The LXXI : De Ja Vu

1 0 0
                                    


GO!


Aku melotot kaget sambil melihat pembantu Ella yang sedang berpose berlari di depanku. Mustahil jika ia berpura-pura ini tidak mungkin, karna hanya jempol kaki kiri yang menyentuh lantai, sedangkan kaki sebelahnya sedang melangkah ke atas. Ya, menandakan ia sedang berlari, ditambah wajahnya seperti khawatir dengan suatu hal.

"Apa yang telah terjadi?" Aku mulai bangkit perlahan, mendekati pembantu Ella yang tidak bergerak sama sekali. Telunjuk tanganku mendekati lubang hidungnya. "Aaahh, dia bernafas!" Teriakku panik. Benar-benar, ia bukanlah patung!

Aku pun mundur perlahan, menjauh, berlari kembali, dan naik ke atas, lantai dua rumah ini.

"Ella! Ella?" Teriakku. Lalu sadar, kalau Ella tidak ada di rumahnya. "Om, tante." Aku mengetuk pintu kamar orangtua Ella sekali lagi. Namun, kali ini sangat keras. TOKTOKTOK 3X.

Klek. Aku kaget, pintunya tidak terkunci. Aku mengintip ke dalam kamarnya.

"HAAHH." Teriakku langsung histeris dan menutup kembali pintu dengan rapat-rapat. Setelah melihat, papa Ella sedang membuka pakaiannya, dan mama Ella sedang berpose di atas ranjangnya dengan baju yang super tipis. "Memalukan." Aku segera pergi dan menjauh.

Lalu, duduk di anak tangga rumah Ella. Berpikir, jika mereka berhenti apa dunia ini juga ikut berhenti? Tapi kalau begini caranya, aku tidak punya teman, keluarga, tidak bisa bersekolah, ya walaupun aku merasa sekolahku tidak lagi seperti sekolah, atau apa aku bisa-bisa mati kelaparan juga? Jika, ini berkepanjangan. Bagaimana bisa aku hidup sendirian seperti ini di dunia ini?

Aku bangkit, turun dari tangga, mengarah ke dapur.

"Aku lapar." Membuka kulkas besar di rumah Ella. "WUOWW." Teriakku kagum, dan cukup lama aku mengatakan 'wow'. Seumur hidupku, aku tidak pernah melihat lemari es yang komplit dengan berbagai macam makanan dan minuman.

Kulkas Ella tidak hanya satu, di dapur ada dua kulkas berukuran sangat besar, di ruang keluarga ada satu berukuran sedang, di kamar Ella ada kulkas berukuran sedang juga. Belum lagi di dapur kotor, dan di dapur pembantu.

"Gila, hanya kulkas saja nggak kehitung jumlahnya. Bagaimana dengan stok makanannya di dalam gudang sana, ya?" Senyumku lebar, melirik ke pintu kecil di samping dapur.

Gressz. Aku membuka pintu geser gudang, dan berteriak bahagia.

"Selama aku hidup dua belas tahun, akhirnya aku bisa merasakan semua ini." Kagumku tertawa-tawa sendiri sambil mengambil camilan-camilan di dalam gudang. "Wahh, jajan - jajanan impor!" Seruku sambil mengangkat beberapa snack, lalu membukanya secara brutal.

Perkiraan satu jam aku menghabiskan waktu di dalam gudang makanan, kini aku melangkah keluar, juga membawa beberapa camilan dan minuman di pelukkanku.

Targetku sekarang ke belakang rumah Ella. Kolam renang ada nggak, ya? Aku bertanya-tanya sendiri, karna rumah sebesar ini, masa iya, tidak ada kolam renang.

"Ha? Nggak ada." Aku berdiri di pintu belakang yang besar. Berdiri di teras belakang, dan mataku melihat sekitar. Hanya ada rerumputan yang habis dicukur rapi, satu ayunan dengan tiang yang sangat tinggi, lalu ada kursi taman kiri-kanan di sebelahnya ada lampu taman yang super tinggi, namun cahayanya redup sekali, mungkin karena ketinggian.

Aku turun dari teras rumah Ella, memang ada tangga kecil untuk menuju ke taman belakang rumahnya Ella. Tamannya luas, luas banget malahan. Namun, anehnya, taman ini terlalu klasik dan gelap.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PCSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang