Ch. 13: Back to square one

546 85 13
                                    

"Katanya, CV-nya emang sesuai dengan pengalaman yang dibilang bos-bos. Pernah kerja di beauty brand ternama di New York beberapa tahun. Yang di New York itu headquarter-nya sebelum dia pindah ke kantor yang di Australia."

"Ah, yang bener? Zaman sekarang CV itu bisa diotak-atik, lho. Gimana caranya buat membuktikan kalau dia beneran kerja di luar negeri selama bertahun-tahun? Apa juga alasannya sampai mau pindah ke Indonesia dan kerja di sini? Gue tahu, sih, perusahaan kita juga terkenal. Produk-produknya juga dikenal luas sama orang Indonesia. Cuma kalau dibandingkan dengan beauty brand yang sudah mendunia itu bukannya—"

Joshua mengalihkan pandangannya dari ponsel ketika mendengar pembicaraan orang-orang di depannya—yang juga sedang menunggu lift untuk turun ke bawah. Keningnya mengernyit dalam setelah mendengar lebih lanjut pembicaraan itu.

"—iya, that's my point! Gue kasian aja sama anak-anak divisinya yang sudah kerja jauh lebih lama dan berhak buat dapat promosi tapi malah gagal karena orang dalam. Lo yakin kalau dia portfolio-nya emang sebagus itu? Masa, sih? Buktinya apa coba... Mbak Ayu, ngomong dong, Mbak... kan, Mbak pegang recruitment. Harusnya bisa, dong, kasih kita info sedikit."

"Info apa, nih? Tentang keponakannya direktur utama kita itu?"

"Iya!"

Joshua memejamkan matanya begitu tebakannya tepat sasaran mengenai siapa yang dibicarakan para rekan kerjanya ini. Jordan memang sempat beberapa kali memberikannya informasi bahwa Dahayu masih jadi hot topic di kalangan karyawan bahkan setelah Harsa menekankan kalau Dahayu itu masih keluarganya. Namun, Joshua tidak menyangka kalau segala hal tentang Dahayu ternyata dicari tahu sedalam itu oleh orang-orang kantornya.

"Emang beneran sehebat itu, Mbak?"

"CV-nya bagus, kok. Pengalaman kerjanya oke. Bos-bos yang interview dia juga sangat terkesan—bahkan saat interview itu, bos-bos nggak ada yang tahu kalau dia keponakannya Bapak Dirut. Gue awalnya juga nggak tau. Pak Harsa cuma bilang kalau dia punya seseorang yang bisa dia rekomendasikan buat menduduki posisi Section Chief yang lagi kosong. Nggak ada bilang sama sekali kalau orang yang dia rekomendasikan itu sepupunya."

"Wah, serius, Mbak? Berarti emang bagus, ya?"

"Seharusnya sih, gitu, ya... buktinya aja dia diterima kerja di sini. Waktu user interview dan director panel interview, gue kan, ikut juga buat memantau situasi dan sepanjang interview itu—" Joshua melihat HRD kantornya mengacungkan kedua ibu jarinya. "—gue bahkan hampir lupa kalau itu interview karena mereka diskusinya seru banget. Cuma satu, sih, yang waktu itu bikin beberapa director bertanya-tanya."

"Hah? Apa, tuh, Mbak?"

"Di CV-nya ada gap kerja dua tahun." Joshua tahu seharusnya dia menegur para rekan kerjanya ini karena sudah menggosipkan Dahayu—apalagi orang HRD yang seharusnya menjaga data-data konfidensial karyawan, justru menjadi orang yang membocorkannya. Namun, tentang gap kerja dua tahun ini... Joshua juga baru mendengarnya. "Dari New York ke Australia itu ada gap kerja sekitar dua tahunan dan sempat dipertanyakan juga. Awalnya banyak yang nebak kalau dia ambil S2 tapi magisternya bahkan sudah selesai sebelum dia pindah ke Australia."

"Terus kenapa, Mbak?"

"Katanya butuh career break dan pengen meluangkan banyak waktu sama orang tua."

Ketika lift berdenting dan semua orang perlahan memasuki lift tersebut, Joshua mengikuti sambil berusaha menyatukan semua informasi yang pernah dia terima—baik yang sifatnya hanya sekilas maupun yang menjadi topik utama. Kalau hitungannya tidak salah dan semua informasi yang dia miliki itu benar, career break yang disebutkan oleh HRD itu terjadi ketika Dahayu sedang hamil Aruna sampai akhirnya Aruna berumur satu tahun. Dengan kondisi Dahayu yang bercerai setelah Aruna lahir, bukannya tidak mungkin mantan suaminya tidak terlibat apapun dalam pengasuhan Aruna.

Heart of HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang