28. Keluarga yang Tersembunyi

561 111 15
                                    

Saat asyik berbincang, Jennie menyadari bahwa tamu asing tadi masih duduk di sofa. Orang-orang di sekitar juga tidak ada yang menegur mereka, seolah-olah mereka saling mengenal.

"Mommy, mereka siapa?"

Jennie akhirnya memutuskan untuk bertanya kepada sang ibu. Jessica melirik ke arah pandang Jennie dan tersenyum kecut. Jennie tidak mengenal mereka sama sekali.

"Mereka keluarga Mommy"

"Nde? Kenapa Mommy tidak bilang sejak tadi?" Kaget, Jennie langsung menghampiri kakek, nenek, dan para auntie-nya.

"Annyeonghaseyo" sapa Jennie sambil membungkukkan badan.

Mereka tersenyum. Jessica berhasil mendidik anak-anaknya dengan baik. Si kakek menyuruh Jennie mendekat dan memeluknya, begitu pula dengan yang lain.

"Kau pasti sangat terkejut, kan?" kata sang nenek.

"Ne, aku pikir siapa saja. Lagipula Mommy juga tidak pernah cerita tentang kalian"

"Yaiyalah, dulu kan mereka sudah memutuskan hubungan dengan dia" sahut Yeaji, menyela pembicaraan dan membuat perhatian semua orang tertuju kepadanya. Orangtua Jessica menunduk malu.

"W-waeyo?"

"Ya, gara-gara kamu"

"Mommy, jangan beritahu apapun padanya" interupsi Jessica, semakin membuat Jennie penasaran. Ada rahasia apa yang sedang mereka sembunyikan darinya?

"Kalian menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Jennie, menatap audiens. Mereka yang tahu jalan ceritanya hanya dapat diam.

"Sejak tahu Mommy mu ini hamil anak laki-laki lain, mereka memutuskan hubungan karena tidak sanggup menanggung malu. Mereka bilang dia sudah membawa malu ke keluarga di kampung lalu pindah ke San Francisco" cerita Yeaji.

"Apa anak itu aku?"

"Yaiyalah, emang ada lagi anaknya dengan laki-laki lain" ucap Yeaji dengan entengnya, sementara Jessica mati-matian menahan air mata sambil menggenggam erat ujung dress-nya.

"Setelahnya, dia ingin menggugurkanmu setelah Jaejoong bilang ingin menceraikannya. Namun, karena putraku memiliki hati yang besar, dia memaafkannya. Jaejoong membiarkanmu lahir, tapi tidak dengan membiayai hidupmu"

Kedua tangan Jennie mengepal erat di samping badannya. Tubuhnya bergetar mendengar bahwa Jessica pernah tidak menginginkan kehadirannya.

"Dia menangis sambil memohon-mohon di kaki anakku meminta dimaafkan, beralasan kalau dia diperkosa, padahal dia menikmatinya. Apa menurutmu masuk akal membahas kerjasama di bar? Dia tidak mabuk, tetapi melakukannya dalam keadaan sadar" ucap Yeaji lagi, membuat Jessica sudah menangis sembari menundukkan kepala.

"Seharusnya kau berterima kasih kepada putraku. Orang yang paling kau sayangi ini dulunya pernah menginginkanmu mati. Saking malunya dan tidak mau hidup miskin, dia rela membunuh janinnya. Kau selama ini tertipu, dia tidak menyayangimu, dia—"

"Bisakah kau berhenti?" lirih Jennie menginterupsi.

"Sudah cukup. Aku sudah cukup mendengarkannya dan tidak ingin lagi mendengar apapun"

Jennie balik badan menghadap sang ibu yang tertunduk sedih. Bahunya naik turun menahan isakan tangis.

"Jika aku jadi dia, aku akan melakukan hal yang sama. Lagipula, perempuan mana yang mau melahirkan anak yang bukan dari suaminya?" kata Jennie, membuat Jessica mendongak. Wajah wanita itu telah basah oleh air mata, dan Jennie membuang muka.

"Jennie-ya, mianhae" Air matanya berbondong-bondong jatuh menuruni pipi.

"Mommy, dulu aku kecewa saat tahu aku bukan anak kandung Daddy. Aku menyalahkan Mommy atas perlakuan buruk yang aku terima dari orang-orang. Gara-gara Mommy, aku diejek anak haram oleh teman-teman. Aku dijauhi dan dibully, tapi seiring waktu berlalu, aku mulai mengerti kalau Mommy tidak sepenuhnya salah. Tidak ada siapapun yang menginginkan hal itu terjadi. Aku tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah. Bahkan, aku tidak tahu bagaimana rasanya pelukan seorang ayah. Aku iri melihat Jisoo Unnie yang selalu dimanja oleh Daddy. Minta apapun, pasti dikasih, sekalipun itu mahal, sementara aku kadang berat minta uang jajan ke Mommy karena takut menyusahkan. Aku selama ini sudah menyusahkan Mommy sejak dalam kandungan" lirih Jennie. Semua orang di ruangan itu menangis. Jessica menggeleng lemah.

"Aku sakit diperlakukan tidak adil. Aku tahu Daddy membenciku, tapi aku paham. Laki-laki mana yang mau menerima anak orang lain di rumahnya? Aku ingin sedikit saja diperhatikan olehnya, tetapi Mommy ada menggantikan perannya. Mommy memberiku segalanya. Aku juga punya kakak yang selalu mendukungku sehingga aku tidak merasa kesepian. Aku pikir disini aku yang paling menderita, ternyata salah. Mommy lah yang paling menderita. Aib memalukan itu selalu dijadikan bahan olokan. Mommy juga tidak dihargai karena tidak bisa memberi anak laki-laki. Menganggap anak perempuan sebagai beban. Aku keluar dari mansion ini dan membuktikan pada kalian kalau ucapan kalian itu salah. Aku bekerja keras membangun perusahaan sejak SMA dari uang hasil jajan yang selama ini aku kumpulkan. Aku juga berusaha menyelesaikan pendidikan di jurusan yang tidak aku sukai supaya Daddy bisa bangga dan melihatku sebagai anaknya, sedikit saja. Sekarang aku sudah punya semuanya, tetapi walau begitu aku tidak bisa menghapus semua luka di hatimu. Aku tidak bisa, Mom. Aku tidak bisa merubah masa lalu. Aku tidak menyesal lahir dalam kesalahanmu dan aku minta maaf sudah membuat Mommy menderita. Jeongmal mianhaeyo" lirih Jennie. Gadis itu lantas berlutut dan bersujud, mencium kaki Jessica.

Jessica berjongkok, merangkul tubuh Jennie yang terisak di pelukannya. Air mata mengalir deras di wajahnya, seolah-olah semua beban yang selama ini ditanggungnya mengalir keluar bersamaan dengan tangis anaknya. Jennie mendekap lebih erat ibunya, merasakan kehangatan yang begitu diidam-idamkannya. Semua emosi yang dia simpan selama ini menumpah ruah, sementara mulutnya terus menggumamkan kata-kata maaf yang penuh rasa penyesalan.

"Ini bukan salahmu, sayang" lirih Jessica, suaranya nyaris tak terdengar. Namun, setiap kata yang diucapkannya mengandung ketulusan yang dalam. Dia merasa hancur setelah mendengar isi hati Jennie. Mengetahui betapa menderitanya putrinya selama ini akibat kesalahan yang dia buat di masa lalu membuat hatinya teriris.

Sementara itu, keluarga Jessica dan yang lain yang menyaksikan momen emosional ini tidak bisa menahan air mata. Mereka sibuk menyeka air mata yang mengalir, merasakan beban yang sama dalam hati mereka. Ketika melihat betapa dalamnya luka yang tersimpan di dalam diri Jennie, semua orang merasakan dampak dari masa lalu yang kelam itu.

Jennie dan Jessica tetap berpelukan, seolah-olah ingin menghapus semua luka dan rasa sakit yang telah terjadi. Dalam pelukan itu, Jennie merasa sedikit lebih tenang. Ia tahu bahwa meski masa lalu tidak bisa diubah, ada harapan untuk membangun kembali hubungan mereka.

















Tbc


Trouble Maker Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang