Ϲһα⍴tᥱr 45

2 1 0
                                    

Keesokan harinya, semua keluarga Hernandes datang untuk melakukan sidang hukuman terhadap Dicto. Dalam pertemuan itu mereka melihat Dicto dengan baju tahanan dan dengan tangan di borgol berjalan masuk ke dalam ruang sidang. Dicto melihat ke arah Edward yang seperti memberikan senyuman kemenangan untuk dirinya sendiri. Dicto kembali menatap keluarganya dan memperhatikan mereka satu persatu, dan sama sekali tidak menemukan adanya Varez di antara mereka. Zyan berdiri dari kursinya lalu menghampiri Dicto dan memeluknya.

"Kak, dimana Kak Varez?" Zyan hanya menggelengkan kepalanya. "Kak, aku minta maaf karena sudah membuatmu kecewa, " ucap Dicto. Zyan hanya tersenyum dan hanya menepuk-nepuk bahu Dicto saat beberapa polisi memintanya untuk duduk di kursi yang sudah di sediakan. Sidang pun di mulai hingga memakan kurang lebih setengah jam. Singkat cerita, pengadilan menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara untuk Dicto dan akan di kirim ke penjara pusat besok hari. Mendengar palu di ketuk sebagai tanda bahwa keputusan telah di sepakati, Dicto memejamkan matanya untuk meyakinkan diri sendiri bahwa semua pasti akan baik-baik saja. Kyara tak kuasa menahan air matanya dan menangis di pelukan kedua kakaknya. Zyan tertunduk saat air mata mulai jatuh membasahi pipinya ketika mendengar hukuman untuk Dicto.

Setelah keluar dari ruang sidang, mereka semua menghampiri Dicto untuk memeluknya terakhir kali sebelum di pindahkan ke penjara pusat.

"Kau jaga diri baik-baik dik. Kakak usahakan agar kau cepat bebas, "

"Kak Velyn, aku minta izin. Selama aku tak ada di rumah, bolehkan Kyara dan Altan menginap di rumah kalian?"

"Tentu Dicto. Dia juga adalah adikku, aku pasti akan menjaga dia dan putra kalian, "

"Daddy kenapa beyum pulang, hum?" Sahut Altan.

"Maaf ya nak. Daddy belum bisa menepati janji untuk kembali membawakan banyak mainan untuk kamu ya nak, "

"It's okay daddy, "

"Kyara, bawa dia. Kalian pergilah aku tidak tahan melihat Altan, " ucap Dicto sambil menangis karena tidak tega meninggalkan Altan putra kesayangannya.

"Pamann, " teriak Kirana, Bella, Leyna, dan juga keponakan Candra lainnya. Mereka bersama menghampiri Dicto dan langsung memeluk sosok paman yang paling mereka senangi.

"Paman janji untuk terus menghubungi kami kan?"

"Janji nak, "

"Paman jangan lupakan kami ya, " ucap Mijay.

"Tentu nak, kalian pintar-pintar di sekolah ya. Jangan merepotkan orang tua kalian, "

"Iya paman, " jawab Calianna, Launa Laura, dan juga Mijay.

Dicto menghapus air matanya dan perlahan menghampiri Candra. "Kau jaga keluarga kita, jaga saudara mu. Dan jangan lupa untuk ungkapkan perasaan mu pada Selin, " ucap Dicto sedikit mengejeknya. Candra tak kuasa menahan air mata dan langsung memeluk Dicto. Setelah berpisah dengan keluarganya Dicto lalu pergi dengan beberapa polisi untuk segera masuk ke dalam mobil. Sebelum Dicto masuk ke dalam mobil, tiba-tiba sebuah mobil datang ternyata itu adalah Varez. Dicto senang bisa melihat kakaknya untuk terakhir kalinya. Namun hal mengejutkan adalah, Varez berjalan melewati Dicto dan menghampiri Edward untuk meminta maaf. "Sekali lagi aku mewakili adik dan keluarga ku meminta maaf karena sudah membuat namamu tidak baik, " ucap Varez. Edward hanya menganggukkan kepalanya sambil menepuk-nepuk bahunya. Saat Dicto pergi sekilas dia melihat Varez dari kaca jendela mobil. Varez nampak memperhatikan Dicto dengan tatapan yang sangat dalam. "Aku minta maaf kak, " batin Dicto.

----------------


Malam harinya, Zyan baru saja keluar kantor karena jadwal yang padat dan harus menggantikan posisi Dicto sementara di perusahaannya. Ternyata Zyan tidak membawa mobil karena letih menyetir, dan dia meminta putranya untuk menjemputnya.

"Apakah kau lama menunggu ayah?" Tanya Zyan saat sudah masuk ke dalam mobil.

"Tidak yah. Tapi kenapa ayah memintaku yang menjemput, bukankah di kantor sudah di sediakan supir?"

"Kau kan supir pribadiku, " ucap Zyan mengejek putranya.

"Ayah mulai lagi, " Candra langsung menyalakan mesin mobil lalu pergi pulang. Di tengah perjalanan mereka berbincang-bincang sepanjang perjalanan, hingga Zyan sekilas melihat Emir di pinggir jalan. "Candra berhenti, " ucap Zyan. "Matikan lampu mobil, " Candra menuruti ayahnya dan sama-sama memperhatikan Emir.

"Ada apa dengan pak Emir ayah?"

"Bukankah dia seharusnya di perbatasan kota bagian timur, sedang apa dia di sini dan kenapa tidak mengenakan seragamnya?" Ucap Zyan.

Tak berselang lama menunggu tiba-tiba dua truk kontainer muncul. Zyan terkejut melihat truk itu mirip dengan truk yang di bawa oleh Dicto. Setelah berbincang-bincang, Emir kemudian pergi untuk membawa dua kontainer tersebut ke kota Dubai bagian timur. "Ikuti mereka Can, " ucap Zyan. Candra dan Zyan bersama mengikuti mereka secara diam-diam. Setelah cukup jauh, Zyan baru menyadari bahwa jalanan ini menuju sebuah perbatasan.

"Berhenti, "

"Kenapa yah?"

"Jalanan di sana sempit nak, dari sisi kanan dan kiri tidak ada jalan untuk kita bersembunyi, "

"Jadi sekarang gimana yah?"

"Turun, kita berjalan kesana, "

Zyan dan Candra lalu turun dari mobil dan pergi untuk mengikuti mereka dengan berjalan kaki. Setelah sampai di perbatasan, rupanya Emir mengancam para polisi di sana untuk tutup mulut. Zyan dan Candra langsung keluar dari persembunyian dan menghentikan aksi mereka.

"BERHENTI EMIR, " teriak Zyan.

"Tu-tuan Zyan? Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Emir yang nampak gugup.

"Apa yang kau lakukan dengan dua kontainer ini?"

"Ini.. Ini hanya kontainer kosong tuan. Tidak ada apa-apa di sana, "

Candra mengambil sebuah batu yang cukup besar lalu menghantam kunci pintu kontainer itu sampai hancur. Setelah hancur, pintu itu dengan sendirinya terbuka dan menjatuhkan banyaknya narkoba dari berbagai macam jenis yang akan di kirim ke kota itu.

"Oh aku tau. Kau memfitnah adikku untuk menutupi perbuatan mu?"

Emir lalu menyuruh anak buahnya untuk menyerang Zyan, namun sebelum mereka menyentuh Zyan putranya sudah lebih dulu menghajar habis anak buah mereka. Emir yang panik langsung menodongkan pistol ke arah Candra, dan dengan cepat Zyan menendang tangan Emir dan mengambil alih pistol itu untuk melawan balik Emir.

"Kau berani menyuap anggota polisi ini untuk perdagangan mu ini? Sekarang kita liat untuk siapa mereka bekerja, "

Para polisi yang tadi Emir ancam langsung berdiri di belakang Zyan dan siap untuk menerima perintah dari Zyan.

"Kalian, bawa dua truk ini ke kantor polisi. Candra pergi ambil mobil segera, dan kau akan ikut kami ke kantor polisi, "

Mereka semua berjalan sesuai perintah Zyan, dan juga membawa Emir ke kantor polisi. Saat di tengah perjalanan, Emir masih sempat memberi pesan singkat kepada Edward mengenai Zyan yang sudah mengetahui rencana mereka.

HERNANDES : The Kindness Monster'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang