Two dead, all gone
Ini adalah mimpi buruk bagi para pendaki. Kegembiraan dan kebersamaan yang seharusnya mereka rasakan di kehidupan setelah lulus SMA, sebelum melanjutkan ke bangku kuliah masing-masing, kini terasa menyakitkan, meninggalkan rasa tidak percaya dan panik yang membekas di hati.
Pikiran mereka terasa kacau balau, tak mampu memproses tragedi yang baru saja terjadi, terutama bagi Valda. Bayangan Asher, teman mereka, terbunuh dengan tragis di depan matanya, wajahnya mengerikan dengan darah yang memercik saat ia merasakan sakit terakhir. Kematian yang begitu sadis itu tak menyisakan ruang bagi mereka untuk bernapas, seolah-olah waktu berhenti dan dunia di sekitar mereka menghilang dalam keheningan yang mencekam.
Satu pertanyaan menghantui mereka, berputar-putar dalam benak.
Apa salah mereka?
Pembunuhan yang terjadi dalam semalam benar-benar akan menjadi mimpi buruk yang tak akan pernah terlupakan. Peluh menghiasi wajah ketiga pendaki yang berjuang untuk menyelamatkan nyawa masing-masing, sementara deru gergaji mesin yang sebelumnya menggema di hutan telah menghilang. Namun, mereka yakin kedua pembunuh itu masih mengintai, tidak akan membiarkan langkah mereka lolos begitu saja. Mereka adalah saksi dari pembunuhan tragis Asher, yang hanya berharap agar teman mereka dapat dikuburkan dengan layak, meskipun hal itu tampak semakin tidak mungkin. Masing-masing dari mereka kehilangan senter, dan dalam kegelapan yang menyiksa, mereka berusaha melihat jalan yang menembus hutan yang mencekam.
Hanya ada deru napas yang berat, disertai suara ranting-ranting dan dedaunan yang terinjak di bawah kaki mereka. Ketegangan semakin meningkat, menciptakan ketakutan yang membekap hati.
“Stop!” Juniper tiba-tiba berteriak, suaranya pecah dalam keheningan malam. Teriakannya menghentikan pelarian mereka, memaksa Zephyr dan Valda untuk menoleh dan melihat temannya yang terengah-engah, wajahnya pucat pasi seperti kehilangan seluruh energi hidupnya.
Sorot mata Juniper menunjukkan kelemahan dan ketidakberdayaan, sebelum tubuhnya ambruk seketika, jatuh ke tanah dengan suara nyaring. Saat ia terjatuh, terlihat pisau yang tertancap di punggungnya, darah mengalir deras melalui mulutnya, menciptakan genangan merah di tanah yang gelap. Dalam sekejap, harapan mereka hancur berantakan.
Valda dan Zephyr hanya bisa terpaku, terperangkap dalam rasa sakit dan kehilangan, di tengah hutan yang gelap dan menakutkan, tanpa arah dan tujuan yang jelas. Kegelapan semakin menyelimuti mereka, dan teriakan terakhir Juniper seakan menggema dalam pikiran mereka, sebuah pengingat akan kesedihan dan kengerian yang tak terelakkan.
Lutut Valda seketika lemas, tak lagi mampu menahan berat tubuhnya. Gadis itu jatuh terpuruk, wajahnya masih dipenuhi cipratan darah yang terasa lengket dan dingin di kulitnya. Matanya tak bisa lepas dari Juniper yang tergeletak tak bernyawa di depannya, tatapan kosong tak percaya menyelimuti wajahnya. Sorot matanya bergetar, mencerminkan mimpi buruk yang kini terasa semakin nyata, semakin dekat, menghantui tanpa henti. Perlahan, tatapannya berpindah, menatap sosok gelap berpakaian serba hitam tak jauh dari mereka. Sosok itu berdiri dengan tenang, seolah tak terganggu setelah melemparkan pisau ke punggung Juniper.
KAMU SEDANG MEMBACA
Death Peak
Bí ẩn / Giật gânValda Carlyle dan teman-temannya berkemah di puncak Gunung Yves, tempat indah yang ternyata menyimpan kengerian. Satu demi satu temannya menghilang, dan Valda mendapati dirinya terjebak dalam permainan mematikan yang dirancang oleh seorang pembunuh...