-❤️🩹🫂-
Di sebuah universitas ternama, Lex dan Hyunsik terdaftar di jurusan psikologi. Lex adalah sosok yang karismatik, selalu memancarkan energi positif. Sementara itu, Hyunsik lebih pendiam dan introspektif, tapi memiliki pemahaman mendalam tentang perasaan dan emosi orang-orang di sekitarnya.
Suatu pagi, mereka duduk di kafe kampus setelah kuliah. Aroma kopi menguar, dan suara gelas beradu menjadi latar belakang percakapan mereka.
“Hyun, lo pernah denger tentang mahasiswa yang depresi karena tekanan akademis?” tanya Lex sambil mengaduk kopinya.
Hyunsik mengangguk pelan, wajahnya serius. “Iya, gue pernah baca artikel tentang itu. Banyak yang merasa tertekan karena ekspektasi dari orang tua dan lingkungan. Kita harus melakukan sesuatu.”
“Setuju. Kita bisa bikin program dukungan untuk mahasiswa yang butuh tempat curhat,” saran Lex, matanya berbinar.
Hyunsik tersenyum, “Itu ide bagus! Kita bisa mulai dengan mengundang narasumber untuk seminar tentang kesehatan mental.”
Lex mengangguk. “Mari kita buat rencana!”
Beberapa minggu kemudian, mereka mulai menyusun seminar pertama mereka. Lex dan Hyunsik menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan, mencari informasi dan menyiapkan materi. Mereka juga membuat poster untuk mempromosikan acara tersebut.
“Gue rasa kita perlu menarik perhatian orang dengan poster yang lebih menarik,” kata Lex sambil menunjukkan desainnya.
Hyunsik melihat dan berkomentar, “Bagaimana kalau kita tambahkan kutipan inspiratif? Itu bisa menarik perhatian lebih banyak orang.”
Mereka pun sepakat untuk memasukkan kutipan tentang pentingnya menjaga kesehatan mental dan saling mendukung. Ketika hari seminar tiba, mereka terkejut melihat banyak mahasiswa yang hadir.
“Selamat datang, teman-teman! Terima kasih sudah datang. Hari ini kita akan membahas pentingnya kesehatan mental,” kata Lex dengan semangat di depan kelas.
Hyunsik melanjutkan, “Kami di sini untuk menciptakan ruang di mana kalian bisa berbagi pengalaman tanpa merasa dihakimi.”
Setelah seminar, banyak mahasiswa yang mendekati mereka untuk berbagi cerita dan meminta saran. Lex dan Hyunsik merasakan dampak positif dari program yang mereka jalankan.
Beberapa minggu setelah seminar, Lex melihat sahabat mereka, Wain, tampak murung. Wain yang biasanya ceria kini sering menghindari keramaian. Lex pun langsung mengajak Hyunsik untuk berbicara dengan Davin.
“Ayo kita ajak Davin ke café, kita bisa ngobrol,” ajak Lex. Hyunsik setuju, dan mereka berdua segera menuju tempat Davin.
“Vin, lo lagi ngapain?” tanya Lex saat mereka tiba di café.
Davin terlihat ragu sejenak sebelum menjawab, “Gue... ya, lagi mencoba untuk tetap fokus, tapi sulit.”
“Lo kelihatan tertekan, bro. Kita di sini buat bantu,” ungkap Hyunsik dengan lembut.
Davin menghela napas dalam, kemudian mulai menceritakan tentang beban tugas yang menumpuk dan ekspektasi tinggi dari orang tua nya. “Gue merasa kayak nggak mampu, dan gue takut banget mengecewakan mereka.”
“Gue ngerti perasaan lo,” kata Lex. “Jangan takut buat berbagi. Lo punya kita. Kita bisa saling bantu.”
Hyunsik menambahkan, “Lo harus ingat, kesehatan mental itu penting. Jangan ragu untuk ambil istirahat.”
Percakapan itu membuat Davin merasa lebih baik. “Thanks, guys. Gue akan coba lebih terbuka.”
Seiring waktu, Lex mulai menyadari bahwa ia juga perlu menjaga kesehatan mentalnya. Meskipun terlihat kuat dan selalu ceria, ia sering merasa tertekan dengan ekspektasi yang tinggi dari orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONESHOOT LEXHYUN
FanficCuma Oneshoot yang ditulis berdasarkan imajinasi dan ide yang tiba-tiba muncul, dengan menggunakan main cast LEX & HYUNSIK dari Xodiac. hanya menggunakan nama dan visual. warn! BXB, Boyslove, homophobic jangan mendekat dan salah lapak ya. HANYA KAR...