~50 : Apa Yang Sebenarnya

97 27 0
                                    

"Bahagianya~~,"

Sara tersenyum sendirian setelah membaca pesanan yang barusan dikirimkan oleh Serena. Dia benar-benar puas dengan [permainan] ciptaannya itu.

Setelah dua bulan dia menunggu, akhirnya impian jahatnya bisa tercapai juga. Dia sangat senang. Akhirnya, dia berhasil merusakkan rumah tangga seseorang.

"Kira-kira kabar [name] sekarang gimana, ya?" Sara kembali bergumam. "Pasti sedih, lah. Ahahahaha!"

Sara mulai tertawa-tawa membayangkan kondisi [name] saat ini. Puas banget. Puas banget bisa melihat orang lain hidup menderita.

Setelah lama tertawa bak kesetanan, Sara akhirnya kembali terdiam. Dia kembali memikirkan orang-orang yang sedang terjebak dengan [permainan]nya ini.

"Kasian banget lu, Serena. Siapa suruh lo rebut perhatian mommy dan daddy dari gue? Kena, kan, jadinya?"

Sara kembali mengingatkan masa-masa kecilnya bersama Serena. Dia berdecak kesal sembari merengus kasar saat mengungatkan semua itu.

"Puas banget gue. Gara-gara gue, mom dan dad benci sama Serena. Gara-gara gue, BoBoiBoy dan [name] hampir berpisah. Ahahaha!" ucapnya sambil ketawa.

"Kalian inget, ya. Kalau gue nggak bahagia, kalian juga nggak bisa bahagia. Hahahaha!"

Gadis itu kemudian menggerakkan kursi rodanya menghampiri meja rias. Tangannya dengan cepat meraih ponselnya yang sedang diisi daya lalu mencabut kabel yang sedang tersambung dengan ponselnya itu. Dia kembali menggerakkan kursi rodanya ke kasur lagi.

Sara beranjak naik ke kasurnya lagi. sembari jemari tangannya sibuk mengutak-atik layar ponselnya. Dia sedang mencari sebuah kontak. Setelah ketemu, gadis itu langsung mengirimkan pesan pada nomor tersebut.

Spy

Bagaimana kondisi wanita itu sekarang?

_________________

"Pagi, nona Yaya,"

Tangan Yaya yang sedangg sibuk mengaduk kopi itu langsung berhenti saat mendengar ada suara yang menyapanya. Gadis berkerudung pink itu langsung menoleh ke sumber suara itu. Wajahnya yang tadi bereaksi biasa, kian menjadi datar setelah melihat orang yang barusan menyapanya tadi. "Serena," gumamnya.

Serena yang ditatap datar seperti itu hanya tersenyum polos. Dia menffggerakkan ke dua kakinya, mendekat ke arah Yaya yang masih setia berdiri di sana bersama wajah datarnya.

"Pagi juga, nyonya Serena," sahut Yaya dengan nada menyindir. Ke dua tangannya bertumpu pada meja kaunter yang ada di belakangnya.

"Kenapa wajahmu datar seperti itu, hmm?" tanya Serena santai. Wajah datar gadis di depannya ditatap polos.

Yaya membuang nafasnya saat ditatap seperti itu.  Dia kemudian menegakkan tubuhnya kembali. Wajah Serena dilirik seketika, sebelum manik hazelnya kembali beralih menatap kembali kopi yang sedang ia racik.

"Nyonya Serena, saya mohon berhentilah berpura-pura polos seperti itu. Saya rasa anda tau, kan, apa yang sudah anda lakukan? Benar, kan?" Yaya bertanya dengan nada sinis.

Yaya tau kalau Serena yang telah menjadi orang ke tiga yang sudah berhasil merusakkan rumah tangga ke dua orang yang sangat ia sayangi. Yaya sudah bisa merasakan aura yang negatif dari Serena, saat awal-awal gadis itu bekerja di sini beberapa bulan yang lalu.

"Apa maksud kamu?" Serena bertanya, mencoba berdalih dengan apa yang barusan Yaya katakan. "Aku tidak mengerti,"

"HEY!" bentak Yaya yang tak bisa menahan sabarnya. Dia berusaha menahan tangannya dari menampar wajah gadis di depannya itu.

owner of my heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang