Part 70 - Sejarah Hitam

327 13 0
                                    


"Jangan menangis di depan anak itu."

Jeong-oh memperingatkan Ji-heon dibelakang Yena. Jeong-oh sungguh menganggap lucu saat melihat Ji-heon seperti ini dengan mata merah seolah-olah dia sedang mengantar putrinya untuk menikah sementara kami hanya menunggu bus untuk pergi ke tempat penitipan anak. Dia tidak menenangkan ekspresinya bahkan setelah peringatan Jeong-oh, jadi Jeong-oh memberinya teguran lebih keras.

"Jangan berlebihan, kamu terlihat seperti ayah tiri yang berpura-pura."

Ekspresi Ji-heon menjadi normal saat itu, mungkin karena dia tidak ingin disebut ayah tiri yang berpura-pura. Tak lama kemudian bus tiba.

"Ibu, aku pergi."

Ji-heon yang dimarahi lagi tersipu saat melihat Yena menyapa dengan sopan di bawah bimbingan guru. Perasaan ini sepertinya tidak bisa dihindari. Hatiku sakit melihat penampilan, tindakan, dan setiap gerak tubuh anak itu. Perasaan luar biasa dan tak terlukiskan masih melekat di hatiku. Jeong-oh melambaikan tangannya dan diam-diam berbicara kepada Ji-heon.

"Dia akan pergi ke tempat penitipan anak sekarang, dia bukan pergi untuk wajib militer."

Berkat peringatan dari Jeong-oh, Ji-heon bisa berpisah dengan Yena tanpa terlihat mencurigakan di mata orang lain. Meski masih terlihat lucu. Ji-heon berdiri di sana dan memperhatikan lama sekali hingga pintu bus tertutup, anak itu duduk, bus berangkat, dan bus pun hilang dari pandangan. Itu adalah sapaan pagi seperti keluarga yang lama terpisah dan kembali ke tempatnya masing-masing setelah pertemuan yang penuh gairah. Meski memarahi Ji-heon dengan kasar, Jeong-oh sebenarnya bisa memahami perasaan Ji-heon. Dia tidak bisa menegurnya lebih jauh, karena dia pun pasti memiliki perasaan yang kacau bahkan dia berlari sepanjang pagi karena merindukan anaknya.

"Bagaimana perasaanmu? Bisakah kamu mengemudi ke tempat kerja?"

"Aku baik-baik saja. Sangat baik."

"Baiklah. Sampai bertemu di tempat kerja. Aku akan naik kereta bawah tanah."

"Ayo pergi bersama. Tetap disampingku."

Setelah memeriksa keadaan Ji-heon, Jeong-oh melambaikan tangannya, namun langsung tertangkap oleh Ji-heon.

"Aku ingin kamu terus di sampingku untuk menstimulasi ingatanku."

"..............."

"Aku pikir ingatanku akan kembali."

Pengakuan Ji-heon sama sekali tidak bohong. Beberapa saat yang lalu,
Ji-heon teringat sedikit ingatan 7 tahun lalu. Ji-heon yang sedang menantikan anaknya, benar tentang Yena. Hati seorang calon ayah yang ingin melakukan banyak hal untuk anaknya. Jeong-oh tidak punya pilihan saat dia menyanderanya dengan ingatannya itu. Jeong-oh menggandeng tangan Ji-heon dan berpindah ke tempat mobil diparkir, mengatur kondisi dengan kasar.

"Aku akan turun di dekat perusahaan. Dimana tidak ada orang."

"Katakan saja kita bertemu di jalan secara kebetulan."

"Aku yakin orang-orang tidak akan percaya hal itu."

".............."

"Aku tidak tahu bagaimana rumor akan menyebar. Aku harap kamu berhati-hati."

"Bukankah hal baik jika kita mengumumkannya terlebih dahulu?"

Jeong-oh tiba-tiba berhenti berjalan dan menutup matanya.

"Tidak, pikirkan karena siapa semua terjadi seperti ini."

Mata yang besar dan terbuka jelas menatap Ji-heon dengan tegas.

A Child Who Looks Like Me / Anak yang Mirip DenganKuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang