(1) Pikiran Berlebih

187 22 11
                                    

Tut...tut...tut...

Panggilannya tak terjawab. Manggala mendiamkan panggilannya yang ke delapan belas. Bahkan menjawab pesannya pun tidak.

Wishnu tak tahu apa kesalahan yang telah ia perbuat hingga Manggala mendiamkannya seperti ini. Meski telah berkaca diri ribuan kali,ia tak menemukan titik kesalahannya. Lantas,apa alasan yang melandasi Manggala melakukan hal demikian? Jika memang ada kesalahan yang telah ia perbuat,mengapa tak dibicarakan bersama untuk menemukan jalan keluar? Mengapa harus diam seribu bahasa dan pergi tanpa pamit? Sesusah itukah komunikasi?

Ranjang tidur yang pernah menjadi saksi kemesraan mereka pun ia duduki. Disana ia memejamkan mata,memendam sakit pada kepala. Mencari awal mula hal seperti ini terjadi. Salah apa yang telah ia perbuat hingga membuat Manggala jera?

Kata demi kata yang terlontar dari mulutnya pun ia ingat kembali. Meski tak bisa seutuhnya ia gali namun ia tetap berusaha. Siapa tahu ada perkataan tak menyenangkan hati terlontar dan menyakiti perasaan Manggala.

Disana ia tak menemukan jawaban. Mayoritas ia menjadi pendengar kala Manggala menceritakan pekerjaan yang memusingkan. Ia jarang cerita lebih dulu karena mencoba mengimbangi pola pikir Manggala yang lebih dewasa. Manggala lebih tua darinya delapan tahun.

"Trus apa? Aku ngerasa nggak salah ngomong"

Tubuhnya ia baringkan. Ia dekap bantal yang pernah menjadi tumpuan kepala Manggala saat pergi tidur. Disana masih meninggalkan sedikit aroma sampo Manggala yang harum ala lemon. Segar dan ia suka itu.

"Apa dia pernah tersinggung sama candaanku?"

Reka adegan saat tengah bersenda gurau bersama Manggala pun terputar di pikirannya. Apakah ia pernah melempar lelucon tak masuk akal?

"Aku cuma mencoba hibur dia dengan bercanda kalau dia lagi pusing sama kerjaan. Aku nggak pernah bawa-bawa jabatan atau pekerjaan dia buat aku jadiin bahan lelucon"

Mata sipitnya ia pejamkan. Bantal dalam dekapannya ia andaikan Manggala meski tak sama. Mendekap tubuh Manggala selalu membuatnya berdebar hebat meski hubungan asmara yang terjalin sudah masuk tahun kedua.

Ia tidak tidur. Pikirannya masih melanglang buana,mencari alasan yang masuk akal atas kepergian Manggala. Apakah kebiasaan tidurnya mengusik Manggala? Jika demikian,mengapa Manggala begitu betah berada dalam dekapannya hingga pagi menjelang?

"Aku emang ngerokok dan minum alkohol. Tapi selama ini dia nggak protes apa-apa. Ciuman sehabis aku ngerokok aja dia mau. Trus,salahnya dimana?"

Meski demikian ia merasa bersalah. Bau rokok dan alkohol seperti melekat pada tubuhnya. Apakah perlahan Manggala merasa risih dengan aroma itu? Kalau begitu,mengapa tidak diutarakan saja? Mengapa justru pergi tanpa alasan?

"Yang paling sakit kalau dia pergi karena udah nggak cinta aku lagi"

Jiwanya seperti lepas dari raga. Kemungkinan itu membuatnya tak berdaya. Ia tidak bisa jika tidak bersama Manggala. Ia terlalu ketergantungan pada pria manis itu.

_____

"Aku selalu khawatir dan takut kalah dari mantanmu. Aku cuma mahasiswa,belum kerja,hidup masih ditanggung Mas Saka. Aku beda jauh dari mantanmu itu"

"Aku nggak mandang itu. Wishnu,ya Wishnu. Itu aja cukup. Wishnu Jayadikusuma"

"Tapi aku masih labil. Belum dewasa. Aku takut suatu saat nanti buat kamu capek sama sikapku"

"Kita punya mulut buat ngomong. Kalau ada apa-apa,ya dibicarain berdua. Kenapa musti takut sih,Nu?"

"Jangan tinggalin aku,Gal! Aku nggak siap hancur lagi"

"Nggak. Aku nggak bakal tinggalin kamu. Aku janji!"

____

"Kamu bilang kita punya mulut buat ngomong buat bicara kalau ada apa-apa. Tapi,kenapa kamu nggak mau bilang alasanmu kayak gini,Gal? Kalau emang ada yang nggak kamu sukai dari aku,seenggaknya jujur biar aku ubah. Banyak yang udah aku ubah di diriku semenjak aku jatuh cinta ke kamu"

Ketakutannya akan rasa ditinggalkan kembali hadir. Serangan panik membuat tubuhnya gemetar hebat. Apakah perasaan yang meninggalkan trauma pada dirinya sejak dua belas tahun lalu itu kembali hadir? Apakah Manggala sama seperti kedua orang tuanya?

"Mas Saka...aku takut. Aku nggak mau ditinggalin sama Manggala kayak ibu dan bapak dulu"

Mulutnya sibuk meracau. Segala hal yang ia takutkan,ia ocehkan begitu saja. Bahkan perasaan takut jika saja Manggala kembali bersama mantan kekasih pun turut hadir. Ia panik setengah mati.

"Apa karena aku belum kerja jadi belum bisa menuhin perkataanku sendiri buat beliin mobil? Tapi aku belum kerja pun karena dia yang mau. Dia nggak kasih izin buat aku kerja"

Pupil matanya bergerak gelisah. Pemikiran buruk benar-benar merusaknya. Ia lelah mencari jawaban seorang diri.

Isi kepalanya berisik. Satu sisi mengajaknya berpikiran buruk mengenai alasan dibalik perginya Manggala namun di sisi lain mengajaknya kembali ke masa awal ia mendekati Manggala. Dua sisi yang menguras energinya.

"Apa aku nostalgia aja ya sama awal kedekatan kita? Sambil nunggu siapa tau Manggala pulang"

Ia mencoba mengatur nafas untuk menekan rasa panik yang menyerang. Lalu,ia pejamkan kedua mata. Kembali ia ingat masa awal kedetakannya bersama Manggala.

Bersambung

01/10/24

01/10/24

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Wishnu Jayadikusuma
Pengangguran
23 tahun

Wishnu JayadikusumaPengangguran23 tahun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Manggala Mahardika
Advertising Director Hotel
31 Tahun

Bicara || WONMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang