45. Ya Poligami Aja, Mas!

297 44 30
                                    

Keenan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Zayyan, Sabiru, Emran dan Ehsan. Entah apa yang sedang menggerogoti kepala adik-adik sepupunya sampai pada berkelakuan absurd. Kalau Zayyan absurd itu hal biasa. Nah ini si Emran, Ehsan sampai beruang kutub Sabiru ikutan juga? Wah, keajaiban alam.

"Kamu gak ikutan pamer perut rata sama tempelan kotak-kotak ala binaragawan, Bra?"

Keenan menoleh pada sang adik yang sedang sibuk membuat sebuah bonsai dari tanaman serut yang katanya dia peroleh dari area hutan di daerah Cilongok. Hasil mencari wingit selama beberapa waktu.

"Gak, Mas. Buat apa?"

"Buat pamer body, kan udah jadi model Uncle Attar."

Ibrahim hanya terkekeh.

"Mas mau ikutan gak? Mayan loh bayarannya. Tabungan Ibra nambah banyak.. Mas ikut ntar duitnya makin banyak. Gak abis-abis berturun-turunan."

"Gak. Duitku udah banyak. Sampai bingung ngabisinnya."

"Buat bini lah, Mas.. Wanita kan mudah ngabisin duit. Mas  yang kerja bini Mas yang habisin duitnya."

Keenan tak menjawab dan Ibra pun tak mencecar jawaban dari sang kakak. Keduanya kembali sibuk pada aktivitas masing-masing. Ibra dengan bonsai, Keenan dengan laptop. Sayangnya, fokus dua saudara kandung teralihkan pada keriuhan Zayyan cs. Baik Ibra dan Keenan kembali menatap tingkah para saudara laki-lakinya.

"Itung woi, roti sobekku empat," ujar Zayyan lantang.

"Aku juga empat," timpal Emran.

"Aku juga." Ehsan tidak mau kalah.

"Udah diem. Aku enam, kalian semua kalah." Sabiru dengan seringai sinis membanggakan diri.

"Ck! Aku ntar juga enam, lihat saja."

"Kamu enam, aku sudah delapan."

Para cucu laki-laki Kakek Azzam masih beradu mulut. Keenan sendiri hanya terkekeh lalu kembali fokus ke laptop miliknya. Ibra awalnya mengamati tingkah para sepupu hingga dia kembali fokus ke bonsai. Tetapi, rupanya Ibra penasaran dengan apa yang sedang dilakukan sang kakak, Ibra pun melongok ke arah laptop sang kakak. 

'Lagi desain rupanya.'

Dia tersenyum. Kakaknya memang duplikat sang abah dan dua kakek. Plek ketiplek sampai hoby dan prestasi. Dia sendiri sama sekali tidak iri pada sang kakak. Toh, Keenan dengan bakatnya dan Ibra juga dengan bakat Ibra. Lagian, kedua orang tuanya tidak pernah membeda-bedakan. Paling ya untuk perhatian kedua orang tua mereka kini tumpah ruah buat Alea karena dia yang paling kecil. Tapi untuk dukungan, kasih sayang serta bimbingan, semua dapat sama rata.

"Mas."

"Hem."

"Mas sudah nemu calon belum?"

"Kepo."

"Serius Mas, aku nanya loh."

Keenan tak menjawab. Memilih fokus ke laptop.

"Mas perlu mikirin diri Mas, deh. Abah sama Umi, makin tua. Apalagi Kelly dan Nelly, mereka pasti pengen ngerasain dapat cicit. Lagian Mas kan udah cukup umur, cukup rejeki. Mas juga butuh pendamping yang bisa dampingi Mas. Mas juga-"

"Kamu tumben cerewet, Bra. Cerewetmu ngalahin Mamah sama Aunty, deh."

Ibra kembali nyengir. "Ya pengen nyemangatin Mas aja."

"Nyemangatin apa?"

"Buat cepet nikah." Ibra kembali nyengir.

"Bilang aja mau ngelangkahin, Mas. Mas gak masalah kok," jawab Keenan cuek.

Jodoh Untuk Pak Komting! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang