𝟏𝟖. 𝐌𝐲 𝐡𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝?

567 30 3
                                    

Your death 5 years ago, was actually fake?

Pria itu mengucapkan sesuatu yang membuat jantung Vanesha berdegup kencang, getaran aneh mulai menjalari tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pria itu mengucapkan sesuatu yang membuat jantung Vanesha berdegup kencang, getaran aneh mulai menjalari tubuhnya. Wanita itu menatap pria di depannya dengan tatapan tajam, jelas terganggu oleh keberanian pria tersebut yang tanpa ragu melontarkan kalimat yang membuatnya tak nyaman.

"Apa-apaan ini?" ujar Vanesha dengan nada tajam, perasaan tidak suka terpancar jelas dari suaranya. Tubuhnya yang terus terjepit di antara batang pohon yang besar, kedua tangannya terkunci erat oleh pria itu, menciptakan intensitas keintiman yang tak terhindarkan. Hutan yang gelap dan suara angin yang menderu-deru di sekitar mereka menambah atmosfer tegang, seolah-olah alam ikut menonton adegan ini.

Pria itu hanya tersenyum miring. Di balik topengnya, matanya tersirat tajam tak mampu menyembunyikan niatnya. Tubuh kekarnya merendah, mendekatkan dirinya lebih dekat ke Vanesha, sementara kedua tangannya masih erat mengunci pergerakan wanita itu. Dengan gerakan yang lambat namun penuh keyakinan, pria itu mendekatkan wajahnya, hingga akhirnya bibir mereka bertemu.

Vanesha membelalak kaget, matanya terbuka lebar, tak percaya akan apa yang baru saja terjadi. Keheningan sejenak di antara mereka seolah berhenti, hanya diisi oleh suara desir angin dan detak jantung yang terasa makin cepat.

Ciuman yang awalnya hanya sekadar sentuhan, perlahan menjadi semakin mendalam. Bibir pria itu mulai bergerak lebih menuntun, semakin mendesak, seolah mengklaim apa yang ada di hadapannya. Lidahnya dengan lembut namun tegas mencoba menerobos masuk ke dalam mulut Vanesha, menelusuri setiap inci dengan keinginan yang tak terbendung. Awalnya, Vanesha merasa terpaku, terkejut oleh intensitas ciuman yang tiba-tiba. Namun, tanpa ia sadari, tubuhnya mulai merespons.

Detik demi detik berlalu, dan ciuman itu semakin dalam. Kejutan di wajah Vanesha perlahan menghilang, berganti dengan sebuah dorongan naluriah untuk membalas ciuman tersebut. Bibirnya mulai bergerak mengikuti irama pria itu, menerima dan memberi dalam intensitas yang semakin memanas.

Tangan pria itu, yang sebelumnya mengunci pergelangan tangan Vanesha pada batang pohon dengan kuat, kini perlahan mulai melonggarkan cengkeramannya. Kedua tangan Vanesha akhirnya terbebas, namun alih-alih menjauh, ia tetap bertahan di tempatnya. Pandangan mereka saling terikat, terjebak dalam momen penuh gairah yang semakin dalam, seolah dunia di sekitar mereka memudar. Di tengah kegelapan hutan yang sunyi, ciuman mereka menjadi semakin bernafsu, menelan semua rasa waspada yang ada sebelumnya.

Tanpa disadari pria itu, ini adalah bagian dari taktik Vanesha. Sebagai agen berpengalaman, ia tahu cara memanipulasi lawannya—mengikuti arus hingga menemukan titik kelemahannya. Ketika pria itu terlalu terhanyut dalam ciuman yang menggelora, ia tak menyadari bahwa cengkeramannya telah sepenuhnya terlepas dari Vanesha. Perlahan, Vanesha mengalungkan kedua tangannya ke leher pria itu, semakin memperdalam ciuman mereka, membuatnya tampak seolah-olah menyerah dalam pelukan sang pria. Tapi saat ketegangan mulai memuncak, Vanesha bergerak cepat. Dengan satu gerakan tajam, lututnya menghantam keras ke perut pria itu.

Death PeakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang