---Beberapa bulan berlalu sejak peluncuran program bimbingan belajar "Cahaya Ziva." Alvi dan Zidan melihat banyak perubahan positif tidak hanya pada anak-anak yang mereka bantu, tetapi juga pada diri mereka sendiri. Mereka belajar untuk lebih terbuka, lebih sabar, dan lebih memahami arti keluarga dan persahabatan. Rasa kehilangan Ziva kini terasa lebih ringan, tertutupi oleh senyuman dan tawa anak-anak.
Suatu hari, saat mereka sedang mengajar, Zidan mendapatkan pesan dari seorang teman lama Ziva yang ingin bertemu. Namanya, Maya. Sejak kepergian Ziva, Maya merasa kehilangan dan ingin mendukung kegiatan yang mereka lakukan. Alvi dan Zidan sepakat untuk bertemu di kafe tempat mereka biasa berkumpul bersama Ziva.
Ketika Maya tiba, Alvi dan Zidan langsung mengenalinya. Senyumnya yang cerah mengingatkan mereka pada Ziva. Setelah berbincang sejenak, Maya mengungkapkan keinginannya untuk berkontribusi dalam yayasan mereka. “Aku sangat mengagumi apa yang kalian lakukan. Ziva selalu bercerita tentang mimpi-mimpinya membantu anak-anak, dan aku ingin terlibat.”
Setelah beberapa diskusi, mereka memutuskan untuk menyelenggarakan acara khusus di sekolah untuk merayakan pencapaian anak-anak di program bimbingan belajar. Maya, dengan keahliannya dalam merancang acara, membantu mereka merencanakan berbagai kegiatan, mulai dari pameran seni hingga pertunjukan musik.
Hari acara tiba dengan antusiasme yang tak terhingga. Alvi dan Zidan berdiri di tengah lapangan sekolah, melihat anak-anak bersiap untuk menunjukkan hasil kerja keras mereka. Dinding Mimpi yang sebelumnya mereka buat kini dipenuhi dengan warna-warni harapan dari setiap anak. Setiap gambar dan tulisan menggambarkan keinginan mereka untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Ketika acara dimulai, Alvi dan Zidan merasa bangga melihat anak-anak menampilkan bakat mereka. Beberapa anak mempersembahkan puisi yang mereka tulis sendiri, mengungkapkan impian dan harapan mereka. Saat Lila berdiri di panggung dan membacakan puisinya tentang cita-citanya menjadi guru, air mata bahagia mengalir di pipi Alvi dan Zidan.
“Ziva pasti bangga denganmu, Lila,” bisik Zidan kepada Alvi, yang hanya mengangguk dengan penuh emosi.
Saat malam tiba dan semua orang berkumpul untuk menikmati makanan yang disiapkan, Alvi dan Zidan mengambil momen untuk memberikan penghargaan khusus kepada anak-anak. Mereka mengumumkan bahwa yayasan mereka akan memberikan beasiswa kepada beberapa anak berbakat untuk melanjutkan pendidikan mereka lebih jauh.
“Saya ingin mengingatkan semua orang bahwa setiap langkah yang kalian ambil, setiap mimpi yang kalian kejar, adalah jejak yang akan terukir dalam sejarah hidup kalian,” kata Alvi dengan suara penuh semangat. “Ziva mungkin tidak ada di sini secara fisik, tetapi dia akan selalu menjadi bagian dari kita. Mari kita teruskan jejak langkahnya dan mewujudkan semua mimpi kita!”
Maya menambahkan, “Kita semua memiliki kekuatan untuk mengubah dunia, satu langkah kecil sekaligus. Jangan pernah ragu untuk bermimpi besar.”
Acara tersebut ditutup dengan sebuah pertunjukan musik yang mengingatkan semua orang akan kenangan indah bersama Ziva. Suara alat musik mengalun lembut, membawa semua yang hadir kembali ke kenangan indah, menghidupkan kembali semangat yang selalu dibawa Ziva ke dalam hidup mereka.
Malam itu, Alvi dan Zidan merasa terhubung lebih dalam, tidak hanya dengan satu sama lain, tetapi juga dengan semua orang yang hadir. Mereka mengerti bahwa meski Ziva telah pergi, jejak langkah yang dia tinggalkan akan terus hidup di hati setiap orang yang pernah mengenalnya.
Dengan penuh harapan dan cinta, mereka bersyukur atas kesempatan untuk mengenang Ziva dan melanjutkan apa yang telah dia mulai—cahaya yang akan selalu menyinari jalan bagi mereka dan banyak anak lainnya.
---
Setelah malam yang penuh kenangan itu, Alvi dan Zidan kembali ke rutinitas sehari-hari mereka. Program bimbingan belajar "Cahaya Ziva" semakin berkembang, dengan lebih banyak anak-anak yang mendaftar untuk ikut serta. Alvi dan Zidan merasakan kebahagiaan yang mendalam saat melihat wajah-wajah ceria anak-anak yang bersemangat untuk belajar.
Suatu sore, saat mereka sedang mempersiapkan materi untuk kelas berikutnya, Zidan teringat sesuatu yang pernah Ziva katakan, “Kak, kita harus bisa membuat setiap anak merasa berharga.”
“Ya, itu harus menjadi tujuan utama kita,” jawab Alvi, mengangguk setuju. “Kita tidak hanya mengajarkan mereka ilmu pengetahuan, tetapi juga bagaimana mereka bisa menghargai diri sendiri dan mimpi mereka.”
Mendapatkan inspirasi dari kata-kata Ziva, mereka memutuskan untuk mengadakan sesi motivasi bagi anak-anak. Mereka mengundang beberapa pembicara yang telah sukses dalam hidup mereka, yang juga berasal dari latar belakang yang sama dengan anak-anak di yayasan. Alvi dan Zidan percaya bahwa mendengar kisah perjuangan orang lain dapat membangkitkan semangat dan harapan.
Ketika hari sesi motivasi tiba, suasana di ruangan terasa hidup. Anak-anak duduk dengan antusias, menunggu kisah inspiratif dari para pembicara. Alvi dan Zidan berdiri di depan, berbagi cerita tentang perjalanan mereka setelah kehilangan Ziva dan bagaimana semangat Ziva terus mendorong mereka untuk membantu orang lain.
Salah satu pembicara, seorang wanita bernama Rina, adalah seorang pengusaha sukses yang juga merupakan mantan murid di sekolah yang sama. Dia membagikan kisahnya tentang bagaimana dia harus berjuang menghadapi berbagai rintangan, tetapi tetap percaya pada mimpinya untuk mencapai kesuksesan.
“Jangan pernah merasa kecil atau tidak berharga,” kata Rina dengan penuh semangat. “Setiap dari kalian memiliki potensi yang luar biasa. Kalian bisa mencapai apa pun yang kalian inginkan jika kalian berusaha dan tidak menyerah!”
Anak-anak mendengarkan dengan seksama, terlihat terinspirasi oleh kata-kata motivasi itu. Alvi dan Zidan melihat bagaimana mata mereka berbinar, dan mereka tahu bahwa sesi ini telah memberikan dampak yang signifikan.
Setelah sesi motivasi, mereka mengadakan diskusi kelompok di mana anak-anak dapat berbagi mimpi dan harapan mereka. Banyak yang mengungkapkan cita-cita mereka, mulai dari dokter, guru, hingga seniman. Saat mereka berbagi, Alvi dan Zidan merasa seolah Ziva ada di sana, tersenyum mendengarkan impian-impian itu.
Di tengah-tengah diskusi, Lila berdiri dan dengan percaya diri berkata, “Saya ingin membantu teman-teman saya untuk belajar, seperti yang dilakukan kakak Ziva. Saya ingin menjadi guru dan memberikan yang terbaik untuk anak-anak lain.”
Pernyataan Lila membuat Alvi dan Zidan terharu. “Ziva pasti bangga padamu, Lila. Teruslah bermimpi dan berusaha!” seru Zidan, memberikan dorongan kepada Lila.
Hari-hari berlalu, dan semangat di yayasan semakin membara. Setiap anak berkomitmen untuk belajar lebih giat, tidak hanya untuk diri mereka sendiri tetapi juga untuk menghormati Ziva. Alvi dan Zidan terus mendukung mereka dengan sepenuh hati, mengetahui bahwa setiap langkah yang mereka ambil akan terukir dalam kenangan indah.
Suatu malam, saat Alvi dan Zidan duduk bersama di teras, Zidan berujar, “Kita sudah menjalani banyak hal sejak kepergian Ziva. Tapi aku merasa seperti kita tidak sendirian. Dia selalu ada di sini, dalam setiap senyuman anak-anak dan setiap langkah yang kita ambil.”
Alvi mengangguk, matanya menatap bintang-bintang di langit. “Ya, kita harus terus meneruskan warisan Ziva. Dia mengajarkan kita untuk mencintai, memberi, dan tidak pernah menyerah pada mimpi. Kita akan membuatnya bangga.”
Dengan tekad baru, mereka berdua berjanji untuk terus melanjutkan apa yang telah Ziva mulai. Mereka tahu, meskipun kehadirannya tidak lagi tampak, jejak langkah yang terukir dalam hidup mereka dan anak-anak akan selalu menjadi pengingat akan cinta dan semangat yang tidak akan pernah padam.
---
Bersambung.................
KAMU SEDANG MEMBACA
KEBERANIAN YANG TAK TERLIHAT
Teen FictionDeskripsi cerita ---- Ziva, seorang gadis berusia 18 tahun yang dikenal ceria dan berprestasi, selalu tampak bahagia di mata semua orang. Namun, di balik senyumannya, ia menyimpan rahasia besar-kanker otak yang perlahan-lahan menggerogoti hidupnya...