Payungnya Tidak Terbawa

6 0 0
                                    

[Lagu pertama dari daftar putar saat Di Jalan Pulang : On Rainy Days - Heize]

Kelembaban udara meningkat seiring dengan awan gelap yang semakin rendah. Orang-orang di sekelilingku bergerak gelisah karena mereka juga memiliki kekhawatiran yang sama : hujan. Padahal kami sedang berada di dalam sebuah kafe. Mustahil bagi hujan untuk merangsek masuk ke dalam karena pintu kafe selalu tertutup dan dinding kaca di bagian depan juga cukup kokoh untuk menghalang badai. Tapi kami tetap saja khawatir hujan turun.

Matcha Latte panas yang aku pesan satu jam lalu sekarang sudah dingin. Cukup satu teguk saja bagiku untuk menghabiskan sisanya. Perasaan tidak enak ketika minumanmu sudah habis sementara tugas yang dikerjakan belum selesai memenuhi benakku. Aku bisa saja memesan satu gelas minuman yang lain, tapi aku tidak mungkin hanya berdiam diri di sini selagi menunuggu hujan turun. Lebih baik aku segera pergi. 

Aku merapikan laptop dan catatanku kembali ke dalam tas. Aplikasi cuaca menyebutkan bahwa dalam satu jam kedepan akan turun hujan disertai petir. Aku sudah mengantisipasi hal itu dengan membawa pelindung tas dari rumah karena aku tidak ingin laptop dan catatanku basah oleh air hujan. Selain pelindung tas, aku juga membawa jaket karena tahu angin akan bertiup kencang dan aku tidak ingin keesokan harinya bangun dalam keadaan flu. Aku bahkan membawa sandal jepit untuk ditukar dengan sepatu yang kukenakan agar tidak basah. Semuanya ada di dalam tas... Kecuali payung.

Aku merogoh-rogoh tas untuk mencari payung lipat yang biasanya selalu ada di dalam tasku setiap musim hujan tiba. Sayangnya, kali ini payungnya tidak terbawa. Aku lupa telah mengganti tas dan tidak memindahkan payung dari tas yang lama. Benar-benar mengecewakan. Masih duduk di dalam kafe, aku menghembuskan napas berat, ini akan menjadi perjalanan pulang yang berat. Namun, daripada kesal terlalu lama sementara hujan mungkin semakin dekat, aku langsung beranjak saja dari tempat duduk dan keluar dari kafe sambil memasang earphone kabel yang kini terhubung pada ponselku alih-alih laptop. Suara denting lonceng ketika pintu dibuka menjadi ucapan selamat tinggal yang agak meredakan kekesalanku pada diri sendiri.

Kafe tadi terletak di Jalan Berada. Kenapa nama jalannya demikian? Karena di sepanjang jalan ini apapun yang orang-orang cari pasti ada. Kafe estetik untuk nongkrong atau WFC, toko kebutuhan rumah tangga seperti mebel hingga sembako, toko perhiasan mulai dari perak hingga berlian,  tempat makan seperti warung tegal hingga restoran bintang tiga, semuanya berada di Jalan Berada. Di jalan yang serba ada ini, aku tidak memiliki payung.

Aku menimbang-nimbang untuk membeli payung plastik murah di minimarket, tapi aku sudah punya satu di rumah, hanya ketinggalan saja. Jika aku membeli satu payung lagi, berarti ketika sampai rumah aku akan memiliki dua payung. Payung bukan benda yang harus ditunggu kering dulu untuk dipakai kembali, jadi satu saja sebenarnya sudah cukup. Apa aku sungguh membutuhkan payung tersebut saat ini? Hujannya bahkan belum datang. Mendung bukan berarti hujan.

Karena aku adalah pembuat keputusan yang buruk, jadi aku akan memutuskan apakah perlu membeli payung atau tidak dengan menghitung langkahku sampai ke minimarket di ujung jalan. Beli... Nggak... Beli... Nggak... Beli... Setiap langkah aku ambil dengan hati-hati agar keputusan yang aku buat tidak disesali nantinya.

Dari earphone yang terpasang di kedua telingaku, lagu On Rainy Days milik Heize terputar. Lagu tersebut baru-baru ini masuk ke dalam daftar putarku karena aku tidak sengaja mendengarnya di suatu tempat dan aku langsung menyukainya.

Butuh lebih dari 50 langkah untuk mencapai minimarket, namun aku sudah dapat merasakan rintikan air turun di atas kepalaku. Tapi karena hanya beberapa rintikan kecil, aku tetap melangkah maju, berharap bisa sampai ke minimarket sebelum rintikan yang lebih besar turun.

Yah barangkali sudah saatnya hujan turun. Rintikan air tadi kini intensitasnya meningkat dan dalam waktu kurang dari semenit, jalanan tampak seperti diguyur menggunakan gayung raksasa. Petir beberapa kali menggelegar di angkasa, semburat ungu putih menguasai langit dalam sepersekian detik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Di Jalan PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang