4. Shaka Sialan

75 18 3
                                    

==

Shaka girang bukan main, ia bahkan tak bisa tidur semalaman karena Nazeera menghubunginya dan mengatakan sesuatu yang membuatnya sangat tercengang. Shaka masih ingat dengan jelas setiap kata yang Nazeera ucapkan padanya.

"Aku terima tawaran kamu, tolong bantu aku bercerai dengan Sagara."

Ucap wanita itu setelah seharian Shaka menunggu balasan pesan darinya. Shaka yang mendengar tentu tak menyangka, ia sampai terdiam beberapa saat hingga suara Nazeera kembali terdengar.

"Aku mau menggugat Sagara, tolong bantu cariin aku pengacara, Shak."

"Lo serius, Ra?" Shaka pun harus memastikan, ia ingin Nazeera yakin dengan keputusannya.

"Hm, pernikahan ini udah gak bisa dilanjutin lagi, aku ... aku udah gak kuat, Shak."

Ada pukulan menyakitkan saat mendengar suara Nazeera yang bergetar menahan tangis itu. Shaka tak tega, tapi juga merasa senang atas keputusan Nazeera.

"Gue pasti akan bantuin lo, Ra. Lo tenang aja."

Tak salah kan, kalau sekarang dirinya berbahagia di atas kehancuran orang lain? Tidak, kalau Nazeera meneruskan pernikahan itu, yang ada dia akan terus terluka, memang lebih baik mereka bercerai, Nazeera pantas mendapatkan laki-laki yang baik, mungkin seperti dirinya.

Maka itu, keesokan harinya, Shaka bangun dengan senyum mengembang di bibir. Ia langsung mencarikan pengacara perceraian untuk Nazeera. Rasanya, Shaka tak sabar menunggu wanita itu menjadi janda, ia pastikan, begitu status Nazeera berubah, Shaka akan mendekatinya dengan penuh usaha.

"Hari ini gak ada meeting, Bos." Suara Roni yang terdengar dari loudspeaker hapenya mengiringi kegiatan Shaka pagi itu.

Ia memasang dasinya setelah menyulap rambut yang berantakan menjadi klimis. "Ron, siapain sarapan untuk saya."

"Siap, Bos. Ada lagi?"

"Gak." Dasi sudah terpasang sempurna di kerah kemejanya, Shaka menatap pantulan diri dan bersiap untuk berangkat kerja. "Pengacara yang saya minta udah kamu carikan?"

Roni di seberang sana mengaduh pelan seraya memberi ringisan kecil. "Bos serius mau nunggu istri orang jadi janda?"

"Itu bukan urusan kamu."

"Masih banyak yang gadis, Bos."

Shaka mendengkus seraya mengambil hapenya dan mematikan loudspeaker yang kemudian ia dekatkan ke telinga. "Kamu mau gaji kamu saya potong."

"Ck, ancemannya itu mulu si bos mah."

"Kalo gak saya ancem kayak gitu, kamu banyak tingkah."

"Saya banyak tingkah demi kebaikan Bos."

"Ini beneran mau saya potong gaji?"

Roni di seberang sana seketika bungkam, tentu tak ingin gajinya dipotong. Ia tahu Shaka tak akan main-main dengan ancamannya itu. "Iya-iya, nanti saya cariin pengacara, tapi kalo Nyonya tau gimana nih, Bos?"

"Ya jangan sampe Mama saya tau." Shaka lantas bergegas meraih jas kerjanya dan menyampirkan benda itu di tangan. Satu tangannya yang bebas mengambil kunci mobil.

Shaka terbiasa menyetir sendiri, kecuali saat ada kunjungan atau proyek yang mengharuskannya ke tempat jauh, biasanya ia akan disupiri. "Saya mau segera kamu cari pengacara itu."

"Iyaaaa ... Bos."

"Ya udah, saya jalan sekarang."

Mematikan sambungan telepon dari sang asisten, Shaka kemudian bergerak ke pintu. Membuka benda itu yang membuatnya langsung menatap daun pintu apartemen Shakira. Mengingat wanita itu, Shaka jadi terbayang kejadian kemarin.

Perfect MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang