CHAPTER 1

1 0 0
                                    

Kehilanganmu adalah luka yang belum mampu kusambut dengan keikhlasan. Setiap ingatan tentangmu masih menggema, seakan enggan pergi bersama malam.

Aku tahu, suatu saat aku harus melepasmu, tapi saat ini, biarkan aku tetap merasakanmu, meski hanya dalam kenangan yang tak ingin kubiarkan hilang.

---------------● Abyan Atharrazka ●--------------

Suasana sore itu tenang, senja mulai merangkak turun, memancarkan semburat warna oranye di langit. Abyan duduk di balkon rumahnya, menikmati secangkir kopi sambil memandang cakrawala. Angin sepoi-sepoi menyapa wajahnya, membawa kenangan lama dan perasaan galau yang tak kunjung hilang. Masa depannya terasa samar, penuh dengan ketidakpastian.

Sambil menyesap kopi, pikiran Abyan melayang pada mimpinya yang sempat tertunda. Ia merasa hampa, seakan-akan kehilangan arah tanpa Anantha di sisinya. Namun, janji kepada kekasihnya itu tetap menjadi pengingat untuk terus maju, meski sulit.

Tiba-tiba, ponsel Abyan bergetar. Sebuah pesan dari Doni muncul di layar.

"Byan, lagi dimana? Bisa ketemuan nggak? Udah lama banget kita nggak nongkrong bareng. Di kafe dekat sekolah kita dulu, jam 7 malam gimana?"

Abyan tersenyum kecil dan membalas singkat "Oke, Don. Sampai nanti."

Sore itu, setelah menikmati senja di balkon, Abyan bergegas bersiap-siap untuk bertemu dengan Doni. Perjalanan menuju kafe penuh dengan nostalgia, mengingatkan Abyan pada masa-masa indah mereka di SMA Bhinabakti. Setibanya di kafe, ia langsung melihat Doni yang sudah menunggu di sudut ruangan dengan senyum lebar.

"Byan, sini!" seru Doni sambil melambai.

"Hei, Don! Lama nggak ketemu" balas Abyan sambil duduk di hadapan sahabatnya. "Apa kabar?"

Doni tertawa kecil. "Baik, Byan. Lo sendiri gimana?"

Abyan mengangguk. "Sibuk seperti biasa, tapi menyenangkan. Gimana sama Lo?"

"Gue lagi sibuk kuliah,mikirin skripsi yang gak selesai-selesai" jawab Doni.

"Ah, skripsi" kata Abyan sambil tertawa. "Emang selalu begitu, Don. Kalau udah mulai ngerjain, rasanya kayak dikejar-kejar utang."

Doni mengangguk setuju. "Iya, udah seminggu ini gue di perpus terus, tapi gak ada progress. Malah kayaknya makin bingung tiap buka laptop."

"Seriusan? Emangnya temanya susah banget?" tanya Abyan penasaran.

Doni mendesah. "Sebenarnya sih gak susah, cuma motivasi yang susah dicari. Tiap mau mulai, selalu ada aja yang nge-distract. Kadang temen ngajak nongkrong, kadang malah ngelamun sendiri. Tau-tau udah sore, gak kerasa waktu kebuang."

Abyan tertawa lagi, kali ini lebih keras. "Itu sih penyakit semua mahasiswa tingkat akhir, Don. Gue dulu juga gitu. Tiap hari niatnya mau nyelesain, tapi malah akhirnya nonton series atau scroll medsos."

Doni tersenyum lemas. "Iya, ya. Kayaknya hidup gue nggak jauh-jauh dari 'cuma 5 menit buka IG,' terus tahu-tahu udah dua jam."

"Kalau gitu, lo harus punya metode disiplin, Don," kata Abyan sambil mengangguk serius. "Gue dulu pakai teknik Pomodoro. Jadi, lo fokus kerja 25 menit, terus istirahat 5 menit. Ulang terus sampai capek."

Doni mengernyitkan dahi. "Pomodoro? Bukannya itu nama saus pasta?"

Abyan tertawa lagi, kali ini hampir terjatuh dari kursinya. "Bukan, Don! Itu metode produktivitas. Bukan buat masak!"

Doni ikut tertawa. "Ah, gila. Tapi, serius deh, gue kayaknya harus cobain itu. Lo ada tips lain nggak buat skripsi? Gue udah frustrasi banget."

Abyan berpikir sejenak, lalu tersenyum. "Selain Pomodoro, lo juga harus punya partner skripsi. Maksud gue, temen buat saling kontrol. Biar bisa saling dorong-dorongan pas lagi malas."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jejak Waktu Dalam Rasa ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang