34. K.

2.2K 144 2
                                    

Callum pov

Sudah tiga hari Asher tidak masuk kerja, dan semua upaya menghubunginya gagal. Komunikasi kami seolah terputus tiba-tiba, meninggalkan aku dalam kebingungan dan kekhawatiran. Kata-kata Luke tempo hari terus berputar di kepalaku, membuatku semakin curiga.

Aku memutuskan untuk bertanya pada Luke lagi. Menunggu mereka di parkiran mobil, aku yakin Luke akan pulang bersama Tyler, seperti biasa.

Begitu melihat mereka berdua tertawa riang sambil berjalan ke arah mobil Tyler, aku segera menghampiri. Mereka berhenti tertawa begitu melihatku, suasana berubah canggung dengan kehadiranku yang mendadak.

"Luke, aku butuh kamu jujur soal Asher. Dia sudah tiga hari tidak masuk kerja, dan aku memerlukan bukti bahwa dia benar-benar sedang keluar kota," kataku dengan nada tegas, berusaha mempertahankan citra seorang CEO yang khawatir pada karyawannya.

Luke terlihat agak bingung namun segera mengeluarkan ponselnya. "Tunggu sebentar, Pak. Saya ada bukti chat dengan Asher." Dia menunjukkan beberapa pesan dari Asher, termasuk foto Asher bersama saudaranya yang terbaring di rumah sakit.

Mataku langsung tertuju pada foto itu. Tanpa sadar, aku meraih ponsel Luke dan memperbesar gambar Asher. Saat itu, aku baru sadar—aku tidak punya satu pun foto Asher di ponselku. Bahkan, aku tidak tahu apa akun media sosialnya.

Pikiran itu membuat dadaku sesak. Bagaimana mungkin seseorang yang telah begitu dekat denganku terasa begitu jauh? Aku berusaha mencari jejaknya, namun tak ada apa-apa. Rasanya seperti kehilangan seseorang yang tak pernah benar-benar kumiliki.

"Tapi, dia baik-baik saja, kan?" tanyaku, lebih kepada diriku sendiri daripada kepada Luke.

Luke mengangguk pelan, tampak sedikit ragu. "Asher bilang dia butuh waktu. Saudaranya sedang sakit parah, dan itu membuatnya stres."

Aku menghela napas, merasa sepotong kecil kekhawatiran terangkat. Namun, tetap ada sesuatu yang tidak beres. "Baik, terima kasih, Luke. Kalau ada kabar lagi dari Asher, langsung beri tahu aku." Aku menyerahkan kembali ponsel Luke. "Tolong kirim foto itu ke nomer saya." Lanjutku.

Luke mengangguk dan dengan cepat mengirim foto Asher ke ponselku, seperti yang kuminta. "Terima kasih, Luke. Maaf telah mengganggu."

"Nggak apa-apa, Pak..." jawab Luke, meskipun suaranya terdengar sedikit ragu.

Setelah berpamitan pada mereka, aku kembali ke mobilku. Namun, aku tidak langsung pulang. Kepalaku terasa berat, dipenuhi oleh kekhawatiran yang semakin menggerogoti. Aku mengatupkan kedua tanganku di atas kemudi, mencoba menenangkan diri, tapi itu tak berhasil.

Aku tidak sepenuhnya percaya pada Luke. Sejak awal, ada sesuatu dalam caranya berbicara yang membuatku ragu. Mungkin tatapan matanya yang sedikit menghindar atau jawabannya yang terdengar terlalu mudah. Entah kenapa, aku merasa dia tidak mengatakan semuanya padaku. Tapi aku juga tidak bisa menuduhnya tanpa bukti. Rasa curiga itu terus tumbuh, menciptakan lubang yang semakin dalam di kepalaku.

Frustasi membuncah di dalam diriku. Tanpa sadar, aku memukul stir mobil keras-keras, berharap kemarahan ini bisa hilang dengan sekali hentakan. Tapi tidak. Perasaan itu semakin mengikatku, membuatku merasa terperangkap.

“Asher... di mana kamu?”

Pikiranku teraduk-aduk. Ini bukan hanya tentang dia tidak masuk kerja. Ini lebih dari itu. Aku merasakan kebutuhan yang tak bisa dijelaskan. Kebutuhan yang menggerogotiku setiap jam, setiap menit, semakin kuat sejak dia menghilang. Pheromone-nya—aku butuh itu. Dia omegaku, dan jarak ini membuatku gila. Tubuhku menuntut kehadirannya, bukan hanya emosiku.

Mengapa dia harus pergi di saat seperti ini? Aku menyalakan ponselku lagi, menatap foto Asher yang baru saja Luke kirimkan. Itu hanya sekedar gambar, tapi setidaknya itu membuatku merasa sedikit lebih dekat dengannya, meskipun rasanya jauh dari cukup.

Caught in boss's grip (BL, END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang