Serenade of Love (3/5)

2 0 0
                                    

Bab 3

Panggung teater Royal Opera House di Covent Garden tampak megah dengan latar belakang langit-langit tinggi yang dihiasi lampu kristal mewah. Di tengah ruangan, penari-penari dari Royal Ballet sedang berlatih, bergerak mengikuti irama musik orkestra. Toby duduk di depan piano di pinggir panggung, mengamati gerakan mereka sambil sesekali memainkan melodi yang halus. Ini adalah salah satu momen yang ia rindukan—berada di ruang kreatif seperti ini, dikelilingi oleh seni dan inspirasi.

Cassie berdiri di tengah ruangan, mengenakan baju latihan berwarna hitam dengan rambut yang diikat ke belakang. Dia tampak fokus, namun setiap gerakannya memancarkan keanggunan dan energi. Musik yang dimainkan Toby membimbingnya, seolah tubuhnya adalah perpanjangan dari setiap nada yang ia dengar.

“Bagaimana kalau kita coba gerakan yang lebih lambat di bagian ini?” Cassie berkata sambil menghentikan gerakannya dan menghadap ke Toby. “Musiknya begitu lembut, aku rasa akan lebih cocok jika kita menekankan pada pergerakan tubuh yang lebih halus.”

Toby berhenti memainkan piano dan mengangguk, matanya memperhatikan Cassie dengan penuh konsentrasi. “Aku setuju. Mari kita sesuaikan tempo di bagian ini. Aku akan coba sesuatu yang lebih lembut dan menenangkan.”

Cassie tersenyum, berjalan ke arah Toby dan duduk di sebelah piano. “Musikmu selalu bisa menyentuh setiap penari, Toby. Ini seperti memberiku ruang untuk benar-benar mengekspresikan perasaan melalui gerakan.”

Toby menunduk, tersenyum tipis. “Dan gerakanmu membuat musikku hidup, Cassie. Setiap langkah yang kamu ambil seolah memberikan arti pada setiap nada.”

Kedua seniman itu duduk dalam keheningan sejenak, menikmati kebersamaan mereka. Pertunjukan yang mereka siapkan ini adalah kolaborasi pertama mereka—sebuah proyek besar yang akan mempertemukan musik komposisi Toby dengan balet yang dipimpin oleh Cassie. Keduanya tahu bahwa proyek ini lebih dari sekadar pekerjaan; ini adalah titik balik dalam hidup mereka, setelah Toby terjebak dalam masa lalu dan Cassie yang perlahan-lahan menemukan keberaniannya.

Toby mulai memainkan sebuah melodi baru, sebuah komposisi yang ia ciptakan khusus untuk Cassie. Irama piano mengalir lembut, setiap nada penuh dengan harapan dan kehangatan. Cassie mendengarkan dengan mata terpejam, membayangkan bagaimana dia akan bergerak mengikuti musik itu. Ketika musik berhenti, Cassie membuka matanya dan menatap Toby.

“Itu indah, Toby,” katanya pelan. “Apakah ini untuk pertunjukan kita?”

Toby menatapnya sejenak sebelum mengangguk. “Ya, aku membuatnya untukmu. Untuk bagian solo di akhir pertunjukan.”

Cassie terkejut, matanya melebar. “Untukku? Aku tidak menyangka.”

“Kau layak mendapatkannya, Cassie,” Toby menjawab dengan suara lembut. “Aku terinspirasi oleh caramu menari. Musik ini adalah caraku berterima kasih atas semua yang telah kau lakukan untuk membantuku keluar dari kegelapan.”

Cassie tersenyum, merasa tersentuh oleh kata-kata Toby. Sejak mereka bertemu, Toby selalu penuh perhatian dan mendukung, dan sekarang, melalui musiknya, Cassie merasakan ada sesuatu yang lebih dalam di antara mereka. Mereka tidak hanya bekerja bersama; mereka saling memahami dan mendukung, baik sebagai seniman maupun sebagai manusia.

Beberapa hari kemudian, latihan berlangsung di panggung utama. Ruangan itu dipenuhi dengan suara langkah kaki penari yang berlatih gerakan mereka dengan penuh semangat, sementara Toby duduk di depan piano, memperhatikan dengan teliti. Pada saat yang sama, sutradara pertunjukan memberikan arahan dari bangku penonton, menyelaraskan setiap elemen produksi.

"Cassie, di bagian solo ini, ingat untuk bergerak dengan lebih lembut," sutradara menginstruksikan dari kejauhan. "Ini momen emosional, jadi biarkan musik yang memandu gerakanmu."

Cassie mengangguk, lalu melangkah maju ke tengah panggung. Ketika musik dimulai, Cassie menutup matanya sejenak, membiarkan irama menyelimutinya sebelum mulai bergerak dengan anggun. Setiap gerakan terhubung sempurna dengan musik Toby. Toby, dari tempat duduknya, tidak bisa menahan senyuman ketika melihat bagaimana Cassie menghidupkan musiknya melalui tariannya.

Saat Cassie selesai, ruang latihan dipenuhi oleh tepuk tangan dari tim produksi dan para penari lainnya. Cassie tersipu malu, menunduk sedikit sebagai tanda terima kasih, lalu berjalan ke arah Toby.

"Bagaimana menurutmu?" tanya Cassie dengan nada lembut, matanya bersinar.

"Kau luar biasa, Cassie," jawab Toby dengan tulus. "Kau membuat setiap nada dalam musik itu memiliki makna."

Cassie tersenyum, merasa bahagia dengan pujian Toby. "Aku tidak bisa melakukannya tanpa musikmu. Ini benar-benar kolaborasi yang sempurna."

Setelah latihan selesai, mereka berjalan keluar dari Royal Opera House. Langit London yang biasanya mendung kini berwarna oranye cerah, menandakan matahari yang akan terbenam. Toby dan Cassie berjalan beriringan di trotoar yang padat, merasakan kehangatan yang baru dalam hubungan mereka.

“Kau tahu,” kata Toby, memecah keheningan, “Aku tidak pernah membayangkan akan berkolaborasi dengan seseorang seperti ini. Selama ini aku selalu bekerja sendirian, tapi sekarang aku merasa ada yang berbeda.”

Cassie menoleh ke arah Toby, tersenyum lembut. “Aku juga merasakan hal yang sama. Aku selalu berpikir tari adalah ekspresi pribadi, tapi dengan musikmu, aku merasa seperti menemukan sesuatu yang lebih besar. Kita saling melengkapi.”

Toby menatapnya, merasa ada sesuatu yang hangat tumbuh di hatinya. Dalam Cassie, dia menemukan lebih dari sekadar partner dalam seni; dia menemukan seseorang yang mengerti dirinya. Toby tahu bahwa kolaborasi ini bukanlah akhir, melainkan awal dari sesuatu yang lebih dalam—baik dalam karya mereka maupun dalam hubungan mereka.

Di bawah langit London yang mulai gelap, mereka melangkah bersama, mengetahui bahwa apa yang mereka ciptakan bukan hanya sebuah pertunjukan, tetapi juga ikatan yang akan terus tumbuh.

---

Bersambung

Because Of You (Short Story) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang