Pagi itu, cahaya matahari memancar lembut melalui celah-celah jendela, menyinari rumah tua yang sunyi. Alina, yang tengah merapikan lemari tua di sudut ruangan, tanpa sengaja menemukan sebuah kotak kecil yang telah lama tertutup debu. Jari-jarinya yang letih mengusap perlahan permukaan kotak itu, membuka lipatan waktu yang sudah hampir dilupakan.
Kotak itu terbuat dari kayu jati, hadiah pernikahannya dari seorang teman lama. Sudah bertahun-tahun Alina tidak menyentuhnya. Di dalamnya tersimpan barang-barang kecil yang memiliki kenangan tak ternilai—foto keluarga, kunci rumah lama, serta sepucuk surat yang terlipat rapi di sudut kotak itu.
Alina terdiam sejenak ketika melihat surat itu. Kertasnya mulai menguning, dengan lipatan yang tampak rapuh. Perlahan, ia mengangkat surat itu, membuka lipatannya dengan hati-hati, seakan surat itu bisa hancur dalam genggaman. Tulisannya sederhana, penuh dengan kata-kata yang pernah begitu familiar—tulisan tangan Niskala.
"Ibu yang tercinta,
Aku tahu, suatu hari nanti aku akan kembali. Jangan khawatir. Ibu selalu ada di dalam hatiku, meski langkahku menjauh. Aku akan kembali, sesegera mungkin. Jangan lupa, janji ini tetap ada, meskipun waktu berlalu.
Niskala."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan yang Menunggu di Pelataran Malam
Nouvelles"Bulan yang Menunggu di Pelataran Malam" adalah kisah penuh keheningan dan kerinduan yang mendalam antara seorang ibu dan anak perempuannya. Alina, seorang ibu yang penuh cinta, hidup dalam kesendirian setelah anaknya, Niskala, pergi merantau ke neg...