Terhitung sudah hampir dua Minggu ini Nari merasa hampa dan kesepian setelah Hoseok mengambil alih kantor sang ayah mertua. Pria itu sudah tidak pernah lagi menghabiskan waktunya bersama Nari dirumah bahkan untuk sekedar berbelanja keluar pun Hoseok tak sempat mengantar. Cafe miliknya pun bahkan tak pernah lagi dihampiri Hoseok, hanya Nari yang terlihat sering berada disana. Bohong jika Nari tidak khawatir bahkan rasa takut mengenai sekretaris baru itu tak pernah bisa ia kesampingkan. Prianya selalu pergi pagi dan pulang larut malam, tidak ada percakapan hangat seperti biasanya, bahkan berhubungan badan saja terakhir saat malam Hoseok kembali dari wajib militernya. Entah hanya perasaannya saja sikap manis Hoseok kini terasa kosong dan hanya omongan belaka. Nari tak lagi berdesir untuk setiap kata manis yang terkadang sempat pria itu lontarkan sesekali sebelum berangkat bekerja atau sebelum mata pria itu terpejam. Bahkan Nari nyaris tak pernah lagi mendengar ungkapan cinta dari suaminya itu.
Nari tentu saja bisa merasakan perubahan suaminya. Terlebih hari ini pria itu kembali tak bisa menemaninya untuk kontrol dengan Dokter Han, padahal dokter itu sudah menyampaikan agar Hoseok datang untuk kontrol selanjutnya. Nari hanya bisa tersenyum getir manakala Dokter mencebik "Suamimu itu bagaimana sih? Katanya ingin cepat punya anak, tapi kenapa mangkir saat aku suruh datang!" Tapi walau begitu, Dokter Han adalah dokter obgyn senior yang sangat ramah dan pengertian dengan Nari. Pria paruh baya itu mengaku sudah pernah mengalami pengalaman yang sama, istrinya yang susah untuk hamil namun bertahun-tahun kemudian akhirnya Tuhan memberikan mereka keturunan juga. Pria itu selalu menyemangati Nari agar optimis dan tidak putus asa.
"Jangan lupa lakukan hubungan badan secara teratur untuk mempercepat pembuahan, bisa jadi saat pemeriksaan selanjutnya sudah ada" katanya tertawa kecil menghibur Nari.
*****
Hoseok nyaris lupa kapan terakhir ia bisa menelusuri bingkai-bingkai persegi yang menempel di dinding sebuah pameran seperti ini. Dirinya suka, namun tidak dengan Nari. Tapi walau begitu bukan berarti Nari tidak mau diajak datang ke tempat seperti ini, tentu saja wanita itu mau untuk menemani suaminya menikmati karya seni yang dipajang disana. Namun kali ini agaknya beda, jika Nari tidak mengerti maka Sohee mengerti. Wanita itu tampak serasi dengan Hoseok soal membahas karya seni yang tengah mereka pandangi. Wanita itu agaknya bisa menjadi teman bicara Hoseok yang tepat. Jadi hal itu membuat Hoseok larut dalam kegiatan mereka, percakapan mereka juga tampak terus mengalir hingga bisa membuat pria itu lupa sekali saja mengirimkan pesan untuk istrinya yang dulu sering sekali ia lakukan jika mereka tidak sedang bersama. Siapapun tolong sadarkan pria ini sebelum ia semakin jauh!
Bahkan acara mereka berdua berlanjut hingga menikmati street food dijalanan Myeongdong. Hingga satu gerobak penjual ubi panggang membuat langkah kaki pria itu terhenti, mendadak ia ingat istrinya. Sontak saja debaran jantungnya kian terasa, tubuhnya panas dan berkeringat. Mengingat apa yang telah ia lakukan? Dia asyik bersama Sohee hingga larut malam ini, sedangkan istrinya dirumah sedang menunggunya. Belum lagi Hoseok teringat kalau Nari pernah meminta untuk dibawa ubi panggang saat pulang bekerja. Itu dua hari yang lalu dan Hoseok tak pernah membawa pulang keinginan sederhana yang istrinya pinta. Sedangkan hari ini ia justru menghabiskan waktunya bersama wanita lain pun membawa serta orangnya ke tempat ini.
Tanpa banyak bicara, Hoseok memberikan beberapa lembar uang pada Sohee membuat wanita itu bingung.
"Belilah apapun yang kau mau! Dan pulanglah dengan taksi. Maaf. Aku tidak bisa mengantarmu!"
"Hosoek! Hoseok!" Sohee sedikit berlari kecil memanggil pria itu namun kalah cepat dengan Hoseok yang sudah menghilang dibalik keramaian orang. Jangan tanyakan seberapa kesal Sohee hingga ia menghentak kasar kakinya.
Mobil yang dikendarai Hoseok melaju dengan cepat hingga ia tiba dirumah mereka. Pria itu tergesa untuk menuju unitnya, dan mendapati apartemennya yang sudah sepi. Lampunya sudah mati dan dibiarkan beberapa lampu temaram yang sedikit memberikan cahayanya. Tidak ada Nari yang menyambutnya pulang, hal itu sukses membuat pacu jantung Hoseok semakin kencang dan perasaannya tidak karuan.
Perlahan ia buka pintu kamar mereka dan benar saja yahg dicari ada diatas ranjang. Wanita itu memunggungi suaminya yang baru saja bergabung di atas ranjang. Tidak ada sapaan hangat yang Nari berikan pada suaminya yang baru saja kembali nyaris pukul dua belas malam. Ia memendam rasa sesak dan umpatan dalam batinnya sendiri. Hoseok yang melihat tingkah istrinya itu bukannya tidak paham, ia tau Nari sedang merajuk padanya. Beberapa hari ini komunikasi mereka memang tidak lancar, mereka seperti perang dingin dan tidak memiliki waktu bersama.
Hoseok juga menyesali dirinya yang kini diam-diam lebih banyak memberikan waktunya pada Sohee alih-alih pada istrinya sendiri. Semua berawal dari Ibunya, kini pria itu seolah diatur untuk terus bersama Sohee. Dan yang paling membuat Hoseok marah adalah ia pun mulai nyaman dengan Sohee walau awalnya menolak untuk dekat.
Demi Tuhan, Hoseok berusaha keras untuk menyimpan hatinya hanya untuk Nari. Dia tidak ingin mengkhianati istrinya yang sudah memberikan jutaan cinta tanpa syarat. Nari saja sudah cukup, Hoseok harus sadar itu.
"Sayang..."
"Aku mengantuk, ingin tidur!" sela Nari cepat menjauhkan lengannya dari tangan Hoseok yang tadinya hendak mengusap disana.
"Kita perlu bicara?"
"Tidak ada hal penting yang harus dibicarakan! Lakukan saja sesukamu!" Sarkas Nari.
#tbc
Jangan lupa vote dan tulis komentar kalian yah
Ily 💜
See u next chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope | J-Hope
FantasyOrang-orang mungkin akan mengatakannya wanita gila, karena poros hidupnya penuh ia pusat kan pada satu pria yang sudah bertahun-tahun ini bersamanya, suaminya Jung Ho-Seok. Bukankah cinta memang begitu? Apa salah mencintai pria yang berstatus suamin...