(1) Burning Desire ⚠️

307 19 1
                                    

˚₊‧ ໒꒱ ‧₊˚Burning Desire˚₊‧ ໒꒱ ‧₊˚

"Kau jahat, Sungchan... Itu... sakit... hiks..."

Suara Wonbin pecah dalam isakan yang teredam. Tubuhnya terbaring, lemah tak berdaya di bawah tubuh Sungchan, yang tak juga berhenti bergerak. Gerakan Sungchan keras, teratur, seolah tidak memperdulikan jeritan yang tertahan di tenggorokan Wonbin. Setiap tarikan nafas yang tersengal terasa menusuk, sementara dada Wonbin naik turun tak karuan. Tatapannya kabur, fokusnya hilang dalam pusaran antara sakit dan ketakutan.

"Sabar, Wonbin... sedikit lagi." Suara Sungchan yang dalam dan serak terdengar seperti janji yang kosong. Wonbin tak yakin lagi berapa lama lagi "sedikit" itu akan bertahan. Waktu terasa seperti berputar lambat, menyeret tubuhnya ke dalam jurang kegelapan.

Dalam benaknya, ada satu harapan yang tak dapat terwujud begitu saja. Harapan tentang kebebasan yang tak mungkin lagi dicapai. Demi sesuatu yang sangat Wonbin impikan—sesuatu yang selama ini selalu ada di pelupuk matanya—ia rela menahan semua rasa sakit ini. Meski dalam prosesnya, ia kehilangan sesuatu yang tak tergantikan. Harga dirinya, keperawanannya—semua hilang begitu saja malam ini, hanya karena satu orang: Sungchan.

"Aku... aku tidak bisa menahan lagi..." ucap Sungchan, napasnya memburu, suaranya berat oleh nafsu yang tak tertahan. Mata Sungchan terpejam erat, tubuhnya menegang, dan seketika ia berhenti, meninggalkan jejak di dalam tubuh Wonbin. Seketika, rasa nyeri tajam menusuk ke seluruh tubuh Wonbin. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan erangan sakit yang hampir saja lolos. Sakit yang menusuk itu mengingatkannya pada kenyataan: semuanya sudah terlambat.

"Jangan... Sungchan... jangan di dalam... Aku bisa... hamil..." suara Wonbin lirih, lemah, penuh permohonan yang hampir tenggelam oleh keputusasaan.

Namun, Sungchan hanya diam. Di balik bayang-bayang lelah di wajahnya, ada kepuasan tersirat. Napasnya terengah-engah, menaik-turunkan dadanya yang telanjang, seirama dengan ritme kelelahan tubuhnya. Sungchan menatap Wonbin dengan tatapan yang kosong, tak ada rasa penyesalan di sana, hanya kelelahan dan sedikit senyum di sudut bibirnya.

"Tapi, aku... tidak bisa menahan lagi, Wonbin." Suara Sungchan serak, bibirnya yang pucat bergerak pelan. Ia beringsut, lalu menelungkupkan wajahnya di leher Wonbin, mencium kulit lehernya yang lembut. Aroma keringat dan rasa sakit bercampur jadi satu. Wonbin hanya bisa menatap langit-langit ruangan dengan hampa, pikirannya terpecah-pecah seperti cermin yang retak, pantulan kesedihannya terpecah dalam ribuan kepingan.

Sungchan terus menciumnya, leher, bahu, dada. Bibirnya yang panas terus meninggalkan jejak-jejak di sepanjang kulit Wonbin yang memucat. Setiap ciuman meninggalkan tanda, seperti cap kepemilikan yang tak bisa dihapus begitu saja.

"Hmm... setidaknya kau puas, kan?" bisik Sungchan di telinga Wonbin, senyumnya samar, suara rendahnya menggema seperti gaung di ruangan yang sunyi.

Wonbin hanya terdiam. Kepuasan Apa yang Sungchan maksud? Bagaimana bisa, jika tubuhnya kini terasa tak lagi miliknya sendiri? Wonbin memejamkan mata, berharap rasa sakit ini hilang, namun yang tersisa hanya kepasrahan yang tak bisa dilawan. Dalam hatinya, ia belum puas, belum pernah merasa puas. Tetapi, apa yang bisa dilakukan? Sungchan terlalu kuat, terlalu dominan. Jika Wonbin menolak, maka cita-citanya, yang selama ini ia perjuangkan, akan lenyap seiring dengan penolakan itu.

Sungchan adalah seseorang yang Wonbin cintai, entah kenapa, meski semuanya terasa salah. Mencintai seseorang yang memperlakukannya seperti ini, memberikan tubuhnya dengan sukarela, seolah tubuh itu tak lagi miliknya. Memberikan ini pada Sungchan adalah kewajiban, sesuatu yang telah ditandatangani dalam kontrak tidak tertulis yang mengikat mereka berdua. Tubuh Wonbin kini adalah milik Sungchan, sedangkan tubuh Sungchan? Hanya milik Sungchan sendiri.

Love On The Brain [Sungchan X Wonbin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang