Vanilla terbangun dengan perasaan asing, seluruh tubuhnya terasa sakit dan lemah. Kepalanya terasa pusing. Saat matanya terbuka, ia mendapati dirinya berada di dalam sebuah kamar, diterangi oleh cahaya samar dari jendela. Namun, yang lebih mengejutkan baginya adalah saat dia menyadari posisinya. Ia berada dalam dekapan seorang pria. Carakha, tanpa sehelai pakaian pun menutupi tubuh mereka.
Vanilla membeku sejenak. Otaknya berusaha keras memahami apa yang terjadi. Namun, begitu kesadarannya kembali, hatinya langsung mencelos, perasaan takut dan panik menghantamnya seperti gelombang.
"Apa yang terjadi?" gumamnya dalam hati, penuh kebingungan dan keterkejutan.
Tiba-tiba, tangisan meledak dari bibirnya. Dia tak sanggup menahan rasa sakit yang muncul dari dalam hatinya. Air matanya mengalir deras, sementara tubuhnya bergetar hebat.
"Nggak! nggak mungkin!" teriaknya histeris. Sambil memegangi selimut yang melilit tubuhnya, Vanilla mencoba menjauh dari Carakha yang masih tertidur di sampingnya.
"Kenapa? apa yang sebenarnya terjadi?" Vanilla bertanya-tanya, merasa dunia di sekelilingnya runtuh. Dia tak mengingat apapaun, selain bayangan samar saat dia berada di club dan diselamatkan Carakha. Dia tak menyangk akan berakhir seperti ini.
Carakha, yang terbangun oleh suara tangisan itu, membuka matanya perlahan. Wajahnya langsung berubah tegang ketika melihat Vanilla menangis dengan wajah yang penuh kepanikan.
"Vanilla..." gumamnya, mencoba mendekat. Namun, Vanilla segera menghindar, menarik tubuhnya menjauh dari pria itu.
"JAngan mendekat!" serunya, suaranya pecah di antara isak tangis.
Carakha terdiam sejenak, tatapannya penuh rasa bersalah dan kebingungan.
"Gue... gue nggak bermaksud menyakiti .. gue hanya...." ucapnya bingung, diantara jerit tangis Vanilla, gadis yang dia cintai tapi dia pula yang menghancurkannya.
Vanilla menutupi tubuhnya dengan selimut yang ada, masih terisak-isak.
"Kenapa? Kenapa ini terjadi?" Dia tak dapat memahami bagaimana dirinya bisa terjebak dalam situasi ini, terperangkap dalam dekapan pria yang bahkan tak pernah dia bayangkan akan berada sedekat itu dengannya.
Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, apakah ini kesalahan atau ada sesuatu yang lebih buruk yang tidak bisa dia bayangkan.
"Gue minta maaf, La. Gue ngga bermaksud melakukannya! Gue cuma berniat bantu, gue ngga tega liat lo menderita semalam" kata Carakha lagi, suaranya terdengar tulus, tetapi bagi Vanilla, tidak ada kata yang bisa memperbaiki rasa sakit dan trauma yang sedang menggerogoti hatinya.
"Bullshit! gue nggak nyangka Rakh! lo ngelakuin ini ke gue!" bisik Vanilla pelan, air matanya terus mengalir tanpa henti. "Inikah yang lo lakuijn ke cewek-cewek yang ngejar lo juga!"
"Bukan seperti itu La!" CArakha mencoba mendekat.
"STOP! gue ngga mau dengar penjelasan lo! tapi satu hal yang pasti gue kecewa sama lo Rakh!"Baginya, segala sesuatunya sudah runtuh.
Carakha duduk terpaku di sudut ranjang, wajahnya tertunduk dalam penyesalan yang mendalam. Suara tangisan Vanilla yang masih terdengar membuat hatinya terasa seperti diiris-iris. Dia tahu ini salah, sangat salah. Dan bodohnya, dia tidak menolak. Ia seakan kehilang akala sehat saat itu.
Vanilla tadi malam jelas tak sadar sepenuhnya. Wajah pucat gadis itu, tubuhnya yang lemah, dan tatapannya yang kosong, itu semua menjadi bukti bahwa dia tidak sepenuhnya sadar apa yang terjadi. Tapi, mengapa Carakha tidak menghentikan dirinya sendiri? Mengapa dia membiarkan segalanya melangkah sejauh ini? Di tengah keheningan malam dan keadaan yang penuh tekanan, Carakha merasa hatinya luluh. Dia tak tega melihat gadis itu begitu tersiksa, dan bukannya menjauh, dia justru membiarkan hal yang seharusnya tidak terjadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Detective I love You (End)
Teen FictionCarakha NAreshwara, seorang detectiva arogan yang selalu dikelilingi wanita, harus bertekuk lutut di hadapan mahasiswa magang, jurusan hukum yang menjadi partnernya, Vanilla Agysta. Dia mengklaim si gadis sebagai miliknya di hari pertama mereka bert...