10. Serius?

52 15 6
                                    

tinggalin jejak dulu, dong
spam komennya jangan lupa 💜

=====

     Tantangan dari ayahnya Ayesha di terima dengan baik oleh Ragana. Ia benar-benar bersemangat untuk hal ini. Selain karena ia senang bisa meminang kekasihnya. Tapi juga karena jiwa kompetitifnya itu jadi semakin berkobar. Ia senang tantangan seperti ini.

     Lain halnya dengan Ayesha yang menatap cemas pada Ragana yang katanya tengah menelepon orang tuanya. Untuk bisa di kirimkan berkas-berkas keperluan pernikahan. Meski Ayesha belum mengenal lebih dalam dari kekasihnya ini. Tapi daripada menikah dengan lelaki yang sangat asing baginya. Ia lebih rela di pinang Ragana.

     "Mas ini serius?"

     Ponsel yang baru saja ia gunakan itu, segera ia masukkan kembali ke dalam saku celananya. Setelahnya tangan kosongnya menggenggam kedua tangan Ayesha. "Saya tanya dulu sama kamu. Lebih ridho di pinang Dimas atau di pinang saya?"

     "Ya, jelas sama Mas, lah!"

     Ragana terkekeh. Ia menghembuskan nafasnya lega. "Nah, ini usaha yang coba saya lakukan untuk membuktikan bahwa saya serius sama kamu. Tadi orang tua saya begitu bersemangat saat mengetahui bahwa saya akan meminang kamu. Mereka sedang bersiap terbang ke sini. Bahkan berkas yang saya minta ternyata sudah lama sekali mereka simpan."

     Ayesha menatap kekasihnya itu lamat. Sebetulnya apa yang sedang terjadi saat ini? Semuanya bergerak tanpa bisa Ayesha prediksi sedikitpun. Tentu saja ia tau bahwa Tuhan yang mengatur jalan hidup ciptaan-Nya.

     Tapi...

     Tiba-tiba bertemu Ragana, tiba-tiba pacaran dan sekarang tiba-tiba mau di pinang. Itu benar-benar di luar prediksinya sekali.

     Semuanya seolah bekerja secara tiba-tiba.

     "Kenapa?" Ragana menautkan alisnya bingung karena Ayesha mendongak sembari menatapnya begitu serius.

     "Ini kita lagi ngapain, sih?"

     Seketika Ragana terbahak, ia seolah mengerti kemana topik ini akan berakhir. Tangannya terulur melingkari tubuh kekasihnya itu. "Kaget banget pasti sama situasi yang di hadapi akhir-akhir ini, ya?"

     "Ini aku beneran kaya kena jet lag. Semuanya kaya kejadian serba tiba-tiba."

     Pria tinggi itu tersenyum sembari mengusap sisi wajah Ayesha yang begitu betah mendongakkan kepala untuk bersitatap dengannya. "Semuanya, kan udah di atur sama yang di Atas. Awal pertemuan kita sampai akhirnya ada di titik ini pasti udah ada di skrip yang Tuhan buat."

     "Iya, sih ngerti. Tapi gimana, ya. Aku aja masih mencoba beradaptasi sama hubungan kita. Sekarang udah makin naik aja jenjangnya."

     "Bagus, lah. Seperti kata Ibu kamu tadi. Supaya kita tidak terjerumus dosa lebih lama."

     "Nanti kalau aku gak sesuai sama yang Mas bayangin gimana? Aku gak begitu pinter masak. Aku juga bukan perempuan yang bisa diem di rumah. Aku seneng punya banyak kegiatan. Kalau Mas nyesel gimana?"

     "Kita memang akan saling beradaptasi. Dan kalau memang nanti di tengah-tengah hubungan rumah tangga kita ada sesuatu yang gak bisa kita toleransi. Saya harap kamu mau mendiskusikannya. Kita cari jalan keluarnya. Jangan biarkan kalimat perpisahan terucap dari bibir kamu dan saya. Kita pertahankan rumah tangga kita sebaik mungkin."

     "Aku cuma mau ngasih tau Mas aja. Meskipun aku independen women, tapi sikapku juga kaya perempuan kebanyakan. Yang moodnya gak bisa di tebak. Kalau suatu saat Mas kesel sama aku, please jangan bentak aku, ya. Mas marah-marah aja. Atau silent treatment aja."

SempenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang