"Ini," ucap Meita memberikan uang pada Ira, Rp. 50.000-,
"Apaan ini?" tanya Ira heran.
"Buat kamu, kan udah nyariin aku tambahan." Meita tidak mengucapkan pekerjaan takut ada yang mendengarnya.
"Nggak usah, Mei. Buat kamu aja, kan kamu yang ngerjain ih." Ira menolaknya.
"Nggak ah, udah ambil." Meita bersikukuh.
Ira tidak enak hati jika menerimanya. Meita lebih membutuhkan daripadanya. "Jajanin aku cilok yang biasa mangkal di deket mie ayam aja, Mei." Ia tahu jika menolaknya Meita pasti memaksanya. Membelikannya cilok tidak habis sampai Rp. 50.000- ,.
"Cilok?" ucap Meita.
"Iyah, seperti biasa jangan pake saos. Sambel aja ma dikuahin." Ira menyengir.
"Cuma itu aja? Minumnya?" Meita menawarkan.
"Minumnya es teh sisri aja. Di tukang mie ayam kan ada."
"Beneran cuma itu aja?" tanyanya.
"Iya, Mei."
"Ya udah nanti siang aku beliin itu."
"Jangan suka ngasih-ngasih uang gitu. Kamu yang cape. Kamu juga lagi butuh kan," ucap Ira marah. "Lagian aku cuma ngasih info aja."
"Tapi kan kalau nggak tau info dari kamu. Aku nggak akan dapet uang," imbuhnya.
"Itu rezeki kamu, Mei. Udah ah, jangan begitu lagi ya." Ira tidak suka. Ia bukan orang uang suka memanfaatkan orang lain.
"Makasih ya, Ra." Meita sangat berterima kasih atas pengertian Ira. Meski dirinya yang lelah. Tapi berkat Ira, ia mendapatkan uang.
"Sama-sama. Kapan ke sana lagi?" tanyanya.
"Aku nunggu kabar dari Rena dulu. Takutnya kerjaan aku nggak rapi. Lanjut atau nggaknya, ra."
"Semoga yang punya rumah puas ya. Jadi kamu bisa kerja lagi," bisiknya.
"Iya, aamiin. Semoga ya," ucap Meita senang.
"Ya udah aku mau lanjut mau nyortir roti yang bentar lagi expired," ucap Ira.
"Oke," ucap Meita tersenyum.
Firman menghampiri, "pada ngomongin apa sih pada bisik-bisik?"
"Kepo," ucap Ira sambil tertawa lalu pergi. Firman berdecak.
"Biasalah cewek," ucap Meita tertawa kecil.
Firman malu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Nanti malam kamu sibuk?" tanyanya.
"Kenapa emangnya?"
"Kita jalan yuk. Nyari angin," ucapnya menyengir.
Meita terdiam, bingung mencari alasan cara untuk menolaknya. Di kontrakan memang hanya diam saja tidak ada acara. Ia tidak enak hati juga menolaknya. "Ke mana?" tanyanya ragu.
"Eum, kamu maunya ke mana? Mungkin ada tempat yang mau kamu kunjungin." Justru Firman berbalik tanya.
"Eh, nggak tau." Meita menjadi bingung sendiri. Banyak yang ia ingin kunjungi jika punya uang lebih. Tapi sekarang dirinya harus pelit pada dirinya sendiri demi keluarga. Siapa yang tidak ingin seperti wanita lainnya. Menonton di bioskop, nongkrong di kafe tanpa berpikir berapa harga makanan atau minuman. Membeli baju, skincare dan jalan-jalan. Meita mengurungkan semua itu. Mengabaikan kebahagiaannya sendiri itu menyakitkan meski pun ingin.
"Eum, kita nongkrong aja di mana gitu."
Meita berpikir, nongkrong itu artinya harus mengeluarkan uang. "Kayaknya lain kali aja ya, Firman. Lupa aku, nanti malam mau ke rumah Ira. Mau bantuin dia katanya ada acara," ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEITA (GOOGLE PLAY BOOK)
Roman d'amourSudah tersedia di GOOGLE PLAY BOOK. Dalam keluarga, Meita menjadi sandwich generation, mengesampingkan ego demi keluarga. Hingga menginjak usia 29 tahun, dirinya belum menikah. Bukannya tidak ingin, hanya saja banyak pertimbangan. Seperti, bagaimana...