Chapter 9: The Bridge Between Us

151 34 0
                                    

Freya duduk di lantai apartemennya, cahaya redup dari lampu membuat bayangan panjang di seluruh ruangan. Artikel koran terbuka di hadapannya, tinta yang memudar membisikkan tentang tragedi yang hampir dilupakan oleh dunia. Namun tidak oleh Freya. Dan tentu saja tidak oleh Fiony, meskipun hantu itu sendiri tidak mengingatnya.

Ruangan itu terasa sunyi senyap, kontras dengan kehidupan yang ramai di luar jendelanya. Fiony tidak muncul sejak percakapan terakhir mereka—jika memang bisa disebut begitu. Dalam beberapa hari terakhir, ejekan dan kehadiran Fiony yang biasa telah digantikan oleh ketidakhadiran dan keheningan. Freya dapat merasakan beban yang menggantung di udara, seolah-olah apartemen itu sendiri telah menjadi lebih dingin, lebih gelap, mencerminkan rahasia yang telah terungkap.

Freya masih bisa melihat judul berita itu di benaknya, huruf-hurufnya yang mencolok membuatnya merinding. Semakin dia memikirkannya, semakin menghantuinya: "Siswa SMA Swasta Ditemukan Meninggal Dunia karena Bunuh Diri." Jembatan yang sama tempat dia bertemu Marsha. Tempat yang sama tempat bunga-bunga sekarang ditaruh sebagai penghormatan atas nyawa yang hilang.

Freya mendesah, menyingkirkan artikel itu dan meletakkan kepalanya di tangannya. Dia tidak yakin apa yang harus dilakukan selanjutnya. Ceritanya mulai tersusun, sepotong demi sepotong, tetapi masih banyak bagian yang hilang, begitu banyak pertanyaan yang belum terjawab. Siapa Marsha? Dan Fiony... Fiony mengabaikannya. Tetapi mengapa? Apakah dia merasakan sesuatu yang belum siap dia hadapi? Atau apakah sebagian dari dirinya sudah mengetahui kebenarannya, yang terkubur jauh di bawah tabir kenangan yang terlupakan?

Freya berdiri, mondar-mandir di ruangan. Dia tidak bisa membiarkan ini berlalu, tidak sekarang. Dia sudah melangkah terlalu jauh untuk berhenti. Namun dia juga tahu bahwa mendorong terlalu keras bisa membuat Fiony menjauh untuk selamanya.

Ketukan pelan di pintu membuyarkan lamunannya, menariknya kembali ke kenyataan. Sambil mengerutkan kening, Freya menyeberangi ruangan dan membuka pintu, terkejut mendapati Jessi berdiri di sana, memegang dua cangkir kopi dan tersenyum lebar.

"Hai, Frey!" sapa Jessi, melangkah masuk tanpa menunggu undangan. "Kupikir kau butuh kafein. Kau sudah berdiam di sini selama berhari-hari."

Freya berkedip, sesaat bingung. Dia tidak menyadari berapa banyak waktu telah berlalu. "Oh, ah, terima kasih. Aku hanya...sibuk."

Jessi menyerahkan salah satu cangkir dan duduk di tepi sofa, tatapannya beralih ke tumpukan kertas dan buku yang berserakan di lantai. "Sibuk dengan apa? Sepertinya kamu sedang menyelidiki TKP."

Freya ragu sejenak, lalu tersenyum setengah hati. "Begitulah."

Jessi mengangkat sebelah alisnya, rasa ingin tahunya jelas terpendam. "Apa kau akan memberitahuku apa yang sedang terjadi? Atau aku harus menebaknya?"

Freya duduk di seberangnya, menggenggam cangkir kopi hangat di tangannya seolah-olah cangkir itu bisa mengikatnya dalam kenyataan. Dia belum memberi tahu Jessi—atau siapa pun—tentang masa lalu Fiony. Sebagian dari dirinya ingin merahasiakannya, rahasia yang hanya dibagi antara dirinya dan hantu yang telah menjadi bagian tak terduga dalam hidupnya. Namun sekarang, dengan misteri yang semakin dalam, dia tidak yakin apakah dia bisa mengatasinya sendiri.

"Jessi," Freya memulai, suaranya pelan, "Aku sedang menyelidiki sesuatu... sesuatu yang penting."

Jessi mencondongkan tubuhnya ke depan, tatapannya serius. "Sesuatu... apa?"

Freya menarik napas dalam-dalam, lalu perlahan bercerita tentang artikel itu, tentang masa lalu Fiony yang terlupakan, dan tentang Marsha. Ia menjelaskan bagaimana semua bagian mulai menyatu, bagaimana hilangnya ingatan Fiony terkait dengan kematian tragisnya, dan bagaimana Marsha meletakkan bunga di jembatan untuk mengenang gadis yang tidak dapat diselamatkannya.

Bound by Love, Separated by DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang