Prolog

70 18 0
                                    

Gadis itu meraih cup mie instan dan membawa gelas itu ke dispenser air panas minimarket. Ia menunggu sejenak, membiarkan air mengisi cup hingga penuh. Aroma kaldu yang menguar sejenak mengalihkan perhatiannya dari keheningan yang terasa aneh. Ia menutup cup mie itu, lalu menghela napas, matanya memandangi jalan di depan minimarket yang sunyi. Tidak ada mobil lewat, bahkan tidak ada hembusan angin sekalipun, membuat suasana terasa membeku.

Tiba-tiba, suara gemuruh mengguncang bumi di bawah kakinya. Gadis itu tersentak, tubuhnya reflek bergerak. Bersama pegawai minimarket, mereka berlari keluar, hanya untuk menyaksikan sesuatu yang luar biasa: sebuah monster raksasa, berkaki empat dan berbentuk grotesk, sedang mengamuk.

"Wanderer? Kenapa bisa ada di sini?" bisiknya dengan suara bergetar, sementara matanya membelalak tak percaya. Ia melirik ke arah pegawai minimarket yang berdiri kaku di sebelahnya, wajah wanita itu pucat pasi, nyaris tak bernapas.

"Kita harus pergi dari sini!" katanya sambil menarik lengan si pegawai dengan kuat. "Ayo, sebelum makhluk itu mendekat!"

Namun, pegawai minimarket itu tetap diam di tempat, menggigit bibirnya dengan gelisah. "Tunggu! Aku tidak bisa meninggalkan kasir begitu saja. Bagaimana kalau ada yang mencuri uangnya saat aku pergi?" suaranya gemetar, tapi matanya dipenuhi kecemasan bukan karena monster, tapi pada kotak kasir di dalam minimarket.

Gadis itu menatapnya dengan kening berkerut, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Di saat genting seperti ini, wanita itu masih memikirkan uang kasir? "Serius? Hei, kalau kau mati, uang itu tidak ada gunanya lagi! Ayo cepatlah, wanderer itu menuju ke sini!"

Meskipun gadis itu sudah memaksa, pegawai itu tampaknya lebih khawatir kehilangan uang daripada nyawanya. Ia berlari kembali ke dalam minimarket, panik untuk menyelamatkan apa yang menurutnya penting. Gadis itu mendesah frustasi, tetapi tidak punya pilihan selain mengejar. Tidak mungkin baginya meninggalkan wanita itu sendirian. "Bodoh sekali," gumamnya, sambil ikut masuk ke dalam minimarket untuk membantunya mengumpulkan uang kasir.

Begitu selesai, mereka berdua berlari keluar secepat mungkin. Namun, saat kaki mereka menjejak trotoar, gemuruh yang lebih keras terdengar, dan gadis itu terhenti. Jantungnya serasa tenggelam ketika melihat wanderer itu sudah berdiri di depan mereka, tubuhnya menjulang dan cakar tajamnya menghantam jalan dengan kekuatan yang memekakkan telinga.

"Sial," umpat gadis itu, napasnya memburu. Matanya melirik sekitar, mencari tanda-tanda pertolongan. "Di mana para hunter itu? Kenapa belum ada yang datang mengurus makhluk jelek ini?" gerutunya. Tapi tidak ada jawaban, hanya dentuman langkah mosnter yang semakin dekat, dan waktu yang seolah melambat.

Gadis itu bergerak mundur, tubuhnya sedikit membungkuk saat ia melindungi pegawai minimarket di belakangnya. Tangannya mengepal kuat, berusaha menenangkan diri. Napasnya tersengal, sementara matanya tak lepas dari makhluk yang di hadapan mereka.

Apa kubunuh saja? Tapi bagainana kalau menimbulkan kericuan nanti?

Kepalanya penuh dengan berbagai kemungkinan, namun ia belum menemukan jawaban. Gadis itu menghela napas panjang, merasa bimbang dengan langkah yang harus diambil. Saat itulah tiba-tiba bayangan seseorang melesat cepat di hadapannya. Sebuah kilauan cahaya menyilaukan memotong udara, diikuti tebasan pedang yang begitu tajam menghantam tubuh monster tersebut.

Gadis itu tertegun, tak menyangka bantuan datang begitu cepat. Akhirnya, para hunter itu tiba. Wanderer itu berhasil dikalahkan.

Dalam waktu singkat, situasi terkendali. Gadis itu dan pegawai minimarket segera dihampiri oleh seorang hunter wanita yang berjalan cepat ke arah mereka. "Kalian baik-baik saja?" tanya hunter itu sambil menatap tajam, mencoba memastikan kondisi mereka.

Queen Of The Corpses || Zayne (Love And Deepspace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang