Ϲһα⍴tᥱr 47

2 1 0
                                    

"Kami menggunakan itu untuk diri kami sendiri Edward, tidak seperti mu yang menjual dan menyebarkannya pada masyarakat, " sahut Varez.

"Varez kau sudah berada di dalam kurungan masih mau melawan?"

"LEPASKAN MEREKA, " teriak Zyan.

"No tuan Zyan, no. Jika kau menginginkan mereka taklukan dulu empat anak buah ku, " ucap Edward yang langsung meminta empat anak buahnya yang cukup kuat untuk bertarung dengan Zyan. Satu persatu dari mereka semua menggunakan senjata, dan bertubuh besar. Zyan lalu menembak mereka berempat dengan pistolnya, namun sayangnya mereka berempat mampu menghindari tembakan tersebut. Peluru di pistol Zyan habis dan kini dia harus bertarung tanpa  menggunakan senjata. Pertarungan yang sebenarnya pun di mulai, Zyan menghajar habis-habisan ke empat anak buah Edward dengan lihai. Mulai dari mematahkan tulang, sampai menghantamkannya ke dinding berhasil Zyan lakukan. Sampai akhirnya Zyan menang dan berhasil menaklukan keempat anak buah Edward yang di percaya sangat kuat tersebut. Melihat itu membuat Edward yang tadinya masih menganggap bercanda kini berubah menjadi serius. Ia lalu meminta beberapa anak buahnya untuk menghajar Zyan kembali. Candra yang melihatnya tidak bisa tinggal diam, dia lalu menarik anak buah Edward yang sedang menjaga kurungan. Candra manarik senjatanya dan langsung menghantam anak buah Edward dengan ujung pistol itu. "AYAHHH, " teriak Candra yang langsung melemparkan pistol itu pada ayahnya. Setelah menerima pistol itu Zyan langsung menembakkannya ke arah anak buah Edward satu persatu dan mengalahkan mereka.

"Apa hanya segini anak buahmu?" Tanya Zyan dengan nafas sedikit terengah-engah. Edward tersenyum lalu membukakan sebuah pintu di mana isinya terdapat banyak sekali anak buah Edward yang merupakan dari anggota kelas kakap di Paris.

"Kak, bagaimana ini. Kak Zyan tidak bisa menghadapinya sendiri, " ucap Dicto.

"Dia bisa, " jawab Varez yang mempunyai kepercayaan pada adiknya Zyan.

Zyan menarik nafas dan melawan satu persatu anak buahnya Edward. Singkat cerita, di pertengahan pertarungan Zyan harus tumbang dan di tendang habis-habisan.

"CUKUP, " teriak Edward. "Kasihanilah dia. Dia juga manusia, " ucap Edward yang sedikit mengejeknya. "Tuan Zyan. Kau cukup hebat, aku tersanjung melihat kehebatanmu, " ucap Edward sambil sedikit bertepuk tangan.

"Katakan apa yang kau mau?"

"Le... Lepaskan keluarga ku, "

"Keluarga mu?"

"Oke baiklah. Kita mulai dari istrimu. Kalian lepaskan nyonya Esmes, " ucap Edward memerintahkan anak buahnya untuk melepaskan Esmes.

"Tunggu apa lagi nyonya Esmes, silahkan berlari. Datangi suami tercinta mu, " ucap Edward. Esmes yang sejak tadi sangat khawatir dengan Zyan langsung berlari untuk menghampiri Zyan. Namun Varez merasa ada yang tak beres dan langsung melihat ke arah Edward. Kedua mata Varez melebar ketika melihat Edward mengambil sebuah pistol dan bersiap hendak menembak Esmes. "ESMES BERHENTI BERLARI, " teriak Varez. Esmes berhenti berlari dan langsung menoleh ke belakang, namun dia terlambat karena peluru itu sudah lebih dulu mengenai tepat di jantung Esmes. Zyan terkejut sampai melotot kan matanya memandangi istrinya dari kejauhan. "IBUU, " teriak anak-anak Esmes saat melihatnya tertembak. Zyan panik dan langsung berlari menghampiri istrinya yang kini terbaring di lantai.

"ESMES, TI-TIDAK. BERTAHANLAH SAYANG, " teriak Zyan panik sambil menutupi luka Esmes agar darahnya tidak keluar.

"Sa.... Sakit, "

"BERTAHANLAH SAYANG KITA AKAN SEGERA KELUAR DARI SINI, "

"Aku... Aku su-sudah tak kuat lagi, " ucap Esmes dengan napas yang mulai pelan.

"TIDAK BERTAHANLAH SAYANG, "

"Zyan. Kau adalah suami terhebat ku. Aku sangat mencintaimu melebihi diriku sendiri, "

"A-aku juga mencintaimu sayang, "

"Berjanjilah padaku kau harus tetap kuat. De.. aghh. Demi anak-anak kita, "

"KAU INI BICARA APA? KITA AKAN MENJAGA BERSAMA, "

"Aku tidak kuat lagi Zyan. Kumohon berjanjilah demi aku, " Zyan yang menangis hanya mengangguk sambil memeluk Esmes dengan sangat erat.

Candra yang kini mulai terbakar api amarah dengan kuat mencengkram kedua sel besi itu dan berteriak keras sambil membengkokkan nya dengan kuat. Melihat itu, Varez dan Dicto bersama membantu Candra membengkokkan besi kuat itu dan berhasil keluar. Candra dengan mata merah dan kedua tangan yang mengepal kuat berjalan ke arah Edward yang kini mulai ketakutan. "Velyn, Kyara. Berhentilah takut, gunakan ini dan lindungi anak-anak, " ucap Varez yang memberikan senjata pada mereka berdua. Varez dan Dicto mencabut sel kurangan tersebut dan mulai menyerang semua anak buah Edward. "KALIAN LIHAT APA? SERANG MEREKA!" teriak Edward. Namun setiap ada yang ingin menghalangi Candra, Varez dan Dicto langsung melumpuhkan mereka. Melihat Candra mulai dekat dengannya, membuatnya merasa takut dan menodongkan pistol tersebut ke arah Candra. Wajah Candra yang sangat marah membuat Edward takut sampai-sampai tidak bisa menarik pelatuk tersebut. Candra yang sudah dekat langsung menendang keras wajah Edward hingga terbaring di lantai. Istri Edward mengambil pisau dan langsung menodongkannya ke arah Candra. Namun Candra berhasil mengambil kembali pisau itu dan kini meletakkannya tepat di lehernya.

"JANGAN. LEPASKAN ISTRIKU, "

"Apa kau melepaskan ibuku saat dia berlari ke arah ayahku?" ucap Candra dan langsung menyayat leher istri Edward.

"TIDAKKKK, " teriak Edward ketika melihat istrinya tewas di depan matanya.

"Sekarang giliran mu, " ucap Candra yang langsung menarik kaki Edward dan melemparkannya ke tengah-tengah markas. Edward yang tak punya ilmu bela diri hanya bisa meringis kesakitan saat Candra terus memukulinya bahkan berkali-kali menghantam kepalanya ke tembok dan juga besi. Edward mendapatkan banyak sekali luka dan lebam di wajahnya hingga tubuhnya seperti sedang di cakar-cakar oleh harimau. "KENAPA? KAU INGIN KABUR? SILAHKAN, " teriak Candra yang memperbolehkan Edward kabur. Edward mengikuti dan mulai mengesot untuk sampai keluar, hingga tiba-tiba dia mendapatkan sayatan keras dari Varez dan juga Dicto dari belakang berkali-kali. "BERHENTI PAMAN, " teriak Candra saat melihat Varez dan Dicto yang ingin menusuk Edwrad. "Biarkan dia kabur, " ucap Candra. Varez tau maksud Candra, dan langsung meminta Dicto untuk mundur. Edward dengan darah di sekujur tubuhnya terus mengesot meminta pertolongan. Candra mengambil sebuah pistol dengan peluru yang cukup besar dan mulai menodongkannya ke arah Edward dari belakang. "AGHHHHH, " teriak Candra dengan perasaan marah bercampur sedih yang langsung menembak kepala Edward hingga hancur dan tewas. Candra terduduk lemas dan menundukkan kepalanya dengan linangan air mata.

"Ca... Candra, " panggil Esmes. Mendengar itu Candra langsung menghampiri Esmes dan membaringkannya di pangkuan. "Ibu, ibu. Candra di sini bu, " ucap Candra sambil mengelus-elus pipi ibunya.

"Ka.. Kau sudah dewasa nak. Dan ibu yakin kau bisa mengurus saudarimu layaknya ibu mengurus mereka, "

"TIDAK IBU. IBU BICARA APA?"

"Nak.. I-ibu sudah tidak ada ke-kesempatan untuk mengurus kalian, "

"TIDAK IBUUUUU, KUMOHON BERTAHANLAH, "

"DICTO AMBIL MOBIL CEPAT, " ucap Varez.

"Ti-tidak. Kalian jangan kemana-mana. A... Ada banyak aghh banyak hal yang ingin aku katakan pada kalian sebelum aku pergi, "

Mereka semua kini berkumpul mengelilingi Esmes atas permintaannya.

HERNANDES : The Kindness Monster'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang