Blaze mengalihkan pandangannya ke layar ponselnya, dia mengernyit heran ketika Ice spam chat ke nomornya.
Blaze membuka pesan itu, terdapat 30 pesan tak terbaca dan 3 panggilan tak terjawab.
"Anjir ni anak sejak kapan berani banget spam chat sama telpon ke gue? Lagi hujan ini woi," gumam Blaze ketika membaca pesan terbaru dari Ice.
"Ini orang bercanda apa beneran ya?" gumam Blaze lalu mengintip keluar jendela, matanya melotot ketika melihat Ice hujan-hujanan di depan.
"Woi! Masuk sini!" Blaze berteriak kencang sambil membuka pintu kos nya.
"B-blaze, tol-"
Ice ambruk seketika di depan Blaze.
"Anjir, babu gue napa lemes kayak jelly gini?" gumam Blaze sambil menepuk-nepuk pipi Ice.
Blaze seketika terdiam, tak mungkin kan Ice mendadak pingsan karena kelelahan dipaksa mengerjakan semua tugasnya Blaze?
Apa perkataan abangnya kalau Blaze harus cepat-cepat berhenti membully Ice harus dia turuti?
Blaze tertegun sejenak, pikirannya terasa penuh. Ingatannya kembali pada perkataan Halilintar tentang perlakuannya pada Ice. Rasa bersalah mulai menjalar di hatinya. Apakah ia telah terlalu jauh menyakiti Ice?
Dengan ragu, Blaze mencoba membangunkan Ice. "Ice ... Ice, bangun." Namun, Ice tetap bergeming.
Solar yang baru saja keluar dari kamarnya tertegun melihat pemandangan di depan pintu kos. Blaze sedang duduk di lantai, menepuk-nepuk pipi Ice yang terlihat pucat pasi. Ice terkulai lemas, tubuhnya basah kuyup karena hujan.
"Ada apa ini?" tanya Solar dengan suara datar.
"Gue gak tahu Solar, ini temen gue mendadak dateng hujan-hujanan terus pingsan gitu," jawab Blaze sambil menepuk pipi Ice.
Pemuda berkacamata visor itu menghela napas ketika melihat Blaze sepertinya tak paham cara mengatasi orang yang sedang pingsan.
"Bawa masuk temen lo ke dalam!" perintah Solar, pemuda itu pergi mengambilkan handuk untuk Ice.
"Lo punya baju yang ukurannya sama buat temen lo ini apa nggak?" Solar bertanya sambil memakaikan handuk ke rambut Ice.
Blaze terlihat sedang berpikir lalu pergi ke kamarnya, dia kembali lagi membawa baju milik Halilintar.
"Baju gue pendek semua lengannya, takutnya masuk angin si Ice, jadi gue ngambil punya abang gue."
"Pakein!" titah Solar sambil menunjuk Ice.
"HAH?" Blaze menggeleng dengan cepat.
"Mending lo aja, lo ngerti cara ngerawat orang kan?" Blaze berusaha mencari alasan.
"Siapa bilang? Gue juga gak terlalu ngerti, woi ini gak ada hubungannya sama gantiin baju orang." Solar mendengkus pelan.
"Gantiin bajunya, kasihan temen lo ini," kata Solar, dia sudah selesai mengeringkan rambut milik Ice.
"T-tapi," gumam Blaze, dia menghela napas pelan sebelum melakukan perintah Solar.
Blaze melirik Solar yang menatapnya. "Lo jangan lihat-lihat njir! Malu gue dilihatin lagi gantiin baju temen," bentaknya pada Solar.
"Temen lo kan cowok, ngapain harus malu?" Solar menaikkan sebelah alisnya.
"Cowok juga punya privasi woi! Balik badan sana!"
Akhirnya Solar berbalik menatap tembok, sedikit heran pada pemikiran Blaze. Mereka semua kan sama-sama cowok, memangnya kenapa kalau lihat?
"Udah gue gantiin nih bajunya," kata Blaze, beberapa saat kemudian Solar mengambilkan ember cucian.
"Gue cuciin dulu nih baju ke mesin cuci, kompres sana temen lo, dia demam tuh," ujar Solar sambil memasukkan baju milik Ice.
"Demam? Kompres? Hmm, dikompres pake es batu berapa biji?" gumam Blaze.
Beberapa saat kemudian, Solar kembali setelah mencuci bajunya Ice.
Solar hampir menumpahkan air hangat yang dia bawakan untuk Ice ketika melihat Blaze mengompres Ice.
"Lo mau bikin otak orang jadi beku?" Solar bertanya dengan raut wajah yang tak tahu aku mau mendeskripsikannya seperti apa.
"Lah? Kenapa? Salah ngompresnya?" Blaze menggaruk kepalanya.
"Dikompres pake air hangat blaze, bukan satu plastik es batu!" Solar berteriak dengan kesal.
"Oh, bilang dong. Gue kagak pernah sakit demam makanya gak tahu," kata Blaze, dia segera mengambil kantung es batu itu dari dahu Ice.
Blaze menggantinya dengan handuk yang ia masukkan ke dalam gayung yang berisi air hangat.
"Nah, baru bener sekarang, kalau dia udah siuman, kasih air hangat, kasih makan sama obat," kata Solar sambil meletakkan hal-hal yang ia sebutkan tadi di atas meja lipat.
"Kok lo siap siaga banget, sering ngerawat orang sakit? Terus kok lo tumben-tumbenan peduli sama orang lain?" Blaze bertanya dengan heran.
"Hm, anggap aja gue cuma balas budi karena lo udah bantuin ngangkat kardus yang nimpa gue tadi," balas Solar sebelum pergi kembali ke kamarnya.
Ingat ya, cuma sebagai balas budi saja, Solar tak sepeduli itu pada orang yang tak dekat dengannya. Blaze hanya menganggukan kepalanya, tanda ia paham.
Blaze beberapa kali memeras handuk kecil yang dia jadikan kompres untuk Ice lalu mengganti air hangat yang sudah dingin.
"Anjir, gue kenapa sih jadi begini?" gumam Blaze sambil menghela napas, mendadak dia gusar
"B-blaze," gumam Ice ketika melihat punggung teman sebangkunya itu menjauh sambil membawa gayung.
Ice memejamkan matanya lagi, rasa pusing menyerangnya.
"Hei, temen lo udah siuman," kata Solar ketika tak sengaja lewat dekat Ice, dia menyusul Blaze ke dapur.
"Beneran?" Blaze menoleh.
"Iya, tapi sekarang tidur kayaknya."
"Oh, oke. Makasi," balas Blaze, dia melirik Solar yang memotong buah apel.
"Lo suka banget makan buah?"
Solar hanya berdehem untuk menjawabnya.
"Eh iya gue lupa belum ngasih tahu ke lo, jangan naruh pisau sembarangan. Bisa bahaya nanti kalau Bang Hali lihat tuh pisau," kata Blaze.
Solar mengernyit heran, tapi tak lama kemudian dia hanya mengangguk.
Bersambung.
Ueueu, maaf pendek, akutuh mau curhat. Jadi gini, aku baru nulis 8 chapter season 3 nya eccedentiast, eh udah mikir ga sabar publish padahal belum ku tamatin chapternya😭💔.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)
FanfictionStart 24 Mei 2024. End 20 November 2024. Setelah Blaze dan Ice sudah akur dan Ice tak dirundung Blaze lagi. Semua masalah telah mereka selesaikan, suatu hari mereka bertemu dengan murid baru yang menjadi adik kelas mereka dengan kepribadian buruk, a...