9. Rumah

1.3K 223 48
                                    

Avic memasuki mansionnya dengan malas-malasan. Dia malas pulang, tapi Arthur menyuruhnya untuk pulang dulu setidaknya keluarga Avic harus tau dia baik-baik saja. Setelah itu katanya Avic boleh ke rumah Arthur lagi.

Padahal keluarga Avic mana peduli soal dirinya. Avic yakin, dia tidak pulang berhari-hari juga mereka tidak akan mencarinya.

Begitu akan memasuki ruang tengah, Avic bisa mendengar suara tawa riang. Tuh kan, Avic ada atau tidak juga mereka tidak akan peduli.

Avic memasuki ruang tengah, dan hendak segera menuju lantai atas.

"Ohhh rupanya ada yang masih ingat rumah."

Langkah Avic seketika terhenti, dia menghela napas berat sejenak, dan memilih melanjutkan langkahnya.

"AVICENNA!"

"APASIH?!" Avic membalas teriakan ayahnya dengan wajah memerah karena kesal.

Semua orang termasuk ayahnya terkejut melihat Avic yang membalas bentakan sang ayah. Biasanya, Avic hanya akan menunduk seperti anak anjing jika dia sudah dibentak seperti itu. Bahkan Avic juga sering beralih merayu ayahnya agar tidak marah padanya, walaupun selalu berakhir sia-sia.

"Darimana kamu semalaman tidak pulang?" Ayah Avic menatap Avic dengan tatapan tajam.

Avic terkekeh sinis, "Apa urusannya dengan daddy? Biasanya juga daddy tidak pedulikan aku mau gak pulang beberapa haripun?"

"Avic jangan bicara gitu sama dad-"

"DIEM LO!" Avic dengan cepat memotong ucapan orang yang paling dia benci, sepupunya, saudara angkatnya.

Ayah dan kakak-kakak Avic seketika meradang melihat Avic membentak orang yang paling mereka sayangi.

Ayah Avic berjalan ke hadapan Avic, dan...

Plak

Dengan tidak berperasaan dia menampar putranya sendiri.

"Saya tidak pernah mengajari anak-anak saya untuk berprilaku kasar pada saudaranya yang lain." Ayah Avic berkata dengan nada menekan dan tajam.

Avic tersenyum tipis, dia lalu menatap ayahnya dengan nanar, "Ya, dan sekarang anda sedang mengajari mereka cara untuk bersikap kasar kepada anak anda sendiri. Oh atau mungkin, bagi anda saya sudah bukan anak anda lagi?"

Ayah Avic terdiam melihat tatapan penuh kekecewaan dari mata putra bungsunya. Ini pertama kalinya Avic memberikan tatapan itu padanya, apa dia sudah berlebihan?

Avic memegang pipinya yang terasa panas dan perih, kenapa dia tiba-tiba jadi merindukan Arthur ya...

Avic menggelengkan kepalanya, dia memutuskan untuk berlalu menuju kamarnya, mengabaikan keluarganya. Avic berencana untuk packing-packing bajunya, Avic akan pergi dari rumah untuk beberapa waktu.

Mungkin dia akan mengekost di rumah Arthur saja, dia hanya perlu membayar perbulannya, dan untuk uangnya dia bisa mendapatkannya dari balapan.

Avic yakin, Arthur pasti akan mengizinkan, apalagi jika Avic menjelaskan kondisinya saat ini. Kalau Arthur tidak mau, Avic akan mencoba untuk bertanya pada Kaylo, apa dia bisa menampungnya atau tidak.

Setelah masuk ke kemar, Avic langsung mengeluarkan koper, dan mengeluarkan beberapa baju dan barang pentingnya. Avic hanya akan membawa seragam-seragam sekolah, dan beberapa pasang baju sehari-hari. Buku-bukunya akan dia bawa menggunakan tas biasa.

Avic membereskan barang-barangnya, sembari mencoba menghubungi Kaylo. Ya, pada akhirnya dia sepertinya akan mengekost di apart Kaylo saja, dia masih ragu dan gengsi pada Arthur. Padahal jika dipikir-pikir, dia dan Kaylo juga baru dekat.

Arthurias : Soulmate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang