Sior

13 3 0
                                    

Sior, laki-laki berumur 27 tahun yang selama ini masih Selena ingat meskipun masalalu dengannya menyakitkan. Ini fakta baru, Sior, dulunya yang membantu Selena terlepas dari penculikan ayahnya Sior. Tapi yang Selena ingat, Migel lah yang membantunya. Dengan otaknya yang menyimpan beribu ide, Sior kecil terkenal cukup cerdik dan cekatan

Namun semenjak ayah Sior tahu kalau anaknya terlibat hari itu, Sior menjadi jarang diperhatikan. Uang sakunya tidak dikasihkan rutin seperti biasa, padahal diumur remaja ada banyak keperluan yang harus dia beli saat memasuki bangku akhir sma

Ayahnya menjadi ringan tangan, dan juga tak sesekali mengeluarkan kata-kata umpatan yang melukai hatinya. Ibunya memang terlihat tidak membela atau menenangkan, hanya bisa diam tanpa ikut campur tangan. Namun saat hanya ada mereka berdua antara Ibu Sior dan Sior, Ibunya begitu peduli. Tangisnya kadang pecah melihat anak semata wayangnya harus diperlakukan tidak adil oleh ayahnya sendiri

Luka itu Sior bawa sampai dewasa, sampai dimana dia hampir menginjak usia 30 an. Dan dia menjadi sulit mengendalikan emosinya karena seringnya memendam saat masih kecil

Salah satu kejadian dimana dia menjambak rambut Selena itu berhasil membuatnya terus kepikiran. Dia beberapa kali merutuki dirinya sendiri, tangannya dia pukul karena gagal menjaga perempuan seperti yang di pesankan ibunya

"Harusnya aku lebih bisa mengontrol kekesalanku"

"Ada apa Sior?"

Laki-laki yang sudah berumur, yang memakai setelan jas rapi, menghampiri cucu kesayangannya. Tentu saja kedatangan kakeknya membuat Sior sedikit kelabakan. Seharusnya dia mengatakannya di dalam hati saja, bukan malah dengan gamblang mengatakan apa yang ada dipikarannya saat itu

"Tidak kakek, aku hanya banyak pikiran saja akhir-akhir ini" Jawab Sior seadanya, berharap kakeknya tidak menakan lebih tentang ucapannya baru saja

Mencoba untuk menghindari jika ada obrolan lain yang tidak bisa Sior terima, Pria itu berdiri dari duduknya berdalih ada keperluan diluar dan berpamitan untuk pergi sebentar

Saat sampai di luar, Sior mengeluarkan ponselnya. Berniat untuk mengabari salah satu rekannya. Namun ternyata anak itu sudah lebih dulu berada di parkiran dekat dengan lokasi Sior berdiri

Mobil honda city berwarna hitam, yang menampakkan seseorang dengan tinggi yang semampai keluar dari sana. Dengan cepat Sior menghampiri, keduanya masuk ke mobil yang kemudian melaju menyusuri jalan entah kemana tujuan

-- 16.00

Selena istirahat sebentar di cafe dekat toko Sania. Karena Sania tidak akan membiarkannya pergi jauh lagi, dan karena toko Sania belum tutup, alhasil Selena pergi sendiri dengan pesan dari Sania untuk berhati-hati

Segelas coffee latte yang sedang dia minum, sambil memandangi penduduk kota yang berlalu lalang, teringat Selena dengan pemuda yang menolongnya

"Apa kabar dia sekarang?" batinnya, karena Selena berhasil dibuat penasaran dengan kehadiran pemuda bernama Deysan itu

Pasalnya setelah kejadian dia mengantar Selena, pemuda itu tidak pernah terlihat lagi di toko Roti. Padahal dia langganan tetap sebelumnya, apalagi dengan roti yang selalu dia pesan. Selena masih hafal

Dan tiba-tiba, gadis itu teringat kembali dengan keluarganya, apa mereka masih mencari keberadaannya? apa yang dilakukan kakek neneknya di sore ini?

Saat masih bersama dulu, kakek nenek yang selalu menemani Selena kecil bermain. Yang selalu setia dengan cerita masa kecil mereka dan menemani disetiap langkahnya Selena kecil

Banyak memori indah yang Selena simpan, meskipun tidak sedikit juga masa lalu kelam yang masih teringatkan. Waktu demi waktu berjalan, langit yang awalnya hanya mendung kini lengkap dengan tetesan hujan. Dari balik kaca bisa Selena lihat, tanah diluar sudah mulai basah diterpanya

"Aku lupa membawa payung" Gumamnya saat melihat rintikan hujan mulai deras

Jalanan yang tadinya masih penuh orang, sepi seketika. Didalam cafe juga hanya ada dirinya. Jika dia kembali ke toko sekarang, pasti Sania akan memarahinya. Selena menjadi serba salah saja, dan tetap duduk di kursi sambil menunggu hujan reda

Saat mencoba mencari pemilik cafe yang tadi berpamitan untuk ke belakang, Selena malah melihat orang lain yang duduk di kursi lain. Baru sadar ternyata ada yang masih terjebak di cafe sepertinya, karena posisi orang itu tidak terlihat dan tertutup tiang pembatas

Namun saat kedua pasang mata mereka bertemu, begitu terkejutnya Selena mendapati siapa orang itu

"Selena," katanya, suaranya serak dan berat, seolah-olah tergores oleh bebatuan tajam di lautan yang dalam. "Ada yang ingin aku bicarakan"

Gadis itu terdiam sebentar, jantungnya berdetak sedikit lebih cepat dari sebelumnya. Cafe yang terasa hangat berubah menjadi menyesakkan. Selena masih kesal jika teringat kejadian dimana dirinya diculik oleh Migel dan Sior. Ingin rasanya Selena mengindari dua orang itu selamanya, namun salah satu dari mereka malah mendatanginya

Migel yang waktu itu mencengkram lengannya, yang berhasil membuat Selena ketakutan dengan perubahan sikapnya meskipun hanya sebentar. Tapi kali ini tatapan matanya terlihat sendu tidak seperti yang Selena lihat malam itu

"Kita harus meluruskan kesalahpahaman ini" lanjutnya, menggeser kursi kebelakang. Migel berjalan mendekat ke arah Selena

Tangan Selena mencengkeram cangkirnya erat-erat, kehangatannya meresap melalui kulit dan tulang-tulangnya, membuatnya tenggelam dalam kenyataan dingin saat itu. "Apa yang ingin kau jelaskan?" katanya dengan suara tercekat, suaranya bergetar karena marah dan tidak percaya

"Bukannya kau setuju dengan rencana Sior untuk menculikku? lalu salah paham apa yang kau maksud, Migel?"

Migel mengambil nafas dalam-dalam, berjalan lebih dekat ke Selena. "Tentang malam itu, aku minta maaf. Tapi ini demi kebaikanmu Selena" dengan suara lirih Migel menjelaskan

"Jika saja kita tidak membawamu ke gudang, orang itu pasti sudah menculikmu lebih dulu" Lanjutnya, Alis Selena mengerut, matanya menyipit menelisik wajah Migel berharap ada kebohongan di kalimatnya

Namun yang dia temukan hanya luka yang masih terlihat, mata bulat dari pria itu seperti sedang meminta kesempatan. Namun Selena tidak bisa mengiyakan begitu saja, apalagi pasti yang dibicarakan Migel akan memakan waktu

Sedangkan Sania pasti menunggunya dengan perasaan gelisah di dalam toko. "Besok, pukul 5 pagi. Temui aku di dekat pohon sejarah." kata Selena

Migel mengangguk, daripada tidak bisa membicarakannya sama sekali. Setidaknya menunggu semalaman bukan menjadi masalah. Terlebih karena kepalanya benar-benar dibuat penuh oleh kejadian-kejadian yang selama ini dia alami

"Tapi jangan sampai Sior tau, aku sudah tidak mau berurusan dengannya lagi" kata gadis itu, suaranya tegas meskipun gemetar karena nafasnya terasa sesak jika membahas pria itu. "Sior itu monster, sama seperti ayahnya"

Bloodline RivalryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang