Bismillahirrahmanirrahim
Pukul 19.50
Aira menemani Aisyah di kamar yang disediakan Anita untuk Aisyah beristirahat. Mereka sudah tiga hari bersama di rumah itu. Dan Aira sekarang tengah membantu Aisyah membereskan pakaian karena Aisyah akan pulang besok pagi.
Aisyah dan Aira duduk dipinggir kasur setelah selesai.
"Bunda, Aira masih pengen sama Bunda," rengek Aira.
Sisi lain yang tak pernah orang lain lihat dari Aira. Bahkan Indra belum pernah melihatnya. Sifat manja Aira.
Aisyah tersenyum. "Udah dewasa. Udah punya suami masa masih kayak anak kecil," gurau Aisyah.
"Jangan gitu, Bun. Aira tetep anak kecil kalau sama Bunda."
Aisyah mengusap kepala putrinya. "Adek kamu di rumah gimana? Kasian mereka juga dari kemarin telpon nanyain kapan Bunda pulang. Kamu juga harusnya belajar mengurus anak kecil. Jangan seperti anak kecil lagi, Nak." Sungguh, Aira tahu Bundanya itu bercanda. Akan tetapi mampu membuatnya malu.
"Jangan gitu, Bundaaa."
"Loh. Emang bener, kan?'
"Aira maluu!"
Aisyah terkekeh melihat tingkah putri sulungnya ini.
"Jadi istri yang sholehah, ya."
"Bismillah. Do'ain Aira, ya, Bunda."
"Pasti, Nak."
Aira memeluk Aisyah. Rasanya ia tak ingin Aisyah kembali ke rumah. Bahkan Aira ingin ikut kalau bisa. Namun, disini ia juga punya tanggung jawab.
***
Pukul 21.20
Aira kembali ke kamarnya bersama Indra. Tadi ia sempat tertidur di kamar Aisyah. Namun Aisyah membangunkannya.
"Assalamu'alaikum," ucap Aira pelan.
"Wa'alaikumussalam," jawab Indra. Ia masih berkutat dengan laptopnya.
"Loh, Kak Indra? Aku kira udah tidur, Kak."
"Belum. Ngecek skripsi," jawab Indra masih tak mengalihkan pandangannya dari laptop.
Aira tak menyahut. Ia keluar kamar.
Beberapa menit kemudian, Aira kembali dengan membawa segelas susu cokelat hangat.
"Kak, aku bikinin susu hangat," ucap Aira meletakkan segelas susu di meja.
Indra melirik sekilas. "Makasih, Ra."
Sepertinya sikap dinginnya kembali mendominasi.
"Maafin aku karena lama, Kak."
Mendengar itu, sontak Indra menghentikan ketikannya. Ia memutar kursinya, menghadap Aira yang berdiri disampingnya.
"Kenapa minta maaf? Aku tahu kamu kangen banget sama Bunda. Kenapa harus minta maaf?" tanya Indra sembari menatap Aira lekat.
Tuhkan, Aira mulai salah tingkah.
"Aku cuma khawatir Kakak nunggu aku. Aku nggak tahu kalau Kakak bakal sibuk. Soalnya tadi habis salat Isya, Kakak kelihatan ngantuk," jelas Aira.
Indra tersenyum. "Nggak papa, Ra. Aku juga udah hampir selesai. Ini tinggal bikin bagian akhir abis itu kelar. Tinggal sidang aja lagi."
"Mmm ... ada yang bisa aku bantu?"
"Nggak usah, kamu tidur aja."
"Nggak papa, nih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Indra Aira
Romantiek"Saya terima nikah dan kawinnya Aira Humaira Azzahra binti Ahmad Hidayat dengan maskawin tersebut dibayar tunai!" Pernikahan didasari dengan keterpaksaan. Kedua insan yang awalnya tak saling mengenal menyatu dalam ikatan suci. Indra Fadil Dirgantara...