Bab 8

2.3K 192 41
                                    

Semenjak perlakuan lancang yang Nevin lakukan hampir 3 bulan lalu di dalam mobil, sebenarnya Bianca dibuat ragu atas keputusannya menikah dengan pria itu. Apalagi keraguan Bianca semakin besar saat perlahan satu persatu sikap buruk pria itu terungkap. Nevin memang tidak lagi memaksanya untuk berhubungan badan tapi sikap pria itu bisa tiba-tiba mendadak sangat kasar namun tak lama menyesali semuanya bahkan sampai bersujud memohon ampun kepadanya dan berjanji akan mencoba bersikap lebih baik. Tapi nyatanya pria itu selalu mengulangi hal yang sama.

Semakin dekat hari pernikahan, keraguan Bianca semakin besar saja. Mau dibatalkan juga rasanya tidak mungkin karena semua persiapan sudah hampir selesai.

Minggu depan pernikahannya dan malam ini malam terakhir Bianca menumpang di tempat Luna, untuk sementara Bianca akan kembali ke rumah orangtuanya. Nanti setelah menikah rencananya Nevin akan membawanya tinggal di apartemen pria itu. Meski waktu sudah menunjukan hampir tengah malam, Bianca masih betah duduk seorang diri di teras rumah sambil menatap kosong pot-pot berisi tanaman milik Luna.

"Tidur, Bi, nanti lo sakit" ucap Luna yang tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu. Tadi memang Luna tertidur lebih cepat dan kini terbangun karena kehausan tapi Luna malah melihat pintu rumahnya masih terbuka lebar. Luna kira ia lupa mengunci pintu tapi Luna malah menemukan ada Bianca duduk di kursi teras tengah melamun seorang diri.

"Suram amat muka lo, Bi" ujar Luna, mengambil duduk di kursi sebelah Bianca.

"Lo ragu?" Tanya Luna, yang sebenarnya sangat tepat. Tanpa Bianca ceritakan tentu Luna sudah menyadari banyak keraguan dari wajah Bianca. Sahabatnya itu tak terlihat antusias padahal tak lama lagi pernikahannya dilangsungkan. Akhir-akhir ini bahkan Luna perhatikan Bianca lebih banyak melamun.

"Enggak tau, gue sendiri enggak ngerti gue maunya apa" ucap Bianca. Ia memang sengaja tak nenceritakan perihal keraguannya atas perlakuan buruk Nevin yang baru akhir-akhir ini juga Bianca ketahui. Karena Bianca yakin jika Luna tahu, sahabatnya itu pasti akan memintanya memikirkan ulang semuanya atau bisa saja menyuruhnya langsung menbatalkannya. Bianca hanya sedang malas membuat kegaduhan, ia juga tak mau kembali mencari masalah dengan keluarganya yang kini sudah bisa kembali menerimanya.

"Sejujurnya malah gue yang ragu, Bi" ucap Luna, dengan tatapan menerawang.

"Dia kaya bukan Nevin yang dulu" tambah Luna, yang membuat Bianca hanya bisa mengiyakan dalam hati karena memang benar, sudah banyak yang berubah dari Nevin, pria itu bukan seperti Nevin yang dulu mereka kenal.

"Dulukan kita kenal dia sewaktu masih sekolah, emang ada yang sedikit berubah tapi ke arah yang baik, kok" ujar Bianca, yang tak mau membuat Luna khawatir.

Luna sendiri hanya balas dengan anggukan singkat dan sebisa mungkin mencoba menghilangkan pikiran buruk itu.

"Padahal gue gak kalah cantik, tapi kok lo enak ya, gampang banget dapet laki" ucap Luna dengan bibir mencebik, jangankan rencana menikah pasangan saja ia tidak punya.

"Lo mau dua kali kawin, gue belom pernah, Bi" ucap Luna, dengan penuh dramatisi.

Bukannya bersimpati, Bianca malah tertawa kencang melihat wajah masam sahabatnya.

"Makanya jangan sibuk cari duit terus, sana keluar cari cowok!"

****

Semakin dekat hari pernikahannya Bianca semakin dibuat gelisah, dan keraguan Bianca semakin bertambah besar saat H-1 menjelang hari pernikahannya Nevin tiba-tiba tidak bisa ia hubungi. Seharian itu telpon dan pesannya tak ada yang Nevin balas, pria itu baru bisa ia hubungi saat hampir tengah malam dan beralasan sedang sibuk.

Entah kesibukan apa yang Nevin lakukan karena Bianca malas bertanya dan Nevin juga tak menjelaskan apa kesibukannya. Setahu Bianca, pria itu sudah mengambil cuti bekerja. Persiapan pernikahan sudah 99 persen siap, tinggal menunggu hari H esok.

Sampai akhirnya hari itu tiba, kini Bianca berdiri bersisian disebelah Nevin menyambut para tamu yang mengantri mengucapkan selamat untuk pernikahan mereka. Baru sekitar dua jam yang lalu Bianca sudah secara sah diperistri oleh Nevin. Statusnya kembali berubah menjadi istri orang bukan lagi seorang janda.

Meski sebelumnya Bianca sudah pernah menikah tapi ini tentu saja pernikahan pertama untuk Nevin maka dari itu atas permintaan keluarga Nevin pesta besar-besaran dilakukan untuk merasayan pernikahan putra satu-satunya yang mereka miliki.

Sebenarnya entah kenapa Bianca tak terlalu antusias dengan semua ini, dan Bianca menyadari jika Nevin juga merasakan hal yang sama. Padahal ini pilihan mereka sendiri tapi Bianca menyadari jika kini Nevin terlihat terpaksa menjalaninya. Yang paling terlihat sangat bahagia sepanjang pesta berlangsung malah kedua orangtua mereka.

Bianca juga menyadari tatapan tajam yang tak lepas Arlo berikan padanya dan itu semua membuatnya merasa semakin tidak nyaman. Yang Bianca inginkan hanyalah agar semua ini cepat berlalu hingga ia bisa segera keluar dari suasana tak menyenangkan sepert ini.

Tamu tak berhenti berdatangan, tapi karena sudah lelah Nevin meminta waktu untuk beristirahat sebentar yang untungnya diberikan.

Bianca melangkah turun dari pelaminan sambil menggandeng tangan Nevin, sampai tanpa diduga Bianca jatuh tersungkur karena ada yang menginjak gaunnya tapi dengan sigap Nevin kembali membantunya berdiri. Tentu saja semua itu mengundang perhatian semua tamu yang hadir.

Wanita yang tak sengaja menginjak ekor gaunnya tampak terlihat sangat menyesal dan terus meminta maaf padanya tapi Bianca mencoba menenangkan dan berkata jika ia baik-baik saja.

Setelahnya kini malah Nevin menarik kasar tangannya untuk cepat mencari tempat agar mereka bisa beristirahat sejenak.

"Kok bisa jatuh, sih? Malu-maluin aja kamu, Bi!" Geram Nevin.

"Bukan salah aku, orang itu yang injek gaun aku!" Balas Bianca, memberikan pembelaan. Sudah jelas-jelas itu bukan salahnya.

"Ya masa cuma gara-gara keinjek bisa jatuh"

"Udah, aku males debat!"

****

Akhirnya acara yang melelahkan itu selesai juga. Tubuh Bianca terutama kakinya sudah benar-benar mati rasa karena seharian tadi berdiri dengan mengenakan high heels tinggi. Bianca juga tak perlu lagi berpura-pura memberikan senyuman palsu atas semua ucapan selamat yang orang-orang itu beri.

Untuk malam ini Bianca dan Nevin akan bermalam di hotel tempat resepsi tadi dilaksanakan. Meski Bianca terlihat kerepotan dengan ekor gaunnya, tapi Nevin hanya mengizinkan Luna membantunya memegangi ekor gaunnya yang panjang sampai depan lift.

Sebelum berpamitan pada Luna, Bianca sempatkan memeluk sahabatnya itu erat. Ini semua memang sudah terlanjur terjadi tapi Bianca merasa jika ada yang salah. Entah kenapa tapi perasaanya kini bahkan semakin terasa tak karuan.

Setelah melambaikan tangan kepada Luna, Bianca masuk ke dalam lift bersama Nevin yang akan membawa mereka ke lantai dimana kamar mereka berada.

Keluar dari lift bisa Bianca rasakan tangan Nevin merangkul lembut pinggangnya. Saat menoleh bisa Bianca lihat sebuah senyuman manis yang Nevin berikan untuknya. Melihatnya membuat Bianca juga tertular dengan senyuman yang pria itu beri. Semua keputusan ia ambil dengan kesadaran penuh, Banca harus menerima semua jalan yang sudah ia ambil.

Masih sambil merangkul tangan Bianca, Nevin mengajak Bianca melangkah menyusuri lorong menuju kamar mereka berada. Sampai tak lama seorang pria tiba-tiba keluar dari sebuah kamar dan menghadang langkah mereka.

Bianca sempat menatap pria itu heran sampai tiba-tiba Nevin melepaskan rangkulan tangannya kemudian berjalan menghampiri pria itu. Bianca sempat dibuat mengernyit heran Nevin memeluk erat tubuh pria itu, sampai tak lama bola mata Bianca hampir keluar saat dengan mata kepalanya sendiri ia melihat kedua bibir pria itu kini sedang saling berciuman.

Bianca yang kaget benar-benar hanya bisa terdiam mematung, tubuhnya juga mendadak terasa sangat lemas. Apa maksudnya? Apa arti dari ciuman liar yang kini sedang dua pria itu lakukan?

****

Heartbreak AnniversaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang