkanlah buah dadu itu ke piring, baru saya memasang taruhan..."

Babah itu tersenyum. Mau tak mau dia terpaksa harus memuji keunggulan pendengaran anak muda ini. Anak muda yang luar biasa, pikirnya. Luar biasa lihai­nya berjudi.

Sebuah dencingan halus terdengar dalam tabung itu. Sebuah dadu jatuh.

Sepi setelah itu.

Si Bungsu masih tetap menunduk. Memasang te­linga. Sebuah dentingan lagi. Dan sepi. Babah itu mengangkat ta­ngannya dari bambu tersebut. Perwira Jepang itu dan Baribeh kembali saling pandang.

"Baru dua buah yang jatuh..." perwira itu berkata.

Babah itu tersenyum sambil menatap pada si Bungsu. Si Bungsu mengambil semua uang yang dia menangkan dalam taruhan tadi. Kemudian menganggukkannya pada nomor tiga dan lima. Kemudian sepi.

"Tak ada yang akan merobah letak taruhan...?" babah itu bertanya.

Tak seorang pun yang menyahut. Babah itu kemudian mengangkat tabung bambu itu. Tiba – tiba semua orang kecuali si Bungsu jadi tertegun. Dua di an­tara tiga dadu itu memang menunjukkan angka – angka seperti yang ditebak si Bungsu.

Yang muncul di atas adalah nomor satu, lima dan tiga. Berarti dua taruhannya menebak tepat yang benar. Yang satu se­ngaja tak dia pasang, dan itu tak mempengaruhi kemenangannya.

Babah itu mulai berpeluh. Dia terpaksa tegak. Menuju ke biliknya. Kemudian muncul membawa sebuah kantong besar. Dia duduk lagi di tempatnya tadi.

Kemudian membuka kantong itu. Menatap uang taruhan si Bungsu. Menatap beberapa saat. Kemudian mulai menghitung uang yang dia ambil dari dalam kantong. Meletakkannya pada uang taruhan si Bungsu.

Si Bungsu hanya menatap dengan diam. Dia tahu, meski babah itu tak menghitung taruhannya, namun babah itu tahu dengan pasti berapa harus membayar.

Suatu keahlian yang jarang tersua. Menghitung uang dari suatu jarak tertentu tanpa menyen­tuhnya. Dari seratus pejudi lihai, barangkali ilmu ini hanya terdapat pada satu atau paling banyak dua orang.

TIKAM SAMURAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang